Saat naik pesawat, ketika timbul perasaan berdebar, tidak tenang dan merasa ketakutan berlebihan, maka bisa dibilang Anda sedang mengalami aerofobia atau aviofobia.
Aviofobia ini berawal dari suatu kecemasan, yang biasanya muncul ketika akan bepergian untuk perjalanan bisnis, mendengar berita kecelakaan, melihat kecelakaan pesawat udara, bahkan hanya dengan melihat alat transportasi udara saja.
Randi E. McCabe dalam Aviofobia (Fear of Flying) (2015) menjelaskan bahwa pengalaman mengerikan saat naik pesawat seperti merasakan turbulensi ekstrem atau badai besar bisa membuat seseorang menjadi aviofobik.
Selain itu, pemberitaan di media tentang kecelakaan pesawat dan terorisme juga menjadi faktor penyebab munculnya aviofobia.
Para pengidap aviofobia biasanya memilih tak menggunakan moda transportasi udara untuk menghindari rasa takut. Hal ini, menurut McCabe, bisa memengaruhi hubungan dalam keluarga dan pekerjaan seseorang.
Economist melaporkan gejala fisik berupa meningkatnya tekanan darah, serangan kepanikan, hiperventilasi, dan gangguan lambung muncul saat orang ketakutan naik pesawat.
Tak hanya itu, gejala psikis seperti takut mati, tak dapat berpikir jernih, disorientasi, linglung, dan gugup juga melanda mereka yang memiliki aviofobia.
Robert Bor, psikolog sekaligus pilot dan penulis buku Overcome Your Fear of Flying (2009) punya pendapat menarik. Serangan 11 September 2001 menjadi penanda penting perkembangan aviofobia.
Seperti yang dilaporkan The Guardian Bor mengatakan bahwa peristiwa 9/11 merupakan kejadian pertama dalam sejarah ketika khalayak ramai dapat melihat kecelakaan pesawat secara langsung.
“Gambar itu ikonik dan punya dampak. Kita berpikir bahwa orang di dalam pesawat masih hidup di satu detik kemudian meninggal di waktu yang lain. Saya pikir hal itulah yang ada dalam pikiran kebanyakan orang. Lalu ada pula kecelakaan pesawat asal Malaysia yang memancing pertanyaan dan rasa khawatir orang-orang yang takut terbang,” katanya.
Kecelakaan pesawat yang dimaksud Bor adalah hilangnya pesawat Malaysia Airlines MH370 dan MH17 yang meledak karena hantaman rudal milisi Ukraina.
Menurut Bor, orang yang takut terbang seringkali telah mengarang cerita dalam kepalanya seputar perjalanan yang tak berlangsung sesuai rencana. Mereka juga mencari tanda-tanda di sekitar untuk membenarkan kisah tersebut.
“Jadi, jika mereka melihat pramugari terlihat serius, mereka akan mengira kalau pesawat sedang dalam masalah. Walhasil, mereka pun linglung dan menghasilkan kesimpulan yang keliru.” katanya.
Seperti yang dilaporkan BBC psikolog klinis University of Vermont Matthew Price mengatakan ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi rasa takut saat menaiki pesawat terbang.
Ia merekomendasikan latihan pernapasan dengan cara menarik dan menghela napas pelan-pelan lewat mulut sambil mengulang-ulang kata seperti “tenang”. Menurutnya, cara ini bisa mengurangi rasa khawatir atau cemas selama berada di pesawat.
Selain itu, Price menjelaskan bahwa tindakan seperti hipnoterapi, psikoterapi, atau cognitive behavioural theraphy bisa diberikan pada mereka yang mengalami aviofobia.
Ketiganya dapat dipakai untuk mengidentifikasi siklus yang terjadi ketika muncul rasa khawatir, bagaimana rasa takut itu terbentuk dan mengakibatkan panik, serta cara mengatasinya.