Bunga edelweis atau bunga abadi sebenarnya adalah bunga Leontopodium Alpinum yang banyak ditemukan di dataran tinggi Pegunungan Alpen. Bunga berwarna putih ini termasuk dalam keluarga Asteracea (contoh: bunga matahari, daisy, aster, dll) dan tidak memiliki kandungan racun. Bahkan, warga lokal yang tinggal di sekitar Pegunungan Alpen memanfaatkan edelweis sebagai obat sakit perut dan pernapasan.
Di Indonesia sendiri, edelweis pertama kali ditemukan oleh seorang naturalis asal Jerman bernama Georg Carl Reinwardt pada tahun 1819 silam di lereng Gunung Gede. Konon, nama edelweiss diambil dari bahasa Jerman yang berasal dari kata edel (noble) dan weiß (white). Kalau di artikan dalam bahasa Indonesia berarti ‘bunga putih yang sangat dimuliakan’.
Baca juga: Fakta-fakta bunga edelweis yang mungkin belum pernah kamu ketahui sebelumnya.
Bunga edelweis hidup di hutan pegunungan atau pun di tanah vulkanik. Hebatnya lagi, edelweis pun tetap bisa tumbuh di atas tanah tandus. Hal ini dikarenakan, edelweis bisa membentuk mikoriza yang secara efektif meningkatkan efisiensi dalam mencari zat hara.
Bunga abadi ini memang dimuliakan. Kemuliaan bunga berwarna putih ini kemudian dijadikan sebagai simbol atau lambang keabadian cinta. Bukan hanya itu, kecantikan bunga abadi ini pun mampu jadi magnet bagi para pendaki untuk dijadikan objek foto selfie. Saking cantiknya, nggak sedikit pendaki gunung yang membawanya pulang.
Meski edelweis di Indonesia masih satu rumpun dengan Leontopodium Alpinum, namun ternyata jenis edelweis yang ditemui di gunung-gunung Indonesia berbeda dengan edelweis yang ada di luar negeri.
Bunga edelweis jenis Anaphalis Javanica merupakan jenis bunga edelweis yang biasa dijumpai para pendaki gunung Indonesia. Spesies bunga edelweis yang tumbuh di Indonesia di antaranya Anaphalis javanica, Anaphalis viscida dan Anaphalis longifolia.
Anaphalis Javanica pun lebih akrab disebut dengan edelweiss Jawa. Mahkota edelweis jawa terbentuk dari ratusan kuncup bunga kecil bulat dan tidak runcing, berwarna putih. Di tengahnya terdapat “kepala bunga” yang berwarna kuning.
Sedangkan pada wisata derah tinggi, seperti di Bromo, bunga abadi yang diperjualbelikan merupakan hasil budidaya petani edelweis. Warna-warni edelweis seperti cokelat, biru, pink, merupakan hasil dari pewarnaan buatan. Jika diamati, bunga hasil budidaya petani terlihat lebih “gemuk” jika dibandingkan dengan edelweis yang ditemukan di alam bebas.
Baca juga: Seluk beluk budidaya bunga edelweis yang ada di Indonesia.
Bunga edelweis jenis Leontopodium Alpinum merupakan bunga edelweis yang akan mudah dijumpai di daerah pegunungan Alpen. Tanaman ini tersebar di negara-negara yang mengelilingi Pegunungan Alpen seperti Austria, Jerman, Italia, Prancis, dan Swiss.
Bunga abadi ini memiliki bentuk yang berbeda dengan edelweis jawa. Dalam satu bunga edelweis Leontopodium Alpinum terdapat 500 hingga ribuan kuncup bunga dengan 2 hingga 10 “kepala bunga” yang dikelilingi daun beluduru runcing berwarna putih.
Jika di Indonesia, edelweis mulai bermekaran pada akhir musim hujan, sekitar bulan April. Maka, di Eropa, edelweis Leontopodium Alpinum tumbuh saat bulan Juni hingga September.
Bagi banyak negara Eropa, bunga edelweis sangat dimuliakan. Di Swiss misalnya, edelweis tak hanya dijadikan sebagai simbol cinta abadi, tapi juga dijadikan sebagai simbol negara Swiss. Saking mulianya edelweis bagi negara Swiss, sebelum tahun 1914, jajaran petinggi tentara Swiss (brigadir jenderal dan lebih tinggi) memiliki lencana yang berbentuk edelweis, dimana militer lainnya hanya memiliki bintang.
Sedangkan di Selandia Baru, bunga edelweis ditemukan dengan bentuk yang berbeda lagi. Bunga abadi asli Selandia Baru bernama latin Leucogenes grandiceps akan mudah dijumpai di daerah pegunungan Alpine. Sama seperti edelweis di Indonesia dan Swiss, kepala bunga edelweis Selandia Baru berwarna kuning. Kepala bunga ini pun dikelilingi kuncup bunga beluduru berwarna putih. Bedanya, kuncup bunga edelweis Selandia Baru berbentuk agak oval, tidak runcing seperti bunga edelweis Swiss.