Virus Corona (Covid-19) yang mewabah sejak akhir tahun 2019 telah belum juga terlihat tanda-tanda akan mereda. Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) menetapkan Covid-19 sebagai pandemi yang harus diwaspadai. Hingga hari ini (20/4) tercatat sekitar 2.402.076 orang telah terinfeksi, dan 165.106 orang diantaranya meninggal dunia.
Penyebaran Covid-19 yang sedemikian cepat mendorong banyak negara di dunia yang menutup akses wilayah perbatasan dan memberlakukan karantina wilayah untuk mencegah penularan. Beberapa negara bahkan mengambil peran dominan mengatur perilaku warganya, sebagian lainnya memilih melibatkan publik melalui transparansi informasi.
Langkah-langkah ini kemudian membatasi interaksi dan kehidupan warga. Mulai dari pemberlakuan lockdown, penutupan sekolah, hingga larangan berbagai pertemuan publik. Akibatnya banyak wilayah yang dahulu sesak ramai oleh menusia menjelma menjadi kota hantu yang kosong, sepi, dan sunyi. Wabah dahsyat yang menjadi momok menakutkan bagi manusia.
Beberapa kaum intelektual mulai membuat analisis terkait seperti apa kondisi dunia setelah wabah Virus Corona (Covid-19) berakhir, apakah menjadi lebih baik atau justru sebaliknya?
Kaum intelektual terpecah ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama adalah yang percaya bahwa dunia akan lebih baik setelah pandemi selesai. Kelompok kedua sebaliknya, dunia akan lebih buruk.
Mereka yang percaya bahwa dunia akan lebih baik meyakini manusia akan mampu melihat suatu perkara menjadi lebih jernih lagi. Covid-19 telah membuka mata manusia bawa apa yang selama ini dikejar, mulai dari kesuksesan, produktivitas, dan keuntungan tidak serta merta membuat kehidupannya menjadi aman dan nyaman. Virus tak kasat mata telah membuat kehidupan manusia menjadi kacau balau. Dengan begitu manusia akan lebih memperhatikan lagi hubungan dirinya dengan alam dan sesama manusia. Pola perubahan relasi ini diyakini akan membawa dunia menjadi lebih baik.
Sebaliknya, mereka yang percaya bahwa dunia akan lebih buruk meyakini bahwa setelah ini manusia akan seperti kesetanan demi memulihkan roda perekonomian yang melambat selama wabah Covid-19. Manusia merasa bahwa di masa pandemi telah membuang uang dan waktu, semua harus kembali dan belipat. Oleh karena itu manusia akan bekerja lebih keras, lebih kompetitif, dan alam harus dirusak lebih hebat lagi agar dihasilkan keuntungan yang lebih besar. Pola kapitalisme tidak berubah, perilaku kapital hanya mereda sejenak dan akan kembali perkasa segera setelah pandemi Covid-19 berakhir.
Setelah pandemi Covid-19 berakhir, diperdiksi akan ada banyak perubahan yang terjadi di dunia pariwisata, khususnya pariwisata Indonesia.
Yang paling terasa adalah perihal kebersihan. Covid-19 telah menyadarkan kepada manusia bahwa kebersihan adalah hal utama. Masyarakat akan lebih peduli dengan kebersihan juga lingkungan. Para calon wisatawan nantinya akan lebih bertanggungjawab dan etis saat sedang melakukan perjalanan. Tentunya tren positif ini diharapkan mampu membawa dunia pariwisata ke arah yang lebih baik. Argumen menguat tentang kerusakan lingkungan paling besar disebabkan oleh perilaku kapital.