Ada yang unik setiap kali menjelang paskah di Yunani. Tradisi perang roket di Yunani telah terjadi di Chios, salah satu pulau di Yunani selama lebih dari 200 tahun lalu. Tradisi ini menjadi salah satu tradisi yang unik, juga membahayakan. Dan banyak orang menentang ‘perang’ roket yang terjadi di Vrodados ini. Meskipun telah beberapa kali mendapat teguran dari pemerintah, namun beberapa warga sepakat untuk tetap melanjutkan tradisi yang telah ada di Chios selama ratusan tahun ini.
Hingga pada tahun 1890, meriam asli digunakan untuk prosesi perang roket ini. Meriam yang mereka gunakan umumnya adalah meriam tak berizin dan merupakan barang sitaan. Menilik ke belakang, sejarah ini terjadi perang roket ini mulai ada sejak kependudukan Ottoman di Chios.
Kembali ke abad 19, penduduk asli Chios kala itu memiliki kapal yang dilengkapi dengan meriam untuk melawan para perompak. Ketika penjajahan Ottoman datang ke wilayah tersebut, mereka menyita meriam -meriam warga untuk menghindari pemberontakan. Namun, sebagai gantinya, warga kemudian beralih untuk menembakkan kembang api. Dan setelah itu, tradisi ini kembali berlanjut hingga sekarang.
Perang roket yang Chios, atau yang umum disebut oleh masyarakat dengan ‘Rouketopolemos’ merupakan ‘perseteruan antara dua gereja yang ada di Vrondados pada saat paskah tiba. Dua gereja ini yakni Angios Marcos dan Panaghia Ereithiani. Dua gereja ortodoks ini berusaha memukul lonceng gereja satu sama lain dengan meggunakan kembang api. Tentu saja, dalam hal ini, kembang api yang di arahkan tak selalu tepat sasaran.
Dalam rangka menyambut pesta perang roket ini, masyarakat meracik sendiri roket-roket yang mereka buat. Warga Vrodados membutuhkan beberapa bulan lamanya untuk mempersiapkan tradisi unik ini. Kira-kira sekitar 70-100 lebih orang bahu membahu dalam membuat ‘senjata’ perang mereka.
Roket yang diperlukan pun tak sedikit, berkisar mulai belasa ribu, hingga 80.000 roket dibuat setiap tahunnya. Meskipun dari jumlah tersebut, tak semuanya dinyalakan ke udara. Untuk melindungi masyarakat, terdapat jaring dari kabel – jaring yang telah dipasang sebelumnya.
Alasan tourisme mungkin menjadi salah satu alasan mengapa tradisi ini masih eksis di kalangan masyarakat. Beberapa masyarakat mungkin bukanlah penggemar dari tradisi ‘membahayakan’ ini. Segera setelah kembang api dinyalakan, antusiasme dari beberapa masyarakat mungkin semakin menurun. Hingga keesokan harinya, mereka akan menemukan telinga mereka berdengung, dengan udara penuh dengan bau sulfur pada pagi hari.
Beberapa orang mungkin menolak konsep tradisi yang dianggap berbahaya ini. Namun, bagi sebagian lain masyarakat, mereka masih ingin untuk melestarikan tradisi ini. Beberapa mengatakan karena adanya kenangan dan nostalgia masa kecil ketika mereka melakukannya.