Mengenal Tradisi Sekaten di Keraton Solo dan Yogyakarta

Tradisi Sekaten untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW memang sudah dilakukan secara turun temurun dari abad 15. Sudah tau rangkaiannya?

SHARE :

Ditulis Oleh: Vania Malinda

Abdi dalem Keraton Surakarta menabuh gamelan Kyai Guntur Madu di Halaman Masjid Agung Keraton. sumber

Sekaten merupakan acara tahunan yang sudah ada sejak lama di Solo dan Yogyakarta. Tradisi yang digelar sejak abad 15 ini bertujuan untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Sekaten juga merupakan tradisi yang selalu ditunggu oleh masyarakat Solo dan Jogja menjelang penutupan akhir tahun.

Pada tradisi ini, selalu diadakan pasar malam selama satu bulan penuh. Kemudian pada puncak acara diadakan Grebeg Maulud Nabi yang berupa kirab gunungan. Tahun ini puncak acara sekaten jatuh pada 1 Desember lalu.

Sekaten sendiri dipercaya sebagai perpaduan antara kesenian dan dakwah. Tradisi ini merupakan salah satu bentuk penyebaran agama Islam di Jawa. Walisongo menggunakan kesenian untuk menarik masyarakat agar datang dan menikmati acara ini. Dari acara ini masyarakat mulai diperkenalkan dengan agama Islam.

Sekaten di Keraton Surakarta

Prosesi resmi Sekaten Surakarta tahun ini dimulai Jumat, 24 November 2017 lalu. Prosesi adat ini diawali dengan keluarnya dua gamelan milik Keraton Surakarta. Dua gamelan  itu ialah gamelan Kyai Guntur Madu dan gamelan Kyai Guntur Sari.

Kedua gamelan tersebut dibawa menuju Masjid Agung Surakarta dengan rute Kori Kamandungan-jalan Sapit Urang Barat – menuju Masjid Agung Surakarta. Pembukaan sekaten ditandai dengan upacara ungeling gangsa atau tabuhan gamelan.

Masyarakat memadati gunungan yang dibawa oleh para abdi dalem Keraton Surakarta. sumber

Gamelan Kyai Guntur Madu akan dimainkan terlebih dahulu kemudian baru gamelan Kyai Guntur Sari. Para niyaga gamelan akan menabuh gamelan sepanjang siang hari, dan hanya beristirahat pada waktu solat Dzuhur dan Ashar.

Pada puncak sekaten diadakan Grebeg Maulud Nabi atau kirab gunungan dari Keraton Surakarta. Ada dua gunungan pada Grebeg Maulud di Keraton Surakarta, yaitu gunungan jaler (laki-laki) dan gunungan estri (perempuan)

Uniknya, masyarakat rela berdesakan untuk mendapatkan isi gunungan tersebut karena dipercaya bisa membawa berkah dari Tuhan.

Sekaten di Keraton Yogyakarta

Hampir sama dengan sekaten di Solo, Keraton Jogja juga mengelar tradisi ini selama sebulan penuh. Tradisi Sekaten di Yogyakarta dimulai dengan Slametan untuk memohon ketentraman dan kelancaran, tradisi ini bersamaan dengan dibukanya pasar malam perayaan Sekaten.

Satu minggu sebelum acara puncak sekaten, Gamelan dibunyikan di dalam Kraton pada malam tanggal 6 Rabiul Awal di Bangsal Poconiti mulai pukul 19.00 hingga pukul 23.00 WIB.

Pada pukul 23.00 gamelan dipindahkan ke Masjid Agung Yogyakarta oleh para prajurit Kraton. Selama satu minggu gamelan dibunyikan terus menerus, kecuali pada waktu solat Dzuhur dan Ashar. Dua gamelan ini ialah gamelan Kyai Guntur Madu dan Gamelan Kanjeng Kyai Nagawilaga.

Puncak acara sekaten ditandai dengan grebeg maulud atau keluarnya gunungan dari Keraton. Sumber

Upacara selanjutnya ialah Numplak Wajik. Berlokasi di Magangan Kidul, upacara numplak wajik merupakan tanda dimulainya pembuatan gunungan wadon.

Kemudian dilaksanakan upacara miyos atau hadirnya Sri sultan di Masjid besar untuk menyebarkan udhik-udik yang berisi beras, bunga, dan uang logam. Setelah itu Sri Sultan duduk di serambi masjid untuk mendengarkan pembacaan riwayat hidup Nabi Muhammad SAW.

Miyos Dalem berakhir ditandai dengan pelaksanaa Kondur Gongso atau dikembalikannya gamelan kembali ke dalam Keraton. Rangkaian upacara terakhir sekatenan yaitu dikeluarkannya Hajad Dalem Pareden atau Gunungan tepat pada 12 Rabiul Awal.

Yang membedakan dengan sekaten di Solo, di Keraton Yogyakarta ada 6 buah gunungan, yaitu 2 buah gunungan lanang/laki-laki, 1 gunungan wadon/perempuan, 1 gunungan dharat, 1 gunungan gepak, 1 gunungan pawuhan.

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU