Dilansir dari Antara, Dua orang turis asal Jerman dilaporkan oleh warga karena terlihat mandi di Pantai Ujung Blang Lhokseumawe hanya dengan menggunakan bikini. Hal ini bertentangan dengan peraturan syariat islam yang berlaku di Aceh dan bertentangan pula dengan prinsip masyarakat setempat yang menganggap hal tersebut tabu.
Kedua turis langsung dibawa ke Kantor Satpol PP dan Wilayatul Hisbah (WH atau polisi syariah) oleh petugas.
“Untuk diingatkan supaya jika mandi ditempat terbuka di Aceh, agar tidak hanya memakai pakaian dalam saja, karena di Aceh berlaku Syariat Islam,” ungkap M. Irsyadi, Kepala Satpol PP dan WH kota Lhokseumawe.
Andre Brun dan Dominika Lzastkova, kedua turis asal Jerman tersebut, melanggar Syariat Islam karena berbusana tak pantas di tempat umum, Selasa (12/4) waktu setempat.
Kejadian itu berawal dari laporan warga yang melihat sepasang wisatawan asing yang mandi di Pantai Ujong Blang pada Selasa sore.
“Dari laporan warga, kami langsung ke lokasi, namun dua wisman itu sudah memakai pakaian normal. Memakai bikini pada saat mandi di pantai jelas melanggar Qanun No.11 Tahun 2002 tentang Syiar, Ibadah dan Akidah,” ujar dia.
Dalam keterangannya kepada petugas, kedua wisatawan itu mengatakan tidak tahu bahwa di Aceh berlaku Syariat Islam. Serta mereka akan mentaati apa yang berlaku di Aceh terutama masalah berpakaian. Irsyadi juga menambahkan, pemandangan wanita yang mandi dengan hanya memakai pakaian dalam di tempat terbuka tentu saja janggal dan tabu di Aceh, oleh karena itu keberadaan sepasang wisatawan tersebut menjadi tontonan warga.
Setelah diingatkan dan diberi tahu tentang kondisi daerah setempat, keduanya kembali ke penginapan,
Syariat Islam di Aceh merupakan bagian dari adat dan prinsip yang diterapkan oleh Masyarakat setempat. Senada dengan Aceh, NTB juga merupakan lokasi wisata syariah. Namun bedanya, di NTB masih banyak turis yang bebas menggunakan bikini dan masih banyak tempat-tempat hiburan yang menjual minuman beralkohol.
Pada kenyataannya, syariat islam yang diterapkan tersebut merujuk kembali pada bagaimana masyarakatnya menjalankan. Jika di Aceh, siapapun mutlak mematuhi dan menghormatinya, namun di NTB, syariat islam lebih ke pengadaan fasilitas, seperti masjid dan mushola, arah kiblat, wisata halal, dan lain sebagainya. Pemerintah setempat menilai masyarakat NTB sudah dapat menilai sendiri dan mayoritas dari mereka adalah muslim yang taat.
Sebagai turis, hendaknya kita mengetahui apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan di tujuan wisata kita. Biar bagaimanapun, kita tidak mau, kan jika dicap sebagai turis yang tidak tau diri dan sembrono karena melanggar hukum adat?