Suku Kaili Da’a mungkin masih asing di telinga Anda. Inilah salah satu suku di Indonesia yang tinggal di rumah pohon dan kerap tinggal nomaden alias berpindah-pindah di Pegunungan Molengraaf, Sulawesi Tengah.
Masyarakat Kaili Da’a merupakan salah satu rumpun dari Suku Kaili. Dari sekian rumpun Suku Kaili, hanya Kaili Da’a lah yang masih setia dengan tradisi nenek moyang mereka. Tak heran jika mereka memilih untuk tinggal di pegunungan dan menyatu dengan alam.
Menurut penelitian, hanya ada dua suku di Indonesia yang masih tinggal dan bertahan di rumah pohon. Pertama di Kawasan Korowoi, Papua dan masyarakat Kaili Da’a.
Selain menggunakan rumah pohon, para masyarakat suku Kaili Da’a juga terkenal sebagai suku yang nomaden alias berpindah-pindah. Tak heran jika mereka sangat sulit dijumpai.
Biasanya para anggota suku ini akan menetap jika sedang mengurus lahan pertanian. Jika sudah panen, mereka akan menjual hasil panen dan berpindah. Proses ini akan terus dilakukan hingga kini.
Rumah tempat tinggal suku ini tergolong sangat sederhana. Di dalam rumah pohon tidak banyak barang yang bisa ditemukan hanya ada tikar saja, ini karena untuk memudahkan dalam proses pindah rumah yang kerap ia lakukan pasca panen.
Konon, banyak yang menyebutkan bahwa mereka para anggota Suku Kaili Da’a memiliki ciri fisik mirip orang Papua. Namun, seiring waktu, kondisi fisik memudar karena perkawinan lintas suku yang mereka lakukan. Meskipun begitu, mereka tetap patuh dengan tradisi.
Selain ciri fisik, suku ini memiliki keunikan lainnya yang tidak dimiliki oleh suku di Sulawesi lainnya. Misalnya, mereka tidak pernah memelihara hewan ternak dan tidak bisa membuat kapal atau perahu. Bahkan mereka takut dengan laut. Sangat jauh berbeda dengan suku-suku lain yang tersohor di Sulawesi sebagai pelaut ulung.
Untuk membangun rumah, mereka tidak bisa memilih sembarang pohon. Diameter harus besar dan memiliki banyak cabang untuk menopang rumah sehingga tidak mudah terkena angin.
Upacara Mumpakoni adalah satu upacara wajib sebelum pembangunan rumah pohon suku Kaili Da’a. Meskipun sudah mengenal agama, unsur animisme ini masih kental di kalangan suku ini.
Ada sesajen yang harus disiapkan sebelum upacara. Yakni terdapat kapur sirih, pinang, telur rebus, sirih, dan gambir. Sesajen ini melambangkan beragam hal tentang kehidupan dan hati.
Pada proses pembuatan rumah pohon, biasanya dilakukan beramai-ramai. Jadi, bukan dilakukan sendiri-sendiri. Itupun dilakukan pada hari tertentu yang dipercaya membawa berkah. Unik bukan?
Kita patut berbagangga diri memiliki Indonesia, karena keragamannya memberikan kita arti untuk bersatu.
Daerah yang sering mereka tinggali adalah di kawasan dataran tinggi Sigi, Donggala, dan Mamuju Sulawesi Barat.