Jangan pernah mendaki gunung, kalau takut akan ketagihan
Begitulah kata seorang teman yang sudah banyak makan garam dalam dunia hiking.
Aku sendiri baru mulai mendaki sejak tahun 2010, berawal dari keinginanku sejak SMA dulu untuk ikut di sebuah komunitas pecinta alam.
Ada banyak hal yang ternyata tidak aku tahu tentang pendakian. Aku pun mulai mengetahuinya sejak aku mulai terjun langsung dalam pendakian.
Pendakian pertamaku tertuju ke Gunung Sindoro, Wonosobo.
Meskipun tidak mencapai puncak setidaknya pendakian pertamaku ini menjadi awal yang bagus untuk pendakianku selanjutnya.
Ada beberapa hal yang nampaknya harus menjadi perhatian bagi para pendaki pemula, dan mungkin dulu aku tidak memperhatikannya.
Mempersiapkan fisik wajib dilakukan minimal dua minggu sebelum kegiatan pendakian.
Persiapan fisik dapat dilakukan dengan olahraga jogging setiap harinya. Tidak perlu memaksakan diri, jika memang hanya kuat dengan 15 lari, maka lakukan saja terus menerus setiap hari.
Ini akan membantu otot kaki lebih lentur dan tidak cepat kaku atau kram waktu melakukan pendakian. Selain itu stamina tubuh juga akan lebih baik saat mendaki.
Ada perbedaan ketika aku melakukan persiapan fisik dan tidak melakukannya.
Ketika tidak melakukan persiapan fisik sebelum pendakian, aku akan lebih cepat lelah ketika naik, dan kaki akan cepat lemas ketika berjalan turun.Kaki ku juga akan lebih cepat kram ketika mendaki.
Pernah setelah sekian lama tidak mendaki, aku merencanakan sebuah kegiatan mendaki Gunung Merapi.
Tanpa persiapan fisik apapun aku dan teman-teman naik, baru beberapa meter dari basecamp kakiku sudah lelah dan pegal. Belum lagi nafas yang sudah ngos-ngosan dan detak jantung yang tidak stabil.
Penting untuk para pemula mengenali medan yang akan ditempuh saat mendaki di sebuah gunung. Apalagi jika itu pertama kalinya naik ke gunung tersebut.
Hal ini penting untuk mempersiapkan segala hal yang dibutuhkan, mulai dari logistik, peralatan, dan stamina tubuh.
Cari tahu juga tentang kondisi cuaca saat pendakian akan di lakukan, waktu tempuh, serta sarana yang ada.
Info ini akan sangat berguna untuk memperkirakan apa yang butuh dan tidak butuh untuk di bawa.
Misalnya saja kita akan melakukan pendakian di Gunung Merapi.
Kita memperkirakan jarak tempuh normal menuju puncak sekitar 7 jam, untuk itu kita bisa sesuaikan kebutuhan logistik yang harus kita bawa.
Tentu akan sangat berbeda dengan apa yang akan kita bawa untuk mendaki Gunung Semeru yang notabene memiliki waktu tempuh lebih lama.
Setelah memperkirakan apa yang kiranya perlu dibawa, sangat penting untuk membuat catatan serta checklist barang bawaan.
Ini akan mempermudah kita untuk mengecek, barang apa yang sudah dan belum siap. Kita pun harus disiplin untuk mengisi checklist ini agar tidak ada barang yang tertinggal, apalagi jika itu adalah barang yang sangat penting kegunaannya.
Tak ada salahnya untuk sering bertanya pada orang yang sekiranya lebih berpengalaman.
Kita bisa menanyakan tentang apa saja yang kurang, apa yang seharusnya dilakukan untuk melengkapi kekurangan itu, atau bisa juga kita meminta mereka untuk berbagi pengalaman mereka saat mendaki ke gunung yang akan kita tuju.
Setiap pengalaman yang didapat akan memberikan kita pandangan baru saat mendaki.
Aku sering bertanya pada teman-temanku ketika hendak mendaki ke suatu gunung.
Hal yang sering ku tanyakan adalah berapa jam waktu untuk sampai ke puncak, bagaimana kondisi tracknya, dimana sebaiknya aku mendirikan camp, dan satu pertanyaan usil yang sering kuberikan adalah pengalaman mistis apa yang ia dapatkan.
Banyak ilmu yang bisa dicari sebelum mendaki. Mulai dari ilmu survival, PPGD -Pertolongan Pertama Gawat Darurat, navigasi, dll.
Ilmu ini memang tidak selalu dipakai, tapi akan sangat penting jika kita membekali diri dengan ilmu tersebut.
Ilmu ini akan sangat berguna disaat keadaan darurat, misalnya saat ada kecelakaan kecil, saat tersesat, atau saat kekurangan bahan makanan.
Seperti satu ilmu penting survival di saat kita tersesat, hal penting yang harus dilakukan adalah STOP.
STOP memiliki kepanjangan “Stop Thinking, Observation, and Plan”.
Ketika seorang pendaki sudah merasa bahwa dirinya tersesat, hal pertama yang mesti dilakukan adalah “Stop/seating” atau berhenti. Sangat penting untuk segera berhenti di tempat agar tidak tersesat terlalu jauh.
Kedua adalah “Thinking” atau berpikir dengan pikiran tenang tentang solusi apa yang akan dipilih untuk menyelesaikan permasalahan yang ada.
Ketiga adalah “Observation” atau pengamatan, yakni mengamati keadaan sekitar, apakah ada hal yang mengancam keselamatan jika singgah di tempat tersebut, atau adakah yang bisa dimanfaatkan dari sekeliling.
Terakhir adalah “Plan” atau menyusun rencana. Sangat penting untuk segera menyusun rencana apa yang akan dilakukan agar dapat segera lepas dari kondisi tersesat. Misalnya dengan melakukan penyusuran kembali jalur yang dilewati, atau akan menginap di tempat tersebut terlebih dahuluserta memikirkan resiko apa yang sekiranya akan ditemui.
Ilmu PPGD pun sangat penting untuk para pendaki.
Salah satu kasus yang sering terjadi adalah hipotermia. Dalam kondisi hipotermia, korban sangat membutuhkan bantuan dari orang lain untuk mengatasinya. Teman pendakian dapat segera melakukan pertolongan.
Di sini rekan kontributor Phinemo, Yuliani sudah menjelaskan ilmu tentang penanganan hipotermia dalam artikelnya “Hal yang harus dilakukan saat hipotermia di tengah gunung”.
Ilmu dasar untuk pengobatan kecelakaan kecil seperti terkilir, kram, atau luka lainnya juga penting.
Di Lawu, sempat suatu waktu aku menjumpai seorang pendaki yang kakinya terkilir dan agak parah. Untungnya salah satu dari rombonganku bisa membantu memijat. Ketrampilan semacam ini pun penting untuk melakukan pertolongan pertama.
Karena mendaki tak hanya butuh nyali, maka persiapkan segala hal mulai dari diri sendiri