Baobab merupakan spesies tumbuhan langka dari Madagaskar, Afrika dan Australia. Baobab dalam dunia akademis bernama Adansonia digitata, berasal dari genus Adansonia dengan delapan anggota spesies. Baobab juga dikenal dengan Boab dan Boaboa, sedangkan masyarakat Indonesia mengenalnya sebagai Ki Tambleg atau Asem Buto. Pertama kali masuk ke Indonesia saat perdagangan laut melalui perdagangan Timur Tengah.
Baobab adalah spesies pohon yang dapat mencapai tinggi 5-25 meter. Menyimpan sebagian besar cadangan air di dalam batangnya dengan daya tampung hingga 120.000 liter untuk bertahan di iklim kering. Secara morfologi, fisik Baobab mirip botol raksasa, bagian batangnya menonjol sangat besar. Jika daun-daunnya tumbuh mirip sekali brokoli raksasa. Batangnya sering kosong, hingga bisa dijadikan rumah, bahkan bar.
Masyarakat Afrika menganggap bahwa Baobab sebagai pohon kehidupan yang berasal dari Surga. Menurut legenda, bentuknya yang aneh dikarenakan di masa lalu dilempar oleh Dewi Thora dari Surga ke Bumi. Para ahli memperkirakan, Baobab di Afrika telah hidup di bumi sejak ribuan lalu. Tersebar luas di hampir seluruh negara Benua Afrika bagian selatan dan timur, Pulau Madagaskar, dan Benua Australia.
September 2013 lalu, sepasang Pohon Baobab didatangkan langsung dari Afrika untuk ditanam di depan pintu taman dan bagian selatan Waduk Ria Rio. Desas-desus yang beredar menyebutkan bahwa Pohon Baobab dibeli dengan harga Rp 750 juta oleh Pemerintah Daerah DKI Jakarta. Pohon ini dirawat secara khusus oleh perawat yang kompeten yang memastikan Baobab dapat hidup di iklim tropis Indonesia.
Sangat disayangkan, sejak tahun 2016 lalu, satu per satu Pohon Baobab di Afrika mulai membusuk dan mati dalam selang waktu yang berdekatan. Salah satunya adalah Pohon Baobab terbesar di Afrika, yakni Platland atau Sunland yang digunakan sebagai bar. Para ahli menyatakan, selama satu dekade terakhir banyak Pohon Baobab yang mati dan tumbang secara misterius. Penyebab kematian diduga karena adanya perubahan iklim.
Dilansir dari BBC News, Dr. Adrian Patrut dari Babes-Bolyai University di Rumania mengungkapkan tidak ada penyakit epidemik dalam kaitannya dengan kematian massal Pohon Baobab. Pohon-pohon purba ini diduga mati karena adanya perubahan signifikan dari kondisi iklim bumi yang mempengaruhi Afrika bagian selatan. Jika kondisi iklim tidak juga membaik bukan tidak mungkin semua Pohon Baobab di bumi akan punah.