Travel + Leisure, majalah perjalanan yang bermarkas di New York, Amerika Serikat, menobatkan Bali sebagai pulau terbaik ke-2 dunia, unggul tipis dari Maldives dan jauh melampaui Hawai yang baru saja mencatatkan kenaikan kunjungan wisatawan 4,7% pada 2015 lalu. Bali hanya kalah dari dari habitat kura-kura purba, Kepulauan Galapagos di Ekuador.
Majalah yang mengklaim dibaca 4,8 juta orang per bulannya dan disebut sebagai rival berat majalah National Geographic Traveler ini menyebut sunrise kemerahan di Sanur dan Besakih menjadi tempat yang wajib dikunjungi di Bali. Selain itu, perpaduan modernitas dan unsur budaya yang masih sangat kental di Bali disebut akan memberikan kesan mendalam bagi wisatawan.
Berikut urutan peringkat pulau terbaik dunia yang ditentukan oleh majalah Travel + Leisure:
1. Kepulauan Galapagos – Ekuador (skor: 90.82)
2. Bali – Indonesia (skor: 88.98)
3. Maldives (skor: 88.53)
4. Tasmania – Australia (skor: 88.32)
5. Santorini – Yunani (skor: 87.93)
6. Moorea – French Polynesia (skor: 87.90)
7. Maui – Hawaii (skor: 87.89)
8. Kauai – Hawaii (skor: 87.88)
9. Great Barrier Reef – Australia (skor: 87.31)
10. Malta (skor: 86.90)
Meski baru saja mendapat kabar gembira, Pulau Dewata tak boleh lengah. Pariwisata Bali di tahun 2016 justru diperkirakan akan mengalami stagnasi. Tak ada kenaikan kunjungan mencolok jika tak dilakukan perubahan.
Tingkat kejenuhan wisatawan, dan juga pesatnya perkembangan destinasi-destinasi unggulan lain mengancam ‘kenyamanan’ pariwisata Bali di 2016.
“Sudah banyak alternatif berwisata diluar Bali. Kita harus bisa mengantisipasi kondisi yang ada, bila ingin tetap melihat kepariwisataan Bali bergeliat,” ungkap Ida Bagus Lolec Surakusuma, pegiat sekaligus pengamat kepariwisataan Bali.
Berbagai fenomena sosial di Bali, termasuk aksi-aksi teror yang masih mewarnai kehidupan masyarakat dunia, akan mempengaruhi kunjungan wisatawan mancanegara ke Bali. Namun, hal ini berbanding terbalik dengan geliat wisatawan lokal. Ditengah perkembangan akomodasi budget, akan memberikan angin segar dari sisi kunjungan wisatawan domestik.
“Belajar dari tahun 2015, wisatawan mancanegara menurut saya akan menurun. Tapi kondisi itu masih mampu ditutupi kunjungan wisatawan nusantara. Artinya akan terjadi stagnasi kuantitas, karena perubahan komposisi wisatawan yang datang,” kata Lolec.
Dari pengalaman 2015, ada beberapa hal perlu dilakukan dan diperbaiki. Diantaranya adalah pola tanggap bencana dan aksi cepat dalam menyiasati fenomena alam, agar tidak mengurangi kenyamanan wisatawan. Hal ini belajar dari kejadian erupsi Gunung Raung dan Gunung Baru Jari yang memaksa dilakukannya penutupan Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai.
Smeentara itu, menanggapi soal penobatan Bali sebagai pulau terbaik ke-2 dunia oleh Travel + Leisure, Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Provinsi Bali, Ida Bagus Ngurah Wijaya meminta para pelaku pariwisata Bali tak berbesar kepala terlebih dahulu. Apalagi, kata dia, dari hasil skor perbedaan nilai antara Bali di posisi kedua dengan peringkat ketiga sangat sedikit. “Artinya, bukan tidak mungkin Bali akan disalip oleh destinasi lain di dunia karena persaingan yang ketat dan luar biasa,” ucap Wijaya.
“Kalau untuk di Asia, Bali selalu nomor satu. Sementara untuk dunia, Bali menjadi nomor dua,” kata Wijaya, Senin (4/1).
Menurut Wijaya, pariwisata Bali masih punya banyak pekerjaan rumah untuk dibenahi, ini dia;
Pusat sudah ke luarkan PP. Sementara Bali sendiri belum mempunyai Perda (Peraturan Daerah) atau Pergub (Peraturan Gubernur) dalam menerapkan UU Pariwisata tersebut. Sementara kebutuhan lapangan saat ini sudah sangat mendesak.
Hotel-hotel di Bali yang sudah kelebihan kamar, tetapi izin akomodasi pariwisata terus dikeluarkan pemerintah. Cepat atau lambat, kata Wijaya, akan terjadi perang tarif kamar hotel di Bali. Imbasnya, Bali akan dijual secara murah meriah. “Coba dibayangkan destinasi terbaik dunia, tetapi harganya sangat murah.”
“Bali itu sangat tidak ketat penerapan tata ruang. Ruang terbuka hijau dilanggar, sempadan pantai, sungai, gunung, masih dilanggar!” ujar Wijaya.
Sampah di Bali masih menjadi momok yang menakutkan. Manajemen sampah belum diterapkan secara baik dan benar. Lihat saja TPA Suwung yang masih saja tercium aroma tak sedap. Padahal lokasi tersebut berdekatan dengan Pelabuhan Benoa, lokasi pariwisata dan juga pemukiman warga.
Kemacetan juga menjadi tantangan bagi Bali. Bali yang sangat kecil ini dijejali dengan jutaan kendaraan bermotor baik roda dua maupun roda empat. Setiap jalur baru dibuka selalu dipenuhi kendaraan.
Begitupun masalah krisis air bersih, juga menjadi tantangan tersendiri. Bila tidak dibenahi mulai sekarang, jangan harap Bali akan kembali masuk deretan pulau-pulau terbaik dunia.
Bali sebenarnya memiliki senjata utama untuk menghadapi makin ketatnya persaingan pariwisata internasional, wisata budaya!
Menghadapi era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang berlaku sejak awal tahun ini, wisata budaya disebut sebagai ujung tombak pariwisata Pulau Dewata.
“Alam dan budaya Bali berkembang bersamaan dengan manusianya. Ini yang menjadi kekuatan kita,” kata Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati atau akrab disapa Cok Ace.
Salah satu andalan wisata budaya di Bali berlokasi di Tanah Lot. Data Badan Daya Tarik Wisata (BDTW) Tanah Lot menunjukkan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara dan domestik ke destinasi ini sepanjang 2015 mencapai 3,179 juta orang. Manager BDTW Tanah Lot, I Ketut Toya Adnyana mengatakan angka ini meningkat 1,7 persen dibandingkan setahun sebelumnya.
Tingkat kunjungan tertinggi terjadi pada Desember 2015 yang bertumbuh 77 persen dibandingkan November 2015. Capaian jumlah pengunjung di Tanah Lot sepanjang 2015 sudah di atas target yang semula 2,367 juta.