Lasem merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Berada di jalur Pantai Utara Jawa (Pantura) yang sibuk, Lasem bagai permata tersembunyi yang jarang disingkap. Hampir setiap sudut Lasem penuh oleh berbagai bangunan tua bersejarah dengan gaya khas Tiongkok. Tidak heran jika Lasem kini dijuluki sebagai mini Tiongkok.
Tanpa alasan, tumbuhnya perkampungan China di Lasem disebabkan karena wilayah ini menjadi lokasi pendaratan pertama para pedagang dari Tiongkok di Pulau Jawa pada abad ke-14 sampai 15 M. Sebagian pergi ke Sampotoalang (Semarang) dan Ujung Galuh (Surabaya), namun sebagian tetap tinggal dan mendirikan perkampungan di Lao Sam (Lasem).
Kedatangan para pedagang Tionghoa ini diperkuat setelah adanya utusan Kaisar China masa Dinasiti Ming, Laksamana Cheng Ho, datang menemui raja Majapahit sebagai duta politik untuk membina hubungan bilateral dalam bidang kebudayaan dan perniagaan. Mereka memperoleh legitimasi untuk melakukan aktivitas niaga dan menetap di pesisir utara Pulau Jawa.
Bahkan menurut N.J. Krom, perkampungan China di Lasem telah ada sejak tahun 1294-1527 M. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya bangunan tua dan perkampungan China di sepanjang jalur lalulintas perdagangan Sungai Babagan Lasem (dulu Sungai Paturen) yang kala itu menjadi akses utama yang menghubungkan laut dan darat, dan pusat perekonomian strategis.
Bagi pecinta wisata sejarah, Lasem adalah destinasi yang tak boleh untuk dilewatkan. Terdapat banyak bangunan tua di Lasem yang harus masuk dalam daftar kunjungan. Salah satunya adalah Klenteng Cu An Kiong yang berusia ratusan tahun. Dibangun sejak abad ke-13, Klenteng Cu An Kiong dianggap sebagai klenteng tertua di Lasem, bahkan di Pulau Jawa.
Dalam klenteng Cu An Kiong, terdapat juga altar khusus untuk Raden Panji Margono yang merupakan pahlawan dalam Perang Kuning. Konon para tokoh perjuangan dari Lasem menyusun strategi untuk memberontak pada Belanda di klenteng ini. Pintu masuk klenteng dihiasi patung Bi Nang Un dan Na Li Ni yang berjasa yang mengajarkan batik kepada masyarakat.
Selain itu, ada juga Lawang Ombo, rumah sederhana bergaya Tiongkok yang dibangun pada tahun 1860-an. Tidak ada yang aneh, namun dahulu kala rumah ini merupakan gudang candu milik seorang warga Tionghoa yang memasok opium di sepanjang pantai utara. Opium diselundupkan melalui terowongan bawah tanah yang terhubung ke Sungai Lasem.
Lasem juga memiliki satu kain batik yang khas, bukan diajarkan oleh abdi dalem keraton, melainkan oleh para pendatang dari Tiongkok. Sepasang suami istri bernama Bi Nang Un dan Na Li Ni mengajarkan melukis batik dengan motif-motif khas yang kini menjadi corak asli dari Batik Lasem. Ada empat motif, yaitu burung hong, liong, gunung ringgit, dan watu pecah.
Batik Lasem juga dikenal sebagai Batik Tiga Negeri karena mengalami tiga kali proses pewarnaan di tiga tempat yang berbeda. Warna merah dari Lasem, biru dari Pekalongan, dan cokelat dari Solo. Oleh karena itu, Batik Lasem juga sedikit agak mahal dari biasanya. Semakin sulit motif dan proses pewarnaan, maka semakin mahal pula harga yang dibanderol.