Kerajaan di Pulau Jawa yang Masih Eksis Hingga Sekarang, Sudah Tahu?

Sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia lahir, wilayah nusantara dikuasai oleh kerajaan-kerajaan di Pulau Jawa dan pulau-pulau lainnya.

SHARE :

Ditulis Oleh: Taufiqur Rohman

Sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia lahir, wilayah nusantara dikuasai oleh kerajaan-kerajaan di Pulau Jawa dan pulau-pulau lainnya, seperti di antaranya Kesultanan Mataram, Kerajaan Medhang Kamulan, Kerajaan Majapahit, hingga Kerajaan Kutai Kertanegara. Namun setelah masa kolonialisme bangsa Eropa hingga kemerdekaan, sebagian besar kerajaan yang pernah berjaya di nusantara kemudian runtuh.

Terdapat ratusan kerajaan yang pernah ada di Indonesia. Tidak banyak yang tahu, ternyata beberapa kerajaan yang masih eksis hingga sekarang. Berdasarkan riset Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada tahun 2012, tercatat ada 186 kerajaan masih eksis secara fisik, meliputi wilayah kekuasaan, adat budaya, bangunan istana, serta struktur monarki.

Meskipun eksis secara fisik, semua kerajaan tersebut sudah tak berdaulat penuh karena telah bergabung dengan Indonesia. Di antara 186 kerajaan, yang paling dikenal adalah empat kerajaan pecahan Kesultanan Mataram di Yogyakarta dan Jawa Tengah, yaitu Kesultanan Yogyakarta, Kasunanan Surakarta, Praja Mangkunegaran, serta Kadipaten Pakualaman.

Kesultanan Mataram Terpecah

Garis keturunan penguasa Kesultanan Mataram masih berhubungan erat dengan Kesultanan Demak yang menjadi kerajaan Islam pertama di Jawa. Kesultanan Mataram didirkan oleh Ki Ageng Pamanahan setelah berhasil mengalahkan Arya Penangsang. Sultan Hadiwijaya dari Kesultanan Pajang memberikan tanah Alas Mentaok untuk digunakan sebagai pemerintahan.

Tahun 1577, Ki Ageng Pamanahan membangung keraton di sekitar daerah Kota Gede untuk pusat pemerintahan Kesultanan Mataram. Saat itu, posisi Mataram berada di bawah Kesultanan Pajang. Pada tahun 1584, Ki Ageng Pamanahan wafat dan takhta sultan diberikan kepada putaranya, Danang Sutawijaya. Namun, sang putera konon tidak tunduk kepada Sultan Pajang. Lalu terjadilan pertempuran antara Pajang dan Mataram.

Singkat cerita, Mataram menang dan berhasil memperluas wilayahnya ke seluruh Jawa Tengah hingga Jawa Timur. Danang Sutawijaya mengklaim dirinya sebagai penguasa Pulau Jawa yang berdaulat bergelar Panembahan Senopati. Sejak saat itu Kesultanan Mataram berkembang menjadi kerajaan besar yang disegani. Selama bertahun-tahun Mataram menguasai Jawa.

Perebutan kekuasaan dari dalam dan luar membuat Kesultanan Mataram mengalami kemunduran. Atas siasat licik VOC, lahirlah Perjanjian Giyanti yang membagi Mataram menjadi dua negara, Kasunanan Surakarta serta Kesultanan Yogyakarta. Dalam perjanjian tersebut, Pangeran Mangkubumi terpilih menjadi sultan di takhta Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.

Selang dua tahun, terjadi pergolakan di Kasunanan Surakarta. Raden Mas Said melakukan perlawanan terhadap Pakubuwana III, penguasa utama Kasunanan Surakarta. Melalui Perjanjian Salatiga pada 17 Maret 1757 lalu terbentuk Praja Mangkunegaran untuk Wangsa Mangkunegaran. Wilayah kekuasannya timur dan selatan dari kekuasaan Mataram sebelah timur.

Kadipaten Pakualaman terbentuk setelah Pangeran Notokusumo, putra dari Sultan Hamengku Buwono I dengan Selir Srenggorowati dinobatkan oleh Gubernur Jenderal Raffles dari Britania Raya sebagai Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Paku Alam I. Kadipaten Pakualaman terbentuk dari Kesultanan Yogyakarta, statusnya mirip dengan Praja Mangkungeran.

Setelah Indonesia merdeka, semua kerajaan ini bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kesultanan Yogyakarta bersama Kadipaten Pakualaman mendapatkan status istimewa menjadi D.I. Yogyakarta. Sultan Kesultanan Yogyakarta menjabat sebagai gubernur D.I. Yogyakarta tanpa harus proses Pemilu, sedangkan Adipati Kadipaten Pakualaman wakilnya.

Sebagian berpendapat, para penguasa Kasunanan Surakarta tidak pandai mengambil peran penting di situasi politik masa kemerdekaan. Sebagian lagi berpendapat, penguasa Kasunanan Surakarta adalah sekutu Belanda. Hal itulah yang menyebabkan Surakarta tidak memperoleh hak istimewa seperti Kesultanan Yogyakarta. Sedangkan Mangkunegaran kehilangan kedaulatannya dalam revolusi sosial di Surakarta (1945-1946).

Meskipun demikian, baik Kasunanan Surakarta dan Praja Mangkunegaran masih tetap menjalankan fungsinya sebagai penjaga budaya di tanah Jawa. Tampuk takhta Kasunanan Surakarta saat ini dipegang oleh Pakubuwono XII yang menjabat sejak 2004. Sedangkan di Praja Mangkunegaran takhta dipegang oleh Mangkunegara IX yang menjabat pertama kali di tahun 1987.

Kerjaan Lain yang Masih Eksis

Selain itu, di luar Pulau Jawa juga terdapat beberapa kerajaan yang masih eksis, seperti Kesultanan Ternate. Kesultanan ini berada di Maluku, telah beridri sejak tahun 1257 serta menjadi kerajaan Islam tertua di nusantara. Pada abad ke-16, Kesultanan Ternate mengalami puncak kejayaan berkat perdagangan rempah dan kekuatan militernya yang ditakuti bangsa Eropa.

Di Jawa Barat terdapat Kesultanan Cirebon yang berjaya pada abad ke-15 dan 16 M. Kesultanan ini menjadi pangkapan pelayaran yang penting di Jawa untuk perdagangan antar pulau. Berdiri sejak 1445 oleh ayah Sunan Gunung Jati bernama Pangeran Cakrabuana (Sultan Cirebon I). Pada 1677, dari pecahan Cirebon lahir Kesultanan Kanoman yang juga masih eksis.

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU