Jangan Ulangi Hal Ini Diperjalananmu Berikutnya

Banyak hal-hal yang sebaiknya tak diulangi lagi diperjalanan berikutnya.

SHARE :

Ditulis Oleh: Shabara Wicaksono

Foto dari Nico Hilmy

1. Tak memberi kursi pada seorang nenek di bus

Sore itu, bus Trans Semarang tak terlalu padat. Saya baru saja selesai hunting foto di Kota Lama untuk melengkapi koleksi. Di halte Jalan Pemuda, seorang nenek dengan tas plastik hitam berisi sayur-sayuran naik.

Saya sempat ingin berdiri dan memberikan kursi saya pada si nenek. Namun saya ingat saya membawa cukup banyak aksesoris kamera sehingga akan cukup repot jika saya berdiri. Akhirnya saya justru memasang headset, dan pura-pura tidur.

Sekilas saya melirik pada si nenek. Dia ditawari kursi oleh seorang mahasiswi berambut cepak yang terus mengunyah permen karet.

Dalam hati saya merasa sangat malu. Saat awal naik saya sempat berpikiran buruk pada mahasiswi tersebut karena penampilannya. ternyata dia justru jauh lebih tulus dibanding saya sendiri

2. Sok tahu

Sifat yang berusaha saya hilangkan saat ini. Saya hampir mendapat hal buruk karena sifat satu ini.

Saat pendakian Merbabu melalui jalur Thekelan, saya dan rombongan berniat mengisi bekal minum di pos 3. Kami berpencar berpasangan.

Berdasar tulisan yang saya baca di blog, ada sebuah pipa mata air di sekitar semak-semak sebelah selatan.

Teman saya agak ragu, semak-semak disitu sangat tinggi sehingga kami tak bisa mengawasi keadaan. Dia menyarankan untuk kembali ke tempat berkumpul karena hari mulai gelap dan baik saya atau dia tak membawa senter. Selain itu dia merasa aneh dengan kontur tanah yang kami injak agak lembek.

Disini sifat kekanak-kanakan saya muncul. Saya sangat yakin jika ada mata air disekitar situ, tak mungkin salah.

Beberapa meter melangkah, tiba-tiba tanah yang saya injak longsor! Karena gelap dan semak-semak yang begitu lebat, saya tak sadar jika ternyata saya berjalan disisi jurang, dimana kontur tanahnya tak begitu stabil.

Beruntung teman saya sigap menangkap tangan saya dan langsung menariknya. Saya duduk terdiam dengan kaki masih gemetar, tak percaya hampir saja pergi ke alam lain.

‘Di gunung, banyak hal tak terduga, tetap mawas diri dan jangan sok tahu.’

Saya terdiam. Teman saya berkata dengan nada datar, namun sangat mengena di hati.

3. Rakus mencoba kuliner lokal

Di perjalanan menuju Jogja, saya terus mengunyah snack ringan dengan rasa pedas yang terkenal akan level-levelnya ini.

Malamnya, saya dan rombongan mampir sejenak di Tugu Jogja, untuk berfoto ria -ada beberapa pemuda dengan kostum hantu mangkal di tempat tersebut.

Selesai berfoto, pria berkostum pocong menyarankan untuk pergi angkringan Lik Man, untuk mencoba Kopi Joss, kopi yang menggunakan arang hitam panas. Lokasi angkringan ini tak jauh dari Tugu Jogja.

Disana, saya memesan kopi joss. Arang membara, dijepit menggunakan penjepit kue yang terbuat dari besi, dimasukkan kedalam segelas kopi hitam panas. Uap panas langsung mengepul saat arang masuk kedalam gelas.

Diluar dugaan, ternyata rasanya sangat manis, tak pahit seperti yang saya bayangkan sebelumnya. Saat asyik menyesap kopi sembari mengobrol dengan Pak Kobar, pengelola Angkringan Lik Man generasi ke-3, saya melihat menu es tape ketan soda. Karena penasara, saya memesannya serta tak ketinggalan beberapa bungkus nasi kucing lengkap dengan sate ususnya.

Hasilnya, keesokan harinya semua rencana berkeliling Jogja yang susah payah disusun sebelumnya harus batal karena saya harus meringkuk seharian di penginapan akibat perut yang sangat melilit karena kebodohan saya sendiri malam itu.

4. Membuat perencanaan terlalu banyak

Saya ingat pepatah lama, ‘Tidak ada satu kebaikanpun pada hal yang dipaksakan

Saat itu, saya dan seorang kawan hanya memiliki waktu luang 3 hari, kami nekat berkunjung ke Banyuwangi.

Dua belas jam perjalanan kereta dari solo, dengan kursi 90 derajat, membuat leher ini kaku hingga keesokan harinya, tiba di Banyuwangi saat malam, langsung menyewa motor untuk menuju Kawah Ijen malam itu juga, pukul 00.30 WIB. Turun dari Kawah Ijen pukul 08.00 WIB, istirahat sejenak untuk mandi dan sarapan, pukul 10.00 WIB kami menuju Taman Nasional Baluran di ujung utara Banyuwangi, tepatnya di perbatasan Kabupaten Situbondo, untuk kemudian pukul 19.00 WIB kami sudah berada di terminal Sri Tanjung bersiap ke Surabaya untuk naik kereta menuju Semarang, selama 8 jam perjalanan.

Sebuah perjalanan paling melelahkan yang pernah saya lakukan. selain lelah luar biasa, saya kurang bisa menikmati tiap tempat yang saya kunjungi karena singkatnya waktu berkunjung.

Tak apa berkunjung ke satu tempat, namun puas menjelajahinya, daripada banyak tempat sekaligus namun hanya sekilas-sekilas.

Kualitas lebih penting daripada kuantitas, kecuali jika tujuanmu hanya untuk pamer jumlah destinasi yang pernah kamu kunjungi.

5. Memindahkan lemari pakaian kedalam ransel

Awal bepergian, saat itu ke Bali, saya membawa 9 stel baju untuk perjalanan 3 hari dengan perkiraan 3 baju untuk 1 hari. Hal yang saya sesali karena ternyata hanya 3 stel baju yang akhirnya saya kenakan.

Mungkin Dina & Ryan dari Dua Ransel akan tertawa melihat persiapan saya 3 hari di Bali dengan baju sebanyak itu, dimana mereka biasanya hanya membawa 3-4 potong baju di ranselnya.

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU