Suku Osing di Banyuwangi, Kenapa Berbeda dengan Suku Jawa Lainnya?

Peranakan dari perkawainan campuran antara Kerajaan Blambangan dan Kerajaan Mengwi kemudian dikenal sebagai Suku Osing di Banyuwangi.

SHARE :

Ditulis Oleh: Taufiqur Rohman

Suku Osing atau dikenal juga sebagai Laros (akronim: Lare Osing) atau Wong Osing merupakan suku bangsa asli yang mendiami Banyuwangi di Jawa Timur, wilayah paling timur Pulau Jawa. Suku Osing adalah sub-kultur dari Suku Jawa dengan bahasa, budaya, dan adat kebiasaan yang jauh berbeda. Terdapat dua unsur yang menjadi dasar pembentuk Suku Osing, yaitu Jawa dan Bali.

Membahas tentang Suku Osing tak bisa lepas dari Kerajaan Blambangan, leluhurnya. Setelah Majaphit runtuh oleh Kesultanan Demak, Kerajaan Blambangan menjadi kerajaan Hindu terakhir di Pulau Jawa yang juga berperan sebagai penyangga antara Kesultanan Islam yang muncul pada abad ke-16 M dan wilayah-wilayah di Pulau Bali yang beragama Hindu.

Kerajaan Blambangan adalah tempat bergantung orang-orang Bali untuk meningkatkan perekonomian setelah terpuruk akibat perang. Kerajaan Blambangan juga menjadi alasan kenapa Kesultanan Mataram Islam tak bisa menyebarkan agama Islam dan pengaruhnya ke Pulau Bali di timur. Posisi Kerajaan Blambangan yang berada di tengah-tengah membuatnya sangat rentan terhadap pengaruh luar.

Blambangan menjadi negara bawahan dari raja-raja Buleleng. Setelah Kerajaan Buleleng kalah oleh Kerajaan Mengwi, Kerajaan Blambangan pun berpindah di bawah kekuasaan Kerajaan Mengwi. Saat kedaulatan negara Blambangan berada di bawah Kerajaan Mengwi, momen penting dalam sejarah budaya Blambangan terjadi. Melalui perkawinan kedua kerajaan, lahirlah Suku Osing yang berasal dari peranakan Jawa-Bali.

Kerajaan Mengwi mempengaruhi Kerajaan Blambangan dengan cara persekutuan perkawinan. Gusti Agong yang ketika itu menjadi raja Mengwi menwarkan putri Bali kepada Danureja, Pangeran Blambangan sebagai selir. Dan di saat yang sama, Gusti Agong menikahi putri Danureja, Mas Ayu Ratu. Persekutuan serupa juga dilakukan oleh bangsawan Blambangan dan secara bertahap oleh orang-orang biasa.

Setelah beberapa dekade berlalu, perkawinan campuran tersebut jelas telah menandai demografi dan budaya Blambangan. Orang peranakan antara Kerajaan Blambangan dan Kerajaan Mengwi kemudian dikenal sebagai Suku Osing. Ketika Kerajaan Blambangan runtuh, budayanya telah berubah. Suku Osing telah menjadi kehadiran permanen di masyarakat Blambangan, dan mereka terus berada di wilayah Banyuwangi hingga kini.

Suku Osing berbicara bahasanya sendiri, bahasa Osing yang berasal dari pengaruh bahasa Bali dan turunan langsung bahasa Jawa Kuno. Sekilas budaya dan adat kebiasaan Suku Osing hampir mirip dengan Suku Jawa dan Suku Bali, namun sebenarnya jelas berbeda. Suku Osing adalah sub-kultur dari Suku Jawa yang hidup menetap di desa-desa pertanian dengan tanah subur di bagian tengah dan timur Banyuwangi.

Ciri-ciri masyarakat Suku Osing yang dapat dilihat adalah menggunakan bahasa Osing dalam kesehariannya. Memiliki danyang desa dan mengakui kepercayaan leluhur. Cenderung homogen, melakukan perkawinan dengan orang yang satu suku. Sebagian besar beragama Islam, namun beberapa masih menganut Hindu bahkan kepercayaan lain seperti Saptadharma.

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU