Berkunjung ke Sulawesi Selatan akan lebih lengkap jika traveler juga merasakan pengalaman mendaki ke Gunung Latimojong, gunung tertinggi di Sulawesi yang juga masuk dalam deretan 7 summit Indonesia. Jalur pendakian Gunung Latimojong tidak begitu sulit, jadi pendaki pemula pun tidak sulit untuk mencapai puncaknya.
Sebelum memutuskan untuk mendaki ke Gunung Latimojong, Kamu harus memperhatikan jalur pendakiannya terlebih dahulu agar tidak tersesat dan salah jalan. Berikut ini beberapa keterangan singkat dan jelas tentang jalur pendakian Gunung Latimojong:
Untuk mencapai puncak tertinggi Latimojong, yakni Puncak Rante Mario, traveler harus memilih jalur yang mau dipilih terlebih dahulu. Karena gunung ini memiliki beberapa basecamp dan jalur pendakian. Hal ini dipengaruhi oleh letak gunung yang berada di empat kabupaten, yakni Enrenkang, Tana Toraja, Sidenreng Rapang, dan Kabupaten Luwu.
Dilansir dari manusialembah.com, setidaknya ada tiga jalur pendakian yang bisa dipilih oleh pendaki:
Dari ketiga jalur ini, satu jalur yang cukup terkenal dan sering menjadi rute pendakian para traveler, yakni Dusun Karangan Kabupaten Enrekang. Jadi, kali ini phinemo akan menjelaskan jalur pendakian Gunung Latimojong Dusun Karangan.
Untuk bisa sampai ke Basecamp di Kabupaten Enrekang, traveler harus melakukan perjalanan dari Makassar menuju Baraka. Perjalanan biasanya mencapai 7 jam menggunakan kendaraan pribadi. Tapi untuk Kamu yang tidak memiliki kendaraan pribadi bisa menaiki mini bus atau Elf dari Bandara Sultan Hasanuddin menuju ke Kota Enrekang.
Sesampainya di sana, naik truk menuju ke Baraka dengan estimasi waktu 1 jam perjalanan. Sesampainya di sana traveler bisa langsung cari tumpangan atau jeep yang harganya cukup mahal sekitar Rp300 an ribu sampai ke Desa Karangan. Di sinilah pendaki bisa beristirahat sembari mempersiapkan pendakian dengan basecamp yang berupa rumah panggung.
Setelah sampai di Desa Karangan, jangan lupa untuk registrasi di basecamp untuk melanjutkan perjalanan ke Pos 1. Jarak Pos 1 dan desa cukup sebentar, sekitar 1 jam lebih 30 menit.
Medannya berupa ladang warga dan perkebunan kopi dan bawang merah. Jalannya cukup bagus dengan jalur yang bisa dilalui oleh kendaraan bermotor. Di sempanjang perjalanan pendaki akan melihat aliran air dan mata air pegunungan yang membasahi jalan.
Jika sampai di Pos 1 pendaki akan menemukan tanda ‘Pos I’ yang dipaku di batang pohon di lahan terbuka di ketinggian 1.800 mdpl. Pos 1 ini sering mendapatkan sebutan Buntu Kaciling.
Memasuki perjalanan menuju pos 2, pendaki akan disambut dengan pepohonan tinggi dan besar. Jalanan berupa tanah yang dihiasi dengan akar pohon yang sesekali menyembul keluar. Pendaki juga akan bertemu dengan jalan sempit berjurang, jadi harus hati-hati ketika ke sini.
Perjalanan ke pos 2 memerlukan waktu sekitar 2 jam. Tanda jika hampir sampai ke pos 2 adalah semakin jelasnya suara aliran sungai dan terdapat jembatan untuk menyeberang. Sesampainya di pos, pendaki akan disambut dengan sebuah gua yang kerap disebut dengan Gua Pa’Pak.
Untuk bisa sampai ke Pos 3, pendaki hanya membutuhkan waktu sekitar 55 menit. Meskipun nampaknya cepat, namun perjalanan ke pos ini cukup menantang karena jalurnya cukup curam.
Di sini tidak ada sumber air hingga ke pos 5, jadi tetap irit persediaan airmu ya.
Tidak seperti pos sebelumnya, perjalanan menuju pos 4 lebih enteng dengan beberapa jalan datar meskipun adapula jalan yang cukup curam. Waktu yang ditempuh untuk melewati jalur ini sekitar 1 jam dengan hutan yang mulai ditumbuhi oleh lumut.
Pendaki tidak bisa mendirikan tenda di tengah perjalanan di pos ini karena ada beberapa tempat lapang, tapi banyak pula yang memutukan untuk istirahat sementara.
Untuk bisa mencapai pos 5, pendaki harus melakukan perjalanan 2 jam. Dalam perjalanan pendaki akan menemukan pemandangan unik pohon berbentuk huruf A, konon ini adalah pintu masuk ke dunia lain.
Pos 5 ini adalah tempat biasa pendaki untuk camping karena memiliki lahan luas dan sumber mata air. Untuk mengambil air, pendaki harus berjalan kurang lebih 10 menit dengan jalan yang cukup curam. Pendaki harus berhati-hati agar tidak jatuh ketika mengambil air.
Lebih baik pendaki mengambil air saat sedang siang atau pagi, takutnya tersesat karena jalan yang kurang terlihat saat malam hari. Ohya, alangkah lebih baik untuk mengisi botol 3-4 botol sekaligus agar tidak bolak-balik.
Menuju ke Pos 6 pendaki akan disambut dengan hutan lumut. Jalurnya cukup menanjak dengan estimasi waktu 1 jam 30 menit.
Di pos 6 pendaki akan melihat pemandangan dengan jelas karena sudah jarang ada pepohonan tinggi.
Perjalananmu akan dihiasi dengan hutan lumut. Bentuknya subur dan gendut menyerupai sarang lebah dan cantik untuk dijadikan spot foto. Di kawasan ini sering kabut dengan sumber mata air yang mudah dijangkau.
Pendaki bisa camping di sini karea areanya cukup luas meskipun tak seluas pos 5. Perjalanan menuju pos 7 sekitar 2 jam.
Tanda pendaki sudah sampai Puncak Rante Mario adalah adanya balok besar di atas batu bertuliskan “Rante Mario 3478 MDPL”.
Sebelum sampai ke puncak, pendaki harus melakukan perjalanan berat dan curam. Tapi semuanya akan terbayar setelah sampai ke puncak.