Mengenal Masjid Tertua di Indonesia dan Tradisi Unik Bagi Jamaah Tarekat Aboge

Masjid tertua di Indonesia adalah Masjid Saka Tunggal di daerah Banyumas. Masjid ini dibangun tahun 1288, jauh sebelum datangnya Wali Songo pada masa abad 15 - 16 M. Masjid ini juga punya jamaah yang berbeda, dan memiliki tradisi unik di setiap penghujung ramadhan.

SHARE :

Ditulis Oleh: Rizqi Y

Tahukah Anda, apa dan di mana masjid tertua di Indonesia? Mungkin sebagian orang akan berpikir, masjid-masjid yang dibangun di masa Wali Songo. Padahal sebetulnya, masjid tertua di Indonesia adalah Masjid Saka Tunggal di daerah Banyumas. Masjid ini dibangun tahun 1288, jauh sebelum datangnya Wali Songo pada masa abad 15 – 16 M.

Baca juga: Menikmati Nuansa Ramadhan di Aceh, Coba Wisata Religi di 5 Masjid Bersejarah Berikut

Masjid tertua di Indonesia yang punya satu penyangga saja. Foto: Rindu Masjid

Masjid tertua di Indonesia ini berlokasi di Desa Cikakak, Bayumas, Jawa Tengah. Dulu nama asli masjid ini adalah Masjid Saka Tunggal Baitusalam. Namun orang-orang lebih mengenalnya dengan sebutan Masjid Saka Tunggal berkat keberadaan tiang penyangganya yang hanya berjumlah satu buah.

Dengan ukuran 12 x 18 meter, Masjid Saka Tunggal berdiri di tengah suasana khas pedesaan masyarakat Jawa yang kental dan teduh. Di kawasan masjid tersebut, kera dapat hidup bebas dan memenuhi lingkungan masjid.

Berdirinya Masjid Saka Tunggal ini tak lepas dari sosok Mbah Mustolih. Konon Mbah Mustolih ini merupakan salah seorang tokoh yang hidup di era Mataram Kuno dan menjadi penyebar agama Islam di kawasan Cikakak. Masjid Saka Tunggal menjadi salah satu bukti bahwa dulunya kawasan ini menjadi salah satu wadah dalam menyampaikan ajaran Islam.

Tarekat Aboge dan tradisi unik penghujung ramadhan masjid tertua di Indonesia

Jamaah Tarekat Aboge dan tradisi lebarannya. Foto: wongaboge

Setiap penghujung ramadhan, masyarakat di Cikakak kerapkali menjadi perhatian banyak kalangan. Salah satu alasannya, karena masyarakat di sini memiliki hari raya Idul Fitri atau lebaran yang berbeda dengan masyarakat umum.

Masyarakat Cikakak memang memiliki perhitungan sendiri mengenai penetapan 1 Syawal, di mana dalam hal ini mereka merupakan pengikut tradisi Tarekat Aboge yang terdiri atas 500 anggota.

Unik lagi, saat pelaksanaan sholat Idul Fitri, khutbah yang disampaikan menggunakan Bahasa Arab dan tanpa mengenakan pengeras suara. Seusainya pelaksaan shalat tersebut pun jamaah akan membacakan takbir, ratib, tahlil, dan shalawat yang dipadu dengan suara beduk serta terbang.

Baca juga: 9 Kesamaan Tradisi Lebaran di Berbagai Negara di Dunia

Selesai melakukan doa bersama, masyarakat setempat akan berbarengan menjalani prosesi silaturahmi. Para jamaah akan membaur dengan warga lain yang datang ke area Masjid Saka Tunggal. Mereka akan membentuk barisan panjang yang mengelilingi lokasi masjid sembari berjabat tangan dan mengucap maaf.

Prosesi tersebtu akan ditutup dengan acara kenduri di dalam masjid. Masyarakat akan bersama-sama menyantan makanan yang dibawa menggunakan tenong dan rantang.

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU