Kita melihat dengan mata, lalu kita melihat dengan hati, dengan rasa dan kita berjalan dengan mata kaki. Wahai pendaki-pendaki pilihan, hembuskanlah semangat pendakianmu. Torehkanlah pada birunya hati, lalu pancangkan merah putih dan kibarkan ke seluruh penjuru pelosok negeri. Berdirilah tegas di puncak tujuanmu
Sederhana tapi penuh makna, itulah beberapa untaian bait kata yang terselip dalam trailer film dokumenter Negeri Dongeng.
Negeri Dongeng merupakan sebuah film dokumenter yang bercerita tentang kisah nyata pendakian menggapai tujuh puncak tertinggi Indonesia. Film ini baru saja selesai digarap dan siap untuk tayang di seluruh bioskop Indonesia pada bulan September.
Film dokumenter Negeri Dongeng tak melulu tentang pendakian dan puncak gunung. Lebih dari itu, film ini akan mengajakmu melihat kehidupan manusia di kaki gunung, menyentuh tujuh puncak tertinggi Indonesia, belajar ilmu pendakian, melihat dan merasakan alam Indonesia dengan segala problematikanya.
Pendakian itu nggak melulu tentang puncak. Yok, belajar ilmu pendakian dari 10 film pendaki dengan klik di sini.
Negeri Dongeng digarap oleh tim Aksa7art, yaitu Anggi Frisca (Sutradara), Teguh Rahmadi, Rivan Hanggarai, Jogie KM. Nadeak, Yohanes Pattiasina, Wihana Erlangga dan dr. Chandra Sembiring (Produser).
Beberapa guest ekspeditor yang ikut berperan dalam film ini adalah Nadine Chandrawinata (Cartenz Pyramid Papua), Darius Sinathrya (Gunung Binaiya Ambon), Medina Kamil (Gunung Bukit Raya Kalimantan), Djukardi “Bongkeng” Adriana (Gunung Rinjani Lombok), Alfira “Abex” Naftaly (Gunung Latimojong Sulawesi) dan Matthew Tandioputra (Gunung Semeru Jawa Timur).
Berikut adalah cuplikan teaser-nya yang berjudul Menuju Timur:
Ada perjuangan berat dan panjang di balik pembuatan film dokumenter ini. Juga ada pesan moral yang ingin disampaikan para kru dan juga guest ekspeditor melalui film Negeri Dongeng ini, di antaranya:
Anggi Frisca (33) adalah sutradara film dokumenter Negeri Dongeng. Di balik kesuksesan selesainya film ini digarap, ada banyak hal yang menurutnya begitu membekas di hati dan pikirannya. Baginya, film ini adalah buah dari semangat dan juga kegigihan gotong royong semua anggota tim ekspedisi.
Anggi Frisca mengaku bahwa film Negeri Dongeng ini berawal dari sebuah gagasan yang muncul di bulan Maret 2014. Proses ekspedisi sendiri dimulai pada November 2014 dan selesai pada Mei 2016. Sedangkan untuk proses post production sendirimenghabiskan waktu sampai Agustus 2017.
“Tantangannya adalah persistensi untuk bisa menyelesaikan karya ini. Karena proses pengerjannya tidak sebentar,” ungkap Anggi Frisca.
Dalam kesempatan yang sama, Anggi Frisca lewat filmnya juga ingin menyampaikan pesan mendalam bagi para pendaki,
“Bahwa pendakian gunung bukan tentang menaklukan gunungnya, tapi menaklukan diri sendiri. Bahwa keluar dari zona nyaman untuk menjelajah negeri adalah untuk menumbuhkan rasa cinta terhadap tanah air. Dan kitalah yang menentukan mimpi dan mewujudkan mimpi nya. Hidup adalah perjalanan lakukan perjalanan untuk kehidupan.”
Anggi Frisca pernah memenangkan ‘Best Cinematography’ untuk film ‘Mata Tertutup’ pada Apresiasi Film Indonesia, dan masuk sebagai nomine “Best Cinematography” untuk film ‘Tanah Surga, Katanya’ pada Festival Film Indonesia. Juga menjadi sinematografer pada film ‘Sagarmatha’ dan ‘Nyanyian Musim Hujan’.
Kami juga punya 9 film petualangan lain yang bisa kamu tonton akhir pekan ini. Mau? Klik di sini ya
“Perjalanan ekspedisi untuk film negeri dongeng merupakan pengalaman baru,” begitulah cerita dari Teguh Rahmadi (33), sinematografer dan juga ekspeditor.
Mendaki gunung sekaligus melakukan syuting film memang pengalaman baru untuk Teguh Rahmadi. Apalagi saat dia pertama kali diminta Anggi untuk bergabung dalam tim ekspeditor Aksa 7, dan sadar bahwa pembuatan film ini adalah sebuah proses berkarya yang dibiayai secara swadaya. Teguh Rahmadi merasa bahwa dirinya tertantang dan yakin bahwa ini adalah pengalaman sekali dalam seumur hidup yang layak untuk diambil.
Meski dirinya bukan pendaki gunung dan hanya keilmuan yang dimilikinya hanya membuat film sebagai seorang sinematografer, tapi dirinya tetap semangat dengan menjadikan “jalan-jalan” sebagai motivasinya. Siapa sangka, banyak hal yang menempa dirinya selama proses syuting dan pendakian dilakukan. Apalagi proses pembuatan film ini beda jauh dengan film komersil yang punya banyak tenaga ahli.
“Kalau di Negeri Dongeng, kru di lapangan hanya berenam dan semuanya sinematografer, jadi kita harus mengurus keuangan kita sendiri,” ungkap Teguh Rahmadi.
Selama menjalani proses syuting ini, mereka harus saling belajar, mulai dari manajemen pendakian, manajemen perjalanan dan manajemen pembuatan film. Namun, baginya dan juga tim, hal terberat yang harus dihadapi adalah bagaimana menjaga konsistensi dan juga mencari dana untuk kelangsungan pembuatan film tersebut.
Dalam perbincangannya dengan tim Phinemo, Teguh Rahmadi menyampaikan beberapa hal yang mungkin bisa dijadikan pembelajaran bagi para pendaki dan generasi muda,
“Ada begitu banyak peristiwa yang menambah kedawasaan diri, dan saya mulai merasakan bahwa perjalanan ini tidak sekedar pembuatan film saja, perjalanan ini merupakan proses penemuan dan pendewasaan kita sebagai manusia. Terutama manusia yang hidup dan tinggal di negeri ini, tanah air Indonesia.”
Teguh Rahmadi ini merupakan sinematografer dengan pengalaman tak kurang dari 10 tahun, terutama di dunia iklan televisi.
Matthew Tandioputra, salah satu pendaki termuda yang telah berhasil menyelesaikan 7 puncak Indonesia saat berusia 11 tahun. Matthew ini adalah salah satu guest ekspeditor yang ikut bergabung dalam ekspedisi Aksa 7 sekaligus mengikuti proses pembuatan film Negeri Dongeng. Matthew mengambil kesempatan ikut dalam ekspedisi Aksa 7 saat mendaki ke Gunung Semeru Jawa Timur.
Matthew merasa bangga dan sangat senang saat dirinya diberi kesempatan untuk ikut berperan dalam ekspedisi ini.
“Rasanya bangga dan senang,” cerita Matthew Tandioputra (11), guest ekspeditor Aksa 7.
Matthew yang saat proses pembuatan film masih berusia 9 tahun, sempat mengalami banyak kendala. Mulai dari cuaca ekstrem dan juga ketinggian gunung yang mencapai lebih dari 3.000 mdpl.
“Kesulitan yang paling terasa adalah dingin, bahkan sampai ada es di kepalaku. Dan juga ini gunung 3.000an mdpl pertamaku, jadi memang ini tantangan berat,” tambah Matthew.
Namun keberadaan ayah Matthew sukses mengantarkan bocah ini menyentuh puncak tertinggi Jawa. Meski lelah, namun semangat Matthew yang masih anak-anak bahkan tak pernah padam. Ini bisa menjadi pembelajaran tentang semangat luar biasa bagi para generasi muda untuk meraih sebuah mimpi.
Pegiat alam bebas, Alfira “Abex” Naftali, ikut aktif sebagai guest ekspeditor dan bagian tim aksa 7 selama ekspedisi. Pemilik akun Instagram @anak_bebek ini dikenal sebagai seorang yang sukses menginspirasi dalam berbagai kegiatannya di alam terbuka. Dalam Negeri Dongeng, Abex bergabung dalam pendakian Latimojong, Sulawesi.
Baginya, menjadi bagian dari Aksa 7 adalah hal yang menyenangkan, apalagi saat merasakan energi positif dari para Warriors Aksa 7. Mereka adalah para pendukung ekspedisi Aksa 7 yang ikut mengkampanyekan Negeri Dongeng.
“Pertama kali diajak gabung Aksa 7 kaget, karena memang bukan passion-ku main film sambil naik gunung. Tapi ini jadi pengalaman yang seru banget, apalagi pas di scene Latimojong yang paling banyak drama,” cerita Abex.
Bagi Abex, kesan mendalam justru ada pada tali persahabatan dan perjuangan yang luar biasa antara tim ekspedisi dan juga para Warriors. Apalagi Aksa 7 memang memulai semua dari nol, sampai bisa dipertemukan dengan Warriors Aksa 7 yang punya energi positif super besar sampai bisa membangkitkan semangat tim Aksa 7 untuk menyelesaikan film ini.
Pesan yang ingin disampaikannya lewat film ini adalah,
“Naik gunung itu nggak gampang, bertaruh dengan alam. Harus dengan persiapan yang baik dan safety. Negeri Dongeng juga ingin menyampaikan bahwa, Kamu anak muda, ayo mulai buka mata, bergerak, merasakan menjadi Indonesia. Indonesia itu indah tapi sekaligus harus dijaga karena kita anak muda punya tanggung jawab yang sangat besar untuk menjaganya.”