Mengapa Suku Tengger Selalu Memakai Sarung? Ini Alasannya

Hampir semua masyarakatnya, baik tua dan muda, laki-laki dan perempuan, memakai sarung. Sebenarnya mengapa Suku Tengger selalu memakai sarung?

SHARE :

Ditulis Oleh: Taufiqur Rohman

Suku Tengger atau juga dikenal dengan wong Tengger atau wong Brama merupakan etnis suku yang mendiami sekitar daerah dataran tinggi di Pegunungan Bromo-Tengger-Semeru, Jawa Timur. Keberadaan mereka memiliki keterkaitan erat dengan kisah legenda asal mula Gunung Tengger oleh leluhurnya, yakni Rara Anteng dan Jaka Seger ribuan tahun lalu.

Nama Tengger pun berasal dari gabungan antara Rara Anteng dan Jaka Seger. Mereka diyakini merupakan keturunan langsung dari Kerajaan Majapahit. Sistem kepercayaan yang dianut adalah Hindu, Gunung Bromo dipercaya sebagai gunung suci. Setahun sekali setiap bulan purnama di bulan kasodo (kesepuluh), Suku Tengger mengadakan Yadnya Kasada.

Satu hal unik dari masyarakat Tengger yang pasti kita temui saat datang berkunjung ke Gunung Bromo, sarung. Hampir semua masyarakatnya, baik tua dan muda, laki-laki dan perempuan, memakai sarung. Motifnya sangat beragam, cara menggunakannya pun berbeda-beda. Sebenarnya apa makna penting sarung dan mengapa Suku Tengger selalu memakai sarung?

Sarung telah dikenal sejak lama dan telah menjelma menjadi bagian dari identitas Suku Tengger di Pegunungan Bromo-Tengger-Semeru (wikipedia.org).

Makna Sarung Bagi Suku Tengger

Salah satu desa di sekitar Pegunungan Bromo yang banyak dihuni oleh etnis Suku Tengger yaitu Desa Argosari yang berada di ketinggian lebih dari 2000 mdpl. Saat malam tiba dan menjelang pagi, suhu udara di tempat ini memang sangat rendah sehingga terasa cukup dingin. Rasanya wajar sarung dipakai untuk menghalau hawa dingin agar tubuh tetap hangat.

Namun saat hari sudah beranjak siang dan udara mulai menghangat pun tetap banyak masyarakat Tengger yang masih mengenakan Sarung. Dari penuturan petinggi desa, sarung bagi masyarakat Tengger sudah menjadi sebuah identitas, harga diri, bahkan tren. Mereka yang tidak mengenakan sarung dinilai malu mengakui identitasnya sebagai bagian Suku Tengger.

Bagi kaum laki-laki, sarung berguna untuk formalitas, bergaya, dan atribut penunjang untuk bekerja. Cara pemakaiannya sangat beragam, seperti sengketan atau diselempangkan, serta sempetan yaitu dengan melipatkan sarung hingga batas pinggang. Sedangkan bagi kaum perempuan, sarung adalah penanda status sosial tertentu dalam tatanan masyarakat.

Sarung dikenakan oleh kalangan tua dan muda, laki-laki dan perempuan Suku Tengger (travel.kompas.com).

Khusus untuk perempuan, cara penggunaan sarung dapat menggambarkan kondisi atau status mereka saat ini. Misalnya jika sarung dipakai dengan cara menyimpulkan ke belakang menandakan bahwa mereka masih gadis dan belum memiliki pasangan. Sarung yang disimpulkan ke depan artinya mereka sudah menikah. Dan jika disimpulkan di kiri berarti sudah janda.

Budaya memakan sarung seolah telah menjadi peraturan tak tertulis yang wajib dipatuhi oleh setiap masyarakat Tengger. Konon budaya ini sudah ada sejak Suku Tengger lahir, bedanya dahulu menggunakan kain bukan sarung. Meskipun zaman telah berubah, budaya memakai sarung tetap terus dilestarikan sebagai warisan budaya leluhur yang berharga.

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU