Sejarah Dieng Culture Festival yang Menarik untuk Anda Ketahui

Memasuki gelaran kesembilan, DCF telah berhasil menyedot animo masyarakat, baik domestik maupun mancanegara. Ingin tahu sejarah Dieng Culture Festival (DCF) hingga mendulang kesuksesan seperti sekarang?

SHARE :

Ditulis Oleh: Himas Nur

Sejarah Dieng Culture Festival dimulai dari gagasan Kelompok Sadar Wisata Dieng Pandawa. Kelompok ini berupaya menggabungkan konsep budaya dan wahana wisata alam, dengan misi pemberdayaan ekonomi masyarakat Dieng.

Baca Juga: Catat, Dieng Culture Festival 2018 akan Digelar Awal Agustus Mendatang 

Kali pertama DCF diselenggarakan pada tahun 2010 atas kerjasama dari Equator Sinergi Indonesia, Pokdarwis Dieng Pandawa dan Dieng Ecotourism.

Namun sebenarnya, sebelum gelaran bertajuk Dieng Culture Festival, pernah pula hadir acara serupa, yakni Pekan Budaya Dieng yang diadakan oleh masyarakat dan pemuda Dieng Kulon.

Poster Dieng Culture Festival ke-9 (Foto/@festivaldieng)

Ketika memasuki tahun ketiga Pekan Budaya, masyarakat berinisiatif membuat kelompok sadar wisata dan mengubah nama even menjadi Dieng Culture Festival.

Tak hanya DCF, melainkan kelompok ini aktif pula dalam kegiatan pengenalan kepada masyarakat tentang pentingnya pariwisata dalam berbagai sudut pandang, salah satunya dalam segi ekonomi.

Ruwatan pemotogan rambut gimbal

DCF memiliki acara ruwatan pemotongan rambut gimbal sebagai puncak acara. Ruwatan adalah upacara penyucian yang sudah menjadi adat di Jawa. Upacara ruwatan ini dilakukan untuk membuang sial, malapetaka dan atau marabahaya.

Anak berambut gimbal atau gembel merupakan fenomena unik. Fenomena anak gimbal ini terjadi di sejumlah desa di Dataran Tinggi Dieng, anak–anak asli Dieng tersebut berusia 40 hari sampai 6 tahun yang memiliki rambut gimbal secara alami dan tidak diduga dan bukan diciptakan.

Rambut gimbal anak Dieng dipercaya sebagai titipan penguasa alam gaib dan baru bisa dipotong setelah ada permintaan dari anak bersangkutan. Permintaan tersebut harus dipenuhi, tidak kurang dan tidak dilebihkan.

Sebelum acara pemotongan rambut, akan dilakukan ritual doa dibeberapa tempat, diantaranya adalah Candi Dwarawati, Komplek Candi Arjuna, Sendang Maerokoco, Candi Gatotkaca, Telaga Balaikambang, Candi Bima, Kawah Sikidang, Gua di Telaga Warna, Kali Pepek dan tempat pemakaman Dieng. Keesokan harinya baru dilakukan kirab menuju tempat pencukuran.

Selama berkeliling desa anak-anak rambut gimbal ini dikawal para sesepuh, tokoh masyarakat, kelompok paguyuban seni tradisional, serta masyarakat.

Jazz Atas Awan dan Festival Lampion

Selain pemotongan rambut anak gimbal, DCF memiliki serangkaian acara lain yang tak kalah menarik, diantaranya adalah Jazz Atas Awan yang sekarang juga menjadi agenda even nasional, ada juga Festival Film Dieng, Festival Lampion, Minum Purwaceng Bersama, Camping DCF, Sendra Tari Rambut Gimbal, Jalan Sehat dan Reboisasi, serta pameran seni dan budaya.

Memasuki gelaran kesembilan, Dieng Culture Festival telah berhasil menyedot animo masyarakat, baik domestik maupun mancanegara.

Ini dikarenakan Dieng Culture Festival selalu menyuguhkan perpaduan seni tradisi, kekayaan indie dan kontemporer menjadi kemasan yang sangat menarik, dan selain itu ada selalu yang baru pada setiap tahunnya.

Poster Jazz Atas Awan (Foto/@festivaldieng)

Magnet pariwisata Jawa Tengah

Kawasan Wisata Dieng memiliki kekayaan budaya yang unik dan dari segi jumlahnya cukup banyak sehingga dapat digunakan untuk menjadi suatu daya tarik pariwisata.

Festival Budaya di Dataran Tinggi Dieng ini diharapkan dapat menjadi magnet baru wisata di Jawa Tengah pada umumnya dan Dieng pada khususnya.

Baca Juga: Dieng Bersalju, Kawasan Candi Arjuno Putih Tertutup Es, Ini Kumpulan Fotonya

Hal ini dapat kita upayakan bersama dengan mengenalkan potensi wisata dan juga seni budaya yang dimiliki kepada semua lapisan masyarakat baik di dalam negeri maupun mancanegara.

Yuk, turut berkontribusi untuk perkembangan budaya dan pariwisata negeri kita tercinta ini!

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU