Penipuan berkedok biro travel umroh makin menjadi-jadi dan makin banyak memakan korban. Meminimalisir modus penipuan serupa, pemerintah lewat Kementerian Agama telah menerbitkan Peraturan Menteri Agama (PMA) No.8/2018 tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah.
Dalam PMA No.8/2018 terdapat ketentuan-ketentuan baru yang sebelumnya tidak menjadi persyaratan dalam pengajuan izin operasional PPIU. Seperti misalnya Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) wajib memiliki sertifikat pariwisata.
Itu artinya para biro travel umroh tidak akan mendapatkan izin operasional PPIU dari Kementerian Agama jika tidak menyertakan sertifikat pariwisata tersebut. Adapun akreditasi biro travel umroh ini biasanya dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi Usaha Pariwisata yang ada dibawah Komite Akreditasi Nasional.
Persyaratan lain yang harus dipenuhi Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) untuk mengajukan izin operasional adalah laporan kegiatan usaha yang menyatakan bahwa biro tersebut sudah berjalan minimal dua tahun.
Selain itu ada juga surat keterangan fiskal dari kantor pajak, laporan keuangan dua tahun terakhir dengan opini wajar tanpa pengecualian, dan bukti kepemilikan gedung atau surat sewa menyewa yang dibuktikan dengan pengesahan.
Dikeluarkannya PMA No.8/2018 ini bisa menutup celah bagi bagi travel nakal, juga melindungi jemaah sekaligus membuat bisnis di sektor umrah menjadi lebih sehat.
Aturan baru ini juga melarang sistem penjualan paket umrah dengan menggunakan skema-skema yang merugikan calon jemaah seperti skema Ponzi, model pemasaran berjenjang atau multi level marketing dan modus investasi bodong.
Sampai saat ini Kemenag telah mencabut izin operasional dari beberapa biro travel umroh yang merugikan para jamaah. Beberapa di antaranya First Travel, PT Amanah Bersama Ummat (ABU Tours), Solusi Balad Lumampah (SBL), Mustaqbal Prima Wisata, dan Interculture Tourindo.