Dieng Culture Festival selalu memberikan kesan mendalam bagi penikmatnya! Dari kesan romantis, hangatnya sebuah kebersamaan, hingga nilai-nilai budaya yang tidak ada di daerah lain kecuali di Dieng.
Pelaksanaan Dieng Culture Festival selama 3 hari dihadiri oleh 150 ribu pengunjung yang membludak di malam penerbangan lampion dan di acara utama yaitu ruwatan rambut gimbal Dieng. Jumlah yang sangat fantastis mengingat Dieng adalah dataran tinggi yang terletak di daerah terpencil.
Sepert inilah rangkaian acara selama Dieng Culture Festival berlangsung;
Masyarakat Dieng tak pernah lepas dari doa sebagai bentuk izin dan syukur kepada Sang Pencipta. Di hari pertama, selepas dzuhur masyarakat Dieng berkumpul di lapangan terbuka kompleks Candi Arjuna. Tepat di depan panggung utama, pemanjatan doa tersebut dilaksanakan dan dihadiri oleh para pejabat dan orang-orang tetua di daerah Dieng.
Masyarakat Dieng membaur menjadi satu, antusias mendengarkan ceramah dan doa-doa. Matahari memang menyengat, namun hawa dingin di siang tersebut tak kalah menusuk terlebih saat angin bertiup.
Pelataran komplek Candi Arjuna sore itu mulai redup dan kabut-kabut tipis terlihat menyelimuti seperti asap rokok yang dihembuskan kemudian tertiup angin. Serombongan orang berpakaian adat jawa berwarna hitam lengkap dengan blankon dan kain batik, mengiringi 2 lelaki tua menggunakan baju adat jawa berwana hijau dan berbaju orange, kemudian nenek tua menggunakan baju biru dengan rambut di sanggul turut serta di prosesi napak tilas. Serombongan berpakaian hitam mengantar ke tiga orang sesepuh tersebut masuk ke dalam Candi Arjuna dengan membawa sesajen. Lelaki tua berbaju hijau berusia 70 tahun ialah Mbah Naryono, pemangku adat yang akan memandu jalannya acara ruwatan rambut gimbal.
Proses napak tilas ini dimaksudkan untuk meminta izin kepada leluhur agar prosesi ini diridoi oleh Tuhan dan roh leluhur. Napak tilas dilakukan di tiga titik di kawasan Candi Arjuna. Di dalam 2 candi dan di depan pelataran candi di depan batu Candi Arjuna. Sesepuh diikuti rombongan menghangatkan telapak tangannya dan kemudian menempelkannya pada wajah mereka.
Tahun ini ada 10 anak rambut gimbal Dieng yang bersedia untuk diruwat. Proses ruwatan ini memang kemauan dari si anak tersebut dan tanpa paksaan. Mereka terdiri dari 7 perempuan dan 3 anak laki-laki. Intan Pratiwi (6 tahun) meminta kalung. Fariah (6 tahun) meminta gelang dan anak tongkol. Farida Rahmayani (6 tahun) meminta 3 ekor kambing. Bangkit Pratama (7 tahun) meminta tanggapan Tari Lengger. Kuni Khairunnisa (8 tahun) meminta apel merah satu keranjang dari kulkas. Siti Maesaroh (8 tahun) meminta gelang dan kalung. Ahmad Bayu (7 tahun) meminta 2 biji gethuk. Khairul Anam (4 tahun) meminta seekor kambing. Annisa Putri (4 tahun) meminta tahu putih, ikan asin, dicampur nasi jadi satu lalu dipupukkan di kepala. Dan Rahma Nurfaizah (5 tahun) meminta sepeda otel.
Kesepuluh anak gimbal Dieng ini dipakaikan baju warna putih dengan ikat kepala, kemudian diarak dari rumah tetua adat Mbah Naryono dengan naik kereta kuda menuju tempat jamasan. Di sini, mereka didudukkan di tempat duduk panjang dengan lapisan kain hitam panjang dan menghadap ke pengunjung.
Beberapa pejabat penting menciprat-cipratkan ‘godong opo-opo’ sebanyak 3 kali ke kepala mereka dan mengusap wajahnya, yang sebelumnya sudah dicelupkan di air yang diambil dari sumur sedayu.
Acara inti dari Dieng Culture Festival yang digelar 3 hari ini sampai pada puncaknya di hari ke 3, yaitu prosesi sakral ruwatan rambut gimbal. 10 anak gimbal Dieng ini dipanggil satu persatu untuk naik ke atas panggung untuk diruwat. Mereka diruwat oleh 10 orang berbeda yang terdiri dari pejabat dan orang-orang tetua adat, salah satunya oleh Bupati Banjarnegara, bapak Tedjo dan Sujiwo Tedjo pun ikut turut andil.
Setelah acara inti selesai, selanjutnya rambut hasil cukuran rambut gimbal dibawa ke Telaga Warna untuk dilarung. Kenapa harus Telaga Warna? Ini karena Telaga Warna adalah sumber air yang akan mengalir ke Sungai Serayu yang bermuara ke Pantai Selatan. Konon, anak gimbal Dieng ini adalah titipan dari ratu Pantai Selatan. Demi kemakmuran rakyat Dieng ke depannya, anak-anak titipan tersebut harus dijaga dengan baik.