Sejarah Jamu Tradisional, Prioritas Wisata Kesehatan yang Melegenda

Sejarah jamu tradisional konon telah dikenal sejak Kerajaan Mataram Kuno. Didasarkan atas temuan artefak Cobek dan Ulekan di Situs Arkeologi Liyangan.

SHARE :

Ditulis Oleh: Taufiqur Rohman

Siapa tidak kenal dengan jamu? Sebutan untuk minuman tradisional dari masyrakat Jawa yang telah ada sejak ratusan bahkan ribuan tahun lalu. Jamu terbuat dari bahan-bahan alam, berupa bagian tumbuhan seperti rimpang, daun-daunan, kulit batang, serta buah yang mempunyai khasiat tertentu untuk kesehatan. Terkadang juga digunakan bahan dari hewan, seperti kuning telur ayam, tangkur buaya, dan empedu ular.

Sentra pembuatan jamu yang cukup terkenal di Indonesia yaitu Kabupaten Sukoharjo. Dahulu hampir semua perempuan dewasa dari Sukoharjo, terutama Kecamatan Nguter adalah penjual jamu gendong di berbagai kota besar, mulai dari Jakarta, Bandung, Bogor, dan Surabaya. Oleh karena itu, pihak pemerintah mendirikan patung identitas Sukoharjo berupa patung jamu gendong.

Sejarah Jamu sebagai Minuman Tradisional

Sejarah jamu tradisional konon telah dikenal sejak Kerajaan Mataram Kuno. Kala itu, seorang perempuan bertugas membuat dan meracik jamu, sedangkan laki-laki berperan mencari tumbuhan herbal alami. Pendapat ini didasarkan atas temuan artefak Cobek dan Ulekan – alat tumbuk pembuat jamu – di Situs Arkeologi Liyangan, yang terletak di lereng Gunung Sindoro, Jawa Tengah.

(wikipedia.org)

Selain itu ditemukan juga bukti-bukti lain berupa alat pembuat jamu yang banyak ditemukan di Surakarta dan Yigyakarta, tepatnya berada di Candi Borobudur pada relief Karmawipangga, Candi Prambanan, serta Candi Brambang. Konon rahasia kesaktian para satria, pendekar, dan petinggi kerajaan barasal dari latihan tekun dan bantuan dari ramuan herbal.

Ketika Jepang menjajah Indonesia di tahun 1940-an, tradisi minum jamu populer setelah dibentuknya Komite Jamu Indonesia. Seiring waktu, penjualan jamu menyesuaikan dengan teknologi modern, diantaranya banyak dikemas dalam bentuk pil, tablet, atau bubuk instan yang mudah diseduh. Tahun 1974 hingga 1990 mulai banyak muncul perusahaan jamu yang terus mengalami perkembangan.

Jamu diperkenalkan kepada masyarakat oleh orang-orang yang dipercaya memiliki ilmu pengobatan tradisional. Pengolahannya pun berdasarkan ilmu yang diajarkan secara turun-temurun.. Meskipun tidak bersertifikat, khasiat jamu telah teruji sehingga masih digunakan sebagai rujukan obat tradisional. Jamu telah menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia, seperti halnya Ayurveda dari India dan Zhongyi dari China.

Prioritas Wisata Kesehatan

Kementerian Kesehatan bersama dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sepakat memprioritaskan pengembangan wisata kebugaran dan jamu sejak November 2019 lalu, karena dinilai memiliki prospek kesehatan, budaya dan ekonomi yang tinggi. Sebagai langkah utama, pilot project kegiatan dilaksanakan di Yogyakarta, Solo, Semarang, Bali, dan DKI Jakarta.

(kesmas.kemkes.go.id)

Pemerintah saat ini juga memiliki sebuah Taman Wisata Kesehatan Jamu yang berlokasi di Kabupaten Tegal. Proses pembangunannya butuh waktu hingga empat tahun, mulai dari 2012-2015 menggunakan pembiayaan APBD didukung APBN. Taman wisata ini memiliki sekitar 280 jenis koleksi tanaman herbal. Terdapat klinik saintifikasi jamu dan pelayanan kesehatan tradisional lainnya, seperti akupuntur dan akupressur.

Jamu Naik Daun

Tidak dipungkiri, keberadaan jamu saat ini mulai ditinggalkan, tergerus oleh pengobatan modern. Namun, sejak beberapa bulan lalu jamu kembali naik daun seiring dengan Covid-19 yang mewabah ke seluruh penjuru dunia. Jamu dipercaya memiliki khasiat untuk meningkatkan daya tahan tubuh sehingga tidak mudah terinfeksi virus corona.

Selain jamu, banyak lagi minuman tradisional Indonesia yang naik daun. Beberapa diantaranya adalah wedang ronde, bajigur, wedang uwuh, bandrek, bir pletok, wedang secang, dan sekoteng. Sebagai salah satu budaya luhur nenek moyang, selayaknya jamu tetap harus dilestarikan keberadaannya. Meskipun tidak ada sertifikasi resmi, khasiat jamu telah teruju secara turun-temurun sejak ratusan bahkan ribuan tahun lalu.

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU