Cerita dari Bapak Tua di Pagoda Avalokitesvara, Semarang

Obrolan dengan seorang bapak tua di Pagoda Avalokitesvara, Semarang memberiku pandangan baru tentang hidup.

SHARE :

Ditulis Oleh: Rizqi Y

Foto oleh Wilda Hikmalia

Ini bukan pertama kalinya aku datang ke Pagoda Avalokiteswara.

Malam itu, aku hanya berniat mengantar rombongan teman yang datang dari Jakarta yang ingin tahu wisata di Semarang. Ketika selesai mengunjungi sebuah air terjun di Kabupaten Semarang, aku tak sengaja mengajak mereka menyambangi salah satu pagoda tertinggi yang dipunyai Semarang ini.

Sebuah tempat indah yang tak pernah membuat bosan.

Ketika kita masuk kawasan ini rasanya seperti berada di Negeri China dengan nuansa serba merah, pohon Bodhi yang menyambut pengunjung di pelataran pagoda, juga hiasan patung yang memang didatangkan langsung dari China. Pagoda terlihat lebih cantik ketika malam hari karena dihiasi lampu lampion yang begitu banyak mengitari pagoda.

Beberapa teman asyik mengambil gambar di berbagai sisi pagoda. Sementara aku hanya sibuk berjalan di sekeliling pagoda.

Tentang Keyakinan dan Permohonan

Aku sempat terdiam memandang sebuah patung dewi yang tak ku ingat jelas namanya. Tiba-tiba seorang lelaki tua menyapaku dengan penjelasannya yang sontak membuatku kaget.

Patung ini melambangkan seseorang yang susah jodohnya,’ begitu kurang lebih kata beliau.

Aku hanya tersenyum, dalam hati aku berharap lelaki ini akan bercerita lebih banyak. Dan benar, obrolan malam itu pun berlanjut.

Oh, begitu ya Pak, jadi kalau semisal ada orang yang susah jodohnya, maka dalam Budha perlambangannya adalah melalui patung ini?’

Mendengar pertanyaanku lelaki itupun melanjutkan ceritanya.

Beliau berkata bahwa patung Dewi yang sedang memegang bunga ini melambangkan kehidupan seseorang yang susah mendapatkan jodoh. Padahal ia sudah mencari kesana-kemari, namun tidak kunjung mendapatkan jodoh yang diinginkan.

Namun masyarakat awam sering kali menyalahartikan dengan cara memohon pada patung Dewi tersebut agar dipermudah jodohnya.

Padahal seharusnya mereka bukan memohon pada patung, tapi pada Tuhan yang mereka yakini.

Patung itu hanyalah sebuah perlambangan, sedangkan keyakinan agama itu ada di dalam hati. Maka seharusnya mereka meminta pada Tuhan mereka, bukan pada patung.

Penjelasan lelaki itupun ku dengarkan dengan seksama.

Beliau mulai berpindah ke lain patung. ‘Kalau yang ini adalah perlambangan dari seorang wanita yang ingin memiliki anak perempuan‘,ucapnya sembari menunjukkan padaku sebuah patung Dewi yang membopong patung perempuan kecil.

Beliau mengatakan padaku bahwasannya baginya semua keyakinan itu benar, tak ada yang salah. Tinggal bagaimana setiap orang menjalankan keyakinan itu. Baginya, sekalipun keyakinan setiap orang berbeda, toh semuanya mengajarkan kebaikan.

Ritual Ciamsi

Pria itu memperkenalkanku pada seorang anak laki-lakinya yang ternyata sering singgah di pagoda tersebut. Kami pun berjabat tangan dan aku mulai menanyakan hal lainnya.

Kebetulan tepat di sebelah kiriku ada sebuah loker dua kolom, masing-masing bertuliskan “Jawaban” dan “Obat”. Dari masing-masing kolom ada beberapa kotak bertuliskan angka, 1-7, 8-15, dan seterusnya.

Rasa penasaranku membuatku melontarkan sebuah pertanyaan.

Kotak ini berisi apa ya Mas? Kenapa ada angka-angkanya begini?’ saya penasaran.

Kotak yang bertuliskan “Jawaban” berisi tentang jawaban atas pertanyaan permasalahan hidup, sedangkan kotak yang bertuliskan obat berisi resep-resep obat untuk berbagai penyakit. Untuk resep obat tertulis dengan tulisan China, dan memang butuh bantuan petugas atau penjaga pagoda untuk membaca dan meminta resepnya. Resep obatnya dapat ditebus di Pecinan Mbak,’ jawabnya dengan cepat.

Aku sempat membuka masing-masing kotak, isi pada kotak “Jawaban” memang mengarah ke syair-syair pujian yang mungkin itu adalah solusi untuk masalah yang sedang dihadapi, sedangkan kotak “Obat” memang berisikan sekumpulan resep yang tak ku pahami maknanya karena memang tertulis dengan huruf China.

Kalau mbak mau coba juga bisa, itu untuk siapa saja kok Mbak. Tapi harus didampingi penjaganya. Nanti mbak bakal menggoyang-goyangkan potongan bambu, nah nanti sampai ada yang keluar dan dilihat angkanya. Dari angka itulah nanti mbak bisa tahu jawabannya dan bisa dicari di kotak sesuai keterangan angka. Kalau tidak salah namanya ritual Ciamsi mbak’, jelas anak lelaki itu dengan detail.

Sebenarnya aku tertarik untuk mencobanya, sekedar ingin tahu saja. Namun sepertinya aku datang diwaktu yang kurang tepat karena penjaga yang bisa membantu sedang tidak berada di pagoda waktu itu. Aku pun memutuskan untuk berpamitan pada lekaki yang kutemui itu dan juga anaknya.

Sepenggal cerita baru yang ku dapat di Pagoda Avalokitesvara memberikanku sebuah pelajaran bahwa seperti apapun keyakinan kita, itu adalah wujud sebuah kebaikan dan kepercayaan pada Tuhan .Maka alangkah baiknya jika kita tak saling menyudutkan setiap keyakinan yang dianut masing-masing orang.

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU