Kopi Akulturasi Semarang, Perpaduan Budaya Dalam 1 Gelas

Pernah coba Kopi Akulturasi Semarang? Rekomendasi terbaik bagi para pencinta kopi penyuka kebudayaan saat berkunjung ke Kota Atlas.

SHARE :

Ditulis Oleh: Echi

Berwisata ke Semarang tak bisa dilepaskan dengan wisata budaya dan sejarahnya. Gereja Blenduk Kota Lama Semarang, Masjid Layur di Kampung Melayu, Klenteng Tay Kek Sie di Pecinan jadi tempat bersejarah yang selalu ramai dikunjungi wisatawan. Para penikmat budaya dan sejarah mengunjungi tempat-tempat tersebut untuk memuaskan rasa ingin tahunya tentang multikulturalisme yang ada di Semarang. 

Baca juga alasan kenapa bermalam di tengah Kota Lama Semarang sangat menyenangkan

Jika tempat wisata sejarah di atas sudah terlalu mainstream untuk dikunjungi, Semarang masih punya destinasi lain yang harus dijamah para pencinta budaya yang masih penasaran dengan multikulturalisme di Semarang. Tekodeko Koffiehuis rasanya jadi rekomendasi yang tepat buat para penikmat sejarah yang juga seorang pencinta kopi.  

Tidak seperti kedai kopi pada umumnya, Tekodeko Koffiehuis menawarkan signature coffee dengan konsep kopi akulturasi. Ada yang tahu, apa itu kopi akulturasi? 

Makna kopi akulturasi Semarang

Potret lukisan empat unsur budaya yang mendiami Semarang. Foto dari Echi / Phinemo.com

Menyalin makna akulturasi dari KBBI, akulturasi merupakan suatu percampuran dua kebudayaan atau lebih yang saling bertemu dan saling mempengaruhi. Akulturasi budaya Semarang muncul semenjak zaman penjajahan pada abad ke-16. Kebudayaan yang berkembang di Semarang tak bisa lepas dari pengaruh penjajahan Belanda, kedatangan para saudagar Arab dan Tiongkok. 

Masuknya para imigran dari berbagai bangsa ini lah yang kemudian membawa kebudayaan yang berbeda. Salah satu nya adalah budaya minum kopi. Bangsa Belanda, Arab, Tiongkok, dan para pribumi memiliki cara yang berbeda dalam menikmati secangkir kopi. 

Perbedaan cara menikmati kopi dari ke-empat ras mendiami kota Semarang inilah yang kemudian diangkat menjadi signature kopi akulturasi. Dengan kata lain, kopi akulturasi merupakan cerminan identitas kota Semarang yang di dalamnya mengandung unsur-unsur multikulturalisme Belanda, China, Jawa, dan Arab. 

Baca juga rekomendasi wisata kekinian yang masih hits di Semarang 

Hadirkan identitas Semarang dalam empat jenis kopi akulturasi 

Kopi akulturasi Semarang yang disajikan bukan serta merta mengambil racikan kopi yang benar-benar sama persis dari kebudayaan asalnya. Tekodeko telah melalui proses panjang dengan melakukan experiment dan penyesuaian kebudayaan minum kopi warga lokal. 

Kopi Gendhis 

Kopi Gendhis, Chicken Bites, dan Burger. Foto oleh Echi / Phinemo.com

Kopi Gendhis misalnya. Kopi Semarang ini merupakan cerminan identitas suku Jawa yang mendiami Semarang. Ciri khas orang Jawa yang mayoritas suka dengan rasa manis muncul dalam segelas kopi akulturasi ini. Aroma kopi yang cukup kuat dengan rasa yang tidak begitu tajam jadi pilihan kopi akulturasi yang paling banyak disukai. Toping caramel yang terbuat dari gula jawa dipilih untuk mengangkat kebudayaan Jawa.

Kopi Cheng Li 

Kopi Cheng Li yang disajikan bersama dengan eggroll. Foto oleh Echi / Phinemo.com

Sudah terlihat dari namanya, Kopi Cheng Li merupakan kopi akulturasi budaya Tiongkok di kota Semarang. Tak banyak yang tahu, orang-orang Tiongkok memiliki kebudayaan minum kopi yang unik. 

Jika banyak orang lebih suka menambahkan gula atau susu dalam segelas kopi, orang-orang Tiongkok memilih mencampurkan kopi dengan teh. Dan, tradisi minum kopi ini pun hanya dilakukan pada pagi hari. 

Namun, untuk menyesuaikan lidah orang Indonesia, kemudian ditambahkan lah susu kental manis dalam sajian Kopi Cheng Li yang berfungsi sebagai penengah yang adil. Dalam bahasa Hokkian, Cheng Li sendiri berarti ‘bertindak adil’.

Kopi Londo 

Es Kopi Londo dengan perpaduan gula, susu, dan biskuit speculaas. Foto oleh Echi / Phinemo.com

Sedangkan Kopi Londo merupakan kopi akulturasi yang menghadirkan kebudayaan minum kopi orang-orang Belanda. Kopi akulturasi budaya Belanda ini mencampurkan kopi dengan susu. Yang membedakan Kopi Londo dengan kopi lainnya adalah cemilan pendamping. 

Orang-orang Belanda memiliki tradisi yang unik, sebelum meminum segelas kopi akan disajikan camilan ringan berupa biskuit atau speculaas. Saat menyajikan segelas Kopi Londo, Tekodeko menambahkan speculaas alias kue rempah, sebagai pendamping minum kopi. 

Kopi Arab 

Kopi Arab yang kuat cita rasa rempahnya. Foto oleh Echi / Phinemo.com

Yang terakhir adalah Kopi Arab. Kehadiran kopi akulturasi budaya Arab ini terinspirasi dari kebiasaan minum kopi warga Kampung Melayu yang mayoritas keturunan Arab. Dulu, orang-orang Arab yang bermukim di Kampung Melayu selalu menyiapkan segelas kopi sambil menunggu adzan Magrib selama bulan suci Ramadhan. Kopi khas Kampung Melayu ini memiliki cita rasa yang unik. Di dalam segelas kopi terdapat berbagai macam rempah-rempah seperti jahe, cengkeh, kayumanis, dan sereh. 

Meski tak 100% memiliki cita rasa yang sama persis seperti kopi asalnya, Kopi Arab lebih bisa dinikmati. Pahit kopinya menyatu dengan pedas dari rempah-rempah. Setelah meminumnya, tubuh akan menjadi lebih hangat. 

Tekodeko tak hanya ‘sajikan’ akulturasi budaya Semarang dalam secangkir kopi tapi juga pada desain interior ruangnya

Menikmati kopi sambil ngobrol bersama teman. Foto oleh Echi / Phinemo.com

Tekodeko Koffiehuis terletak di kawasan Kota Lama Semarang. Sangat dekat dengan Gereja Blenduk yang jadi ikon Kota Lama. Kira-kira hanya butuh berjalan kaki selama 3-5 menit. 

Berdiri di atas bangunan tua peninggalan Belanda khas Kota Lama, Tekodeko Koffiehuis memiliki interior ruang dengan konsep vintage. Suasana dalam kedai kopi pun nyaman untuk ngobrol bersama teman. Maka, tak heran banyak wisatawan yang mampir ke kedai ini untuk menikmati suasana sore Kota Lama. 

Selain itu, Tekodeko dikelilingi tempat-tempat tujuan wisatawan yang menarik juga untuk dikunjungi seperti toko souvenir khas Semarang, pasar barang antik, dan Gereja Blenduk tentunya. 

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU