Warung Tegal alias warteg seringkali jadi andalan orang Indonesia segala kalangan termasuk traveler untuk mengisi perut yang keroncongan. Keberadaannya tidak hanya berpusat di kota-kota besar saja, namun juga ada di kota-kota kecil di seluruh Indonesia.
Lalu bagaimana asal muasal Warteg? Mengapa warteg bisa merambah seluruh Indonesia bahkan dunia?
Diperkirakan warteg muncul sekitar tahun 1960-an. Kemunculannya bebarengan dengan pembangunan infrastruktur Ibu Kota yang berjalan pesat setelah 20 tahun kemerdekaan Indonesia.
Kala itu Presiden Soekarno memang berupaya mempercepat pembangunan Ibu Kota. Momen ini lalu dimanfaatkan oleh warga Tegal untuk mengadu nasib di Jakarta yang saat itu kebanyakan bekerja sebagai buruh bangunan di lokasi proyek. Usaha buka warteg ini biasanya dilakukan para istri mereka.
“Di sela pekerjaannya, bagi sejumlah istri kuli bangunan mencoba untuk berbisnis kuliner dengan menjual nasi ponggol di lokasi proyek,” ujar Asmawi salah satu Tokoh Warteg, dilansir dari Liputan 6.
Nasi ponggol sendiri merupakan hidangan nasi putih lauk sambal tempe dan tahu yang dibungkus daun pisang. Ini merupakan kuliner khas tegal yang sudah ada berabad-abad lalu. Harga yang ditawarkan kala itu sangat murah meriah, namun rasanya tetap lezat dan mengenyangkan. Sejak itulah nasi ponggol jadi idaman para pekerja bangunan.
Seiring waktu, karena kepopulerannya, dibangunlah warung-warung kecil dengan ukuran 3×3 dengan menu ponggong di sekitar lokasi proyek pembangunan. Namun ternyata kuliner ini juga disukai warga Jakarta, baik dari segi rasa dan harga. Akhirnya merambahlah warteg ke pemukiman di awal tahun 1990-an dengan menu yang lebih beragam, tak hanya nasi tahu tempe saja.
“Untuk menunya, biasanya sama antara warteg satu dengan warteg lainnya. Intinya ada sego bumbon, sambal tempe dan tahu, sayur bening, ikan laut dan daging,” tambahnya.
Kesuksesannya ini akhirnya dijadikan batu loncatan masyarakat Tegal untuk terus mengembangkan bisnis kuliner ini. Tak ayal jika Warteg pun bisa kita temui di berbagai pelosok Indonesia, mulai dari Sabang hingga Merauke.
Menurut Asmawi maupun penjual nasi warteg lainnya, s0s0k yang dianggap paling berjasa dalam perkembangan dan asal muasal Warteg adalah Mbah Bergas. Ia adalah orang yang pertama kali mengajak orang Tegal merantau ke Jakarta.
“Mbah Bergas orang yang pertama kali mengajak orang Tegal terutama warga Desa Sidakaton dan Desa Sidapurna merantau ke ibu kota. Saat itu, merantau untuk mencari pekerjaan yang layak dan menghasilkan rezeki untuk memenuhi kehidupan keluarganya di rumah. Dalam perantauan itu, banyak warga yang menjadi pekerja buruh bangunan dan di sanalah kemunculan warteg atau penjual ponggol yang mulai berkembang,” tutur dia.
Kini, untuk memberikan penghotmatan kepada sesepuh yang turut andil dalam perkembangan warteg di Ibu Kota, warga menamai sebuah tempat pemakaman dengan nama ‘Mbah Bergas’.