“Indonesia memang luar biasanya indahnya,” pikirku ketika sedang melangkahkan kaki sambil melihat sekeliling yang dipenuhi dengan lembah batuan yang terlihat menjulang tinggi.
“Mungkin benar. Tuhan sedang tersenyum ketika sedang membuat bumi Sumatera Barat,” kataku kepada teman seperjalanan yang juga sedang terkagum-kagum memandang keindahan Lembah Harau, mengutip ungkapan dari seseorang yang kudengar sebelumnya.
Sejauh mata memandang, kami melihat indahnya hamparan ladang yang menghijau, berpadu kontras dengan gelapnya bebatuan kasar menjulang tinggi yang membentengi Harau sehingga membentuk sebuah Lembah. Tempat ini dinamakan Lembah Harau, masih berada dalam Kabupaten Payakumbuh, Sumatera Barat.
Kepergianku kesini tidak disengaja. Karena sebelumnya kami mengunjungi Bukittinggi, lalu terbersit ide untuk menuju Lembah Harau. Suatu keputusan yang tidak pernah aku sesali.
Aku bukanlah penulis berbayar untuk tempat ini. Namun keindahan tempat ini membuatku ingin serta merta merekomendasikan Abdi Guesthouse buat kamu yang hendak mengunjungi Lembah Harau.
Dengan biaya penginapan yang murah, kita disuguhi pemandangan yang luar biasa indahnya. Coba saja nikmati pagi hari di teras guesthouse yang terbuat dari pondokan kayu. Sambil menyesap segelas teh manis panas, aku menikmati pemandangan gratis yang tidak ternilai harganya. Hamparan indah petak sawah yang sedang menguning serta para petani yang sedang sibuk menanam pagi. Sebagian dari mereka mencoba memisahkan butiran gabah dari tangkainya dengan mengetuk bongkahan padi bertalu-talu. Alunan suaranya seperti menghipnotis jiwa. Dan jika ingin berkeliling, tepat di pintu masuk guesthouse terdapat Sarasah (air terjun) yang mengalir tenang.
Kamu juga pasti ingin kan melewati pagi hari di tempat setenang ini…
Yang seru dari Lembah Harau adalah lokasinya yang tertutup tebing-tebing batu tinggi sehingga secara natural membentuk lembah. Pada satu titik terdapat sebuah tempat yang diberi nama Echo. Sesuai dengan namanya, ketika kami berteriak di tempat ini, suara kami memantul di antara dinding tebing sehingga menciptakan gema nyaring yang terdengar membahana hampir ke seluruh penjuru lembah. Pantulan echo suara kami terdengar seperti suara raksasa. Seru sekali! Untung tempat ini sepi, sehingga kelakuan kami berteriak-teriak tersebut tidak menganggu penduduk lokal. Atau mungkin mereka sudah terbiasa melihat manusia bereksperimen membuat gema di Lembah Echo ini.
Pemandangan di Lembah Harau memang luar biasa indahnya. Ada suatu magnet tak terlihat yang seakan menarikku untuk terpukau tak henti-hentinya dengan suguhan keindahan di tempat ini. Langit biru terlihat begitu kontras dengan hijaunya pepohonan dan tebing batu yang berwarna coklat kekuningan. Kesederhanaan rumah-rumah penduduk setempat dan beberapa kerbau dan kambing yang sedang merumput dengan tenang membuatku memiliki kebahagiaan tersendiri. Saat kami sedang berjalan kaki, tak segan-segan penduduk desa yang berpas-pasan melambaikan tangan dan menyapa kami. Hangat sekali hati mereka. Sehangat sinar Mentari yang menyinari Lembah Harau.
Di Lembah Harau terdapat banyak sarasah atau air terjun. Namun yang menarik buatku adalah Sarasah Harau yang terletak jauh masuk ke pedesaan. Karena letaknya yang terpencil membuat sarasah ini sangat sepi dan tidak terlalu familiar untuk para wisatawan lokal. Kondisinya masih asri dan bersih. Disini aku bisa berenang dengna bebas, walau tidak bisa berlama-lama karena airnya yang super dingin menggigit tulang. Kondisi ini sangat berbeda dengan sarasah-sarasah lain yang terletak di pinggir jalan atau titik-titik area wisata yang digalangkan oleh Pemerintah Daerah setempat. Sarasah-sarasah yang mudah di jangkau oleh publik tersebut terlihat kotor dan jorok ketika aku berada disana, karena sampah-sampah yang ditinggalkan oleh para pengunjung.
Sarasah kedua yang menjadi favoritku adalah Sarasah Aia Angek. Sarasah ini terletak di tengah hutan, sehingga aku harus melakukan trekking singkat menembus hutan. Mengenakan pakaian yang cocok dan sendal dengan sol yang ‘menggigit’ sangat aku sarankan, karena tidak jarang aku perlu naik pijakan batu yang licin, menggunakan akar pohon sebagai pegangan atau pun melewati jalur air. Namun sesampainya di sarasah Aia Angek atau yang berarti Air Hangat, kelelahan pun terbayarkan. Jangan berharap airnya panas atau hangat. Karena kelembaban hutan membuat air di sarasah ini sedingin es! Entah mengapa dinamakan Air Hangat. Walau lokasi sarasah Aia Angek cukup masuk ke dalam hutan, namun mencapai sarasah ini lebih mudah dibanding mencapai sarasah Harau, sehingga kita pasti akan bertemu dengan traveler lain yang rela masuk hutan untuk bertemu muka dengan sarasah Aia Angek.
Betor alias Becak Bermotor ini memang banyak terdapat di daerah Sumatera. Jika Becak biasa hanya muat sekitar 2 orang. Betor bisa membawa sampai 6 orang! Itu karena ada tambahan tempat duduk di sisi motor, sehingga tempat tersebut juga dapat berfungsi untuk membawa barang dan orang. Yang mengasyikkan namun juga cukup membuat jantung hampir copot adalah ketidakstabilan Betor yang terkadang terlalu menganan atau mengiri. Seperti yang terjadi di Lembah Harau ketika kami melewati jalan sempit berkelok-kelok dan dalam waktu yang bersamaan terdapat bus di depan kami yang juga hendak melaju. Pengemudi Betor harus pintar-pintar mengukur jarak agar kami tidak terpelanting ke sisi jalan. Kami pun semua berteriak dan memberi semangat sang pengemudi ketika Betor sudah bisa kembali stabil di jalan raya. Traveling itu tentang mengalami pengalaman baru, kan?
Kalau waktu dan tenaga tak terbatas, boleh lah sekalian trekking ke atas tebing yang menjulang tinggi tersebut dan bersiap-siap menahan nafas ketika melihat indahnya pemandangan keseluruhan dari Bukit Rangkak maupun Bukit Jambu.
Sebaiknya untuk trekking menggunakan guide lokal, ini karena jalan menuju atas Bukit cukup sulit ditemukan. Lalu kondisi tebing yang terjal mengharuskan kita untuk memiliki fokus yang penuh agar kaki dapat melangkah berhati-hati sehingga tidak terkilir atau pun terpeleset. Namun pemandangan yang di dapat di atas sana, akan membuat kamu tercekat menahan nafas memuji kebesaran Tuhan.
Salah satu hal yang menyenangkan dengan tinggal di Abdi guesthouse adalah tempatnya yang banyak dikunjungi oleh wisatawan dari manca negara. Setelah bertegur sapa di siang hari, malamnya kami biasa berkumpul untuk membuat api unggun. Beberapa mencoba sekalian membakar ubi atau jagung. Poin pentingnya adalah saling berkumpul, menikmati kopi panas, berkenalan dan bernyanyi-nyanyi menggunakan gitar. Wisatawan yang banyak datang ke Lembah Harau biasanya orang asing yang kebetulan tour all the way dari Sumatera Utara ke Sumatera Barat, sehingga biasanya mereka yang menjadi guide maupun penerjermah mereka adalah para pria Batak. Tahu dong, kalau orang Batak dan orang Minang suka nyanyi? Nah kalau mereka sudah duet maut ditambah dengan api unggun yang memercik-mercik ria, bayangkan betapa meriahnya suasana malam itu.
Setelah lelah seharian berkeliling Lembah Harau, trekking ke Bukit Rangkak dan Bukit Jambu, berenang di berbagai sarasah, kita bisa menikmati sisa-sisa waktu di malam hari dengan lebih santai yaitu memandang ke atas langit Lembah Harau. Hitam pekatnya dan minimnya penerangan di Lembah Harau membuat ribuan bintang terlihat terang benderang mempesona.
Teman seperjalanan saya waktu itu, Icak, mengambil foto yang menggambarkan betapa luar biasanya pemandangan malam luas nan berbintang di Lembah Harau. Aku pun rasanya terkesima dan tiba-tiba terpikir, inilah Indonesia sebenarnya, tempat tanah airku tercinta.
Kelok 9 adalah sebuah jalan raya yang baru di bangun. Namun dia bukan hanya sekedar jalan raya. Kelokannya yang berliku-liku dan mempunyai 9 lekukan membuat jalanan ini terlihat seperti area track untuk hot wheel jika di lihat dari atas. Posisinya memang tidak berada di Lembah Harau, tetapi dia hanya berjarak setengah jam saja dari Lembah Harau sehingga rasanya sayang jika kami melewati tempat yang terkenal ini.
Lucunya adalah tempat ini banyak terdapat tukang jualan yang mencoba mengais keuntungan dari fenomena Kelok 9. Di pinggir-pinggir jalan raya terdapat tukang jagung bakar, kopi maupun cemilan dan penjaja souvernir lainnya. Semoga saja hal ini tidak membuat tempat tersebut menjadi kotor dan dipenuhi dengan orang-orang yang tetap menjaga keselamatan diri mereka, karena bagaimanapun, ini kan jalan raya, tempat lalu lalangnya kendaraan, bukan tempat wisata.
***
Perjalananku di Lembah Harau sukses membuatku tersenyum penuh syukur. Syukur karena Tuhan berbaik hati memberikan tempat sebagus ini untuk Indonesia. Syukur karena Dia pasti tersenyum bahagia karena melihat hasilnya yang indah. Tinggal kita saja yang harus giat untuk menjaganya agar selalu indah dan bersih. Hitung-hitung sebagai ungkapan rasa syukur kita kepada Sang Pencipta.
Artikel ini juga bisa kamu baca di Malesbanget.com