Mendakilah untuk dirimu sendiri, karena saat Kamu mendaki untuk dipandang orang lain, alam akan punya balasan setimpal untukmu.
Apa sih yang Kamu cari saat naik gunung? Puncak, perjalanannya atau pelajaran hidupnya? Oke, masing-masing orang emang punya pandangan yang berbeda soal apa arti pentingnya puncak saat pendakian. Bahkan, saat Phinemo mencoba bertanya pada beberapa pendaki, hampir semua jawabannya berbeda.
Beberapa hari ini tiba-tiba sebuah foto yang terunggah di instagram seolah mengingatkamu tentang ganasnya Puncak Garuda Merapi. Sebuah foto dengan pose ala yoga tepat di Puncak Garuda. Mungkin itu memang cuma sebuah foto lama, tapi bukan nggak mungkin foto-foto semacam itu bakal bikin banyak pendaki karbitan malah meniru aksi tersebut. Padahal jelas, masih belum hilang ingatan soal Eri. Pendaki yang mendaki hingga ke sisa-sisa Puncak Garuda Merapi namun akhirnya harus tewas.
2015 lalu, Eri seorang pendaki yang sedang berfoto ria di Puncak Garuda jatuh ke kawah dan akhirnya tewas. Padahal aturan di Gunung Merapi sudah jelas, pendaki nggak boleh naik sampai di puncak. Hanya boleh sampai di Pasar Bubrah saja, tak lebih. Kamu mungkin berpikir, ah sudah nggak apa-apa aman kok. Siapa juga yang tahu kalau Kamu naik sampai di puncak? Tak ada petugas jaga, jadi pasti nggak bakal kena marah dan disuruh turun.
Dan, terjadilah sebuah drama panjang aksi evakuasi Eri. Tim SAR yang nggak tahu menahu harus ikut juga menanggung resiko mengorbankan nyawa dengan turun ke kawah. Demi mengevakuasi korban yang sebelumnya keukuh tetap ingin berfoto di Puncak Garuda.
Ketahui hal ini sebelum Kamu pergi mendaki, 4 Ancaman Mematikan yang Sering Mengintai Para Pendaki
Seperti dilansir dari akun instagram @indoflashlight, ada seorang pendaki yang tengah berfoto ala yoga di Puncak Garuda Merapi. Meski pada foto tersebut telah diberi caption yang berbunyi tidak menyarankan untuk melakukan aksi yang sama, tapi netizen yang nggak peduli dengan itu pastilah akan menelan foto itu mentah-mentah. Dan kemungkinan terburuknya adalah akan ada banyak pendaki yang mengikuti gaya foto tersebut.
Bukan nggak mungkin juga, bakal lebih banyaklagi korban yang harus jatuh hanya untuk sekadar sebuah puncka dan sebuah foto yang “mungkin” akan jadi viral.
Unggahan foto yang repost sekitar dua minggu lalu ini pun nggak lepas dari komentar netizen. Hampir sebagian besar berkomentar bahwa foto tersebut harusnya nggak diunggah ke media sosial. Sebab dampaknya akan sangat berbahaya. Begini bunyi beberapa cuitan netizen.
Bahkan ada juga yang berkomentar panjang lebar sekaligus memberikan wejangan.
Jadi kembali lagi ke pertanyaan awal, masih perlukah ada orang yang mengunggah foto-foto semacam ini?
Erupsi Merapi tahun 2010 berhasil menghilangkan bagian puncak dai titik tertinggi Merapi, yang saat itu adalah Puncak Garuda. Tapi bukan berarti saat Puncak Garuda sudah hilang, pendaki bodoh berhenti mencari di mana letak puncak tertinggi Merapi.
Mereka rela mendaki sampai puncak, lalu menghadapkan diri sendiri dengan maut demi mencari titik mana yang menjadi ttik tertinggi. Nggak peduli apakah dia bawa perlengkapan yang aman atau nggak. Nggak peduli apakah itu mengancam nyawa atau nggak. Semua dilakukan demi deretan foto yang fenomenal. Tujuannya? Biar eksis di media sosial dan diakui sebagai orang yang hebat. Setidaknya oleh orang yang sama-sama bodoh juga. Sebab pendaki yang hebat dan cerdas pasti akan bilang kalau itu nggak lebih dari aksi konyol untuk setor nyawa.
Status Gunung Merapi Masih Aktif, Pendaki Dilarang Naik, Aturan untuk tidak naik sampai ke puncak sudah jelas, tapi kenapa masih dilanggar?
Kamu memang diciptakan Tuhan hanya dengan satu nyawa. Tapi Kamu juga diciptakan Tuhan dengan dibekali otak yang bisa Kamu gunakan untuk berpikir. Jadi, berpikirlah yang cerdas sebelum Kamu memutuskan untuk mendaki ke Puncak Garuda atau puncak tertinggi manapun. Apalagi kalau itu sudah dilarang dan jelas berbahaya buat keselamatan nyawamu sendiri.
Kamu nggak akan kalah keren dari para pendaki yang nekat naik ke puncak tertinggi dengan bertaruh nyawa. Karena sejatinya, mereka yang nekat dan nggak memakai otak dan logika mereka untuk berpikir hanyalah sekelompok pendaki bodoh. Percayalah, nyawamu jauh lebih berharga dari sebuah puncak.
Setiap aturan di gunung dibuat untuk ditaati, bukan dilanggar. Toh itu semua demi kebaikan pendaki. Kalau memang Kamu merasa keberatan dengan aturan itu, ya sudah nggak usahlah mendaki. Lebih baik di rumah!
Oke, Kamu bilang kalau memang sudah saatnya meninggal, mau di manapun pasti akan meninggal? Iya memang betul. Tapi bukan berarti Kamu boleh dengan seenaknya membahayakan dirimu sendiri. Sebab Tuhan sendiri mencintai orang-orang yang peduli pada diri mereka sendiri. Jadlah pendaki yang cerdas. Dan bahkan saat Kamu meninggal dengan konyol di gunung hanya untuk ambisimu, tanpa sadar Kamu juga ikut mengorbankan keselamatan orang lain yaitu Tim SAR. Tak perlu terlihat keren dan fenomenal. Mendakilah untuk dirimu sendiri, karena saat Kamu mendaki untuk dipandang orang lain alam akan punya balasan setimpal untukmu.
***
Belajarlah dai kisah-kisah masa lalu. Selaraskanlah pikiran, otak dan logikamu sebelum pergi mendaki. Tanya pada dirimu sendiri, apa yang ingin Kamu capai dari pendakian yang akan dilakukan? Pengakuan orang lainkah, pelajaran hidupkah, puncakkah? Jika sedari awal tujuanmu sudah nggak benar, maka dalam pendakian pun Kamu apsti akan menempuh cara yang nggak benar juga. Alam terlalu serius untuk Kamu ajak bercanda, jadi berhati-hatilah!
Banyaklah membaca dan banyaklah belajar, Ini Kasus Pendakian di Awal 2017 yang Bisa Jadi Pelajaran Saat Mendaki Gunung