Abad ke-16, Timor Leste berada di bawah jajahan Portugal hingga dikenal dengan nama Timor Portugis sampai 1975. Front Revolusi untuk Timor Leste Merdeka (FRETILIN) mengumumkan kemerdekaannya atas negara Timor Leste pada 28 November 1975. Sembilan hari kemudian, Indonesia melakukan ivasi dan aneksasi terhadap Timor Leste. Tahun 1976, Timor Leste menjadi provinsi ke-27 dengan nama Timor Timur.
Kedudukan Indonesia di Timor Timur diiringi dengan berbagai konflik keras selama beberapa dasawarsa antara kelompok separatis dan militer Indonesia. Hingga pada 30 Agustus 1999 dalam sebuah referendum yang disponsori PBB, sebagian besar rakyat Timor Timur memilih melepaskan diri dari Indonesia dan mendirikan negara Republik Demokratik Timor Leste atau biasa dikenal Timor Leste.
Setelah masa transisi yang panjang, pada tanggal 20 Mei 2002 akhirnya Timor Leste diakui oleh dunia internasional sebagai sebuah negara dan secara resmi merdeka dari Indonesia dalam sidang PBB. Timor Timur pun kembali berganti nama menjadi Timor Leste, nama yang diberikan oleh pemerintah kolonial Portugis. Tahun 2011, Timor Leste mengajukan diri menjadi anggota ke-11 Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN).
Sudah sekitar 18 tahun Timor Leste berdiri sendiri sebagai sebuah negara dan merdeka dari Indonesia. Lantas bagaimana nasibnya? Banyak yang harus dibenahi, terutama perihal perekonomian yang kaitannya dengan pertumbuhan negaranya. Kabarnya, saat ini Timor Leste menjadi salah satu negara termiskin di dunia setelah melepaskan diri dari Indonesia.
Bukan omong kosong, kabar bahwa Timor Leste menjadi negara termiskin di dunia benar adanya. Lambatnya pertumbuhan ekonomi negara salah satu penyebab utamanya. Berdasarkan data dalam laporan United Nations Development Programme (UNDP), Timor Leste menempati urutan ke-152 sebagai daerah termiskin di dunia dari 162 negara yang masuk daftar.
Meskipun bukan lagi menjadi bagian dari Indonesia, nyatanya Timor Leste masih sangat bergantung. Berbagai barang-barang pokok masih impor dari Indonesia. Diketahui, Indonesia hingga saat ini menjadi pemasok berbagai barang seperti pakaian, elektronik, dan kebutuhan penting lainnya. Minyak dan gas alam menjadi komoditas utama, namun Timor Leste belum bisa mengolahnya secara mandiri, dibantu oleh Australia.
Timor Leste tidak memiliki cukup anggaran untuk membangun berbagai macam infrastruktur di negaranya. Oleh karena itu, Timor Leste bergabung dengan Asian Infrastruktur Investment Bank. Bersama China, Timor Leste akhirnya mampu membangun infrastruktur yang mencakup teknologi pertanian, perencanaan tata kota, dan pariwisata. Setidaknya, China telah mengucurkan dana sebesar $50 juta sebagai pinjaman lunak.
Kondisi semakin diperparah setelah adanya pandemi Covid-19. Timor Leste terancam oleh bahaya kerawanan pangan. Melakukan karantina untuk masyarakatnya yang terbukti terinfeksi Covid-19 saja masih kesulitan. Menteri Perencanaan dan Investasi Timor Leste, Xanana Gusmao, sempat meminta bantuan Indonesia agar rakyatnya yang baru pulang dari China dikarantina di tanah air karena keterbatasan anggaran.