Siapa Bilang ke Aceh Harus Pakai Jilbab? Nggak Perlu!

Ingin berwisata ke Aceh tapi takut dengan berbagai aturan di sana? Benarkah seseram itu aturan-aturan di Aceh?

SHARE :

Ditulis Oleh: Travel Blog Hikayat Banda

Hati-hati kalau ke Aceh, ada syariat Islam loh..ntar ditangkap sama polisi syariat, bisa dicambuk di muka umum loh!

Saya tahu, sebagian besar kalian akan berpendapat demikian ketika ingin berangkat menuju Aceh untuk pertama kalinya. Stereotip Aceh sebagai kawasan syariat Islam telah membuat sebuah mimpi buruk menjadi kenyataan. Islam yang keras, tak ada perjudian, tidak ada wanita tunasusila, tidak ada bioskop, tidak bisa dugem, atau hal-hal yang lainnya yang berkaitan dengan semua keinginan duniawi yang biasa tersaji ditempat wisata lainnya di Indonesia. Dan, justru karena hal itulah yang membuat Aceh itu unik, kawan!

Bayangkan! Bila kalian ke Aceh lalu kalian dikejar-kejar polisi syariat hanya karena kalian duduk ‘ngangkang’ di motor. Atau, kalian dikejar polisi syariat karena duduk diwarung kopi sampai malam hari terutama kalian yang bergenre wanita atau yang berjiwa kewanitaan #eh?

Ditangkap, dikawin paksa di penghulu dengan mahar emas yang bermayam-mayam. Harus tutup aurat dan pakai jilbab, bahkan ketika mandi laut! Dan yang terburuk? Tentu saja kalian bisa dihukum cambuk dan tak boleh balik lagi ke kampung halaman! Bayangkan! Betapa Aceh itu mengerikan dengan semua peraturan yang ada.

Jujur, sebenarnya sejumlah pertanyaan yang paling buruk sering saya dapatkan dari sebagian besar teman atau tamu yang sedang berkunjung ke Aceh. mulai dari rasisnya orang Aceh, sampai kejamnya orang Aceh karena mereka gila perang. Well.. paling tidak mereka tidak salah. Karena sebagian besar media mainstream hari ini memang menceritakan demikian.

Yakin nggak mau ke sini? Foto oleh Barry Kusuma

Lalu, benarkah demikian? Separah itukah Aceh? Tidak bisa keluar malam, tidak boleh berdua-duaan, apa-apa harus berurusan dengan polisi syariat, cambuk dan sebagainya? Bagaimana kalau saya katakan bahwa ke Aceh, kalian tidak perlu pakai jilbab? Percaya tidak?

****

Salah satu program UNWTO ( World Tourism Organization) adalah mengkampayekan mengenai Respect Local Culture, dan Aceh, mempunyai kearifan lokal yang tetap harus dijunjung tinggi. Sama seperti Bali yang begitu menjaga adat-istiadatnya. Apakah di bali anda bisa berkeliaran dan menyalakan listrik ketika hari Nyepi? Tentu saja tidak bukan? Begitupun Aceh.

Aceh dikenal sebagai salah satu daerah dengan jumlah penduduk beragama muslim terbesar di Indonesia. Jadi, wajar saja bila akhirnya syariat islam merupakan salah satu local culture yang harus dijunjung. Berjilbab salah satunya. Aceh memang mewajibkan jilbab bagi wanita yang sudah dewasa (baligh) dan beragama ISLAM. Yup, hanya yang beragama islam saja. Yang non islam bagaimana? Ya silakan berpakaian sebagaimana biasanya. Yang penting? Anda sopan kami segan. Bukannya anda panas kami terangsang ya? #hayyah.

Perihal duduk ngangkang? Dan harus pakai rok? Ini hanya peraturan daerah tingkat dua, jadi bukan Aceh secara keseluruhan. Kabupaten dan kota di Aceh, telah mengadopsi system otonomi. Jadi, setiap daerah kabupaten/kota berhak mengatur daerahnya masing-masing sepanjang tidak bertentangan dengan UUD 45 Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Iya, kami masih bagian dari Indonesia, jadi ke Aceh tidak usah pakai paspor kok hehe)

Aceh, tidaklah seseram yang kalian bayangkan. Pelaksanaan Syariat islam di Aceh sangat humanis, kecuali bagi mereka yang suka judi dan minum miras (khusus muslim) dan tidak seperti yang kalian dengar dari kabar burung yang tak jelas burung siapa itu. Di Aceh, kalian bisa berkeliaran sampai larut malam. Bagi wanita, asalkan ada yang menemani dan bukan untuk hal yang aneh-aneh, pun masih aman. Bioskop dan diskotik memang tak ada, tapi bukan berarti Aceh kekurangan tempat ‘nongkrong’ yang asyik. Konser musik, pameran, dan fashion show sering diadakan di Aceh. tentunya sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Kak Gemala Hanafiah diving di perairan Pulau Weh. Foto dari Gemala Hanafiah Blog

Polisi Syariah razia? Tenang, mereka itu cuma melakukan razia pada saat-saat tertentu. Dan bila kita tidak salah, kenapa mesti takut? Sama saja dengan pak polisi, bila kita tidak melanggar mengapa mereka harus menangkap kita, bukan?

Jangan ragu untuk menikmati semua keindahan pantai-pantai di Aceh, apalagi bila kalian ingin surfing, diving, ataupun snorkeling. Karena penerapan jilbab tidak se-“kacau” yang kamu kira. Seorang surfer wanita yang terkenal di Indonesia, Gemala Hanafiah, pernah surfing di Pantai Lhoknga tanpa pakai jilbab. Aman? Ya tentu sajalah aman! Atau lihatlah para bule yang bisa ber-snorkeling ria di Pantai Iboih, Pulau Weh, dengan pakaian renangnya yang seksi tanpa jilbab. Aman? Yup, tentu saja. Kalau tidak aman, mana mau mereka balik lagi ke kampong saya ini, kan?

Kak Mala mau surfing di Pantai Lhoknga Aceh Besar. Foto asli dari sini

Najwa Shihab ketika meliput Aceh. Foto asli dari fetzer.org

Kami orang Aceh rasis dan kasar? Andaikata kalian mau membaca tulisan blog sederhana ini dengan sabar, saya pasti akan menjelaskannya panjang kali lebar mengenai hal ini. Tapi, itu sepertinya terkesan terlalu dipaksakan. Intinya, (saya copy paste saja tulisan Bang Sayid Fadhil yang ini)

Kasar? Orang Aceh itu memang keras. Kadang candaannya juga keras. Tapi bukan berarti kasar tanpa tata krama. Bahkan di Aceh, tidak pernah terdengar kejadian ada pencopet dibakar hidup-hidup, atau dipukuli sampai cedera parah atau mati.

Kenyataannya orang Aceh sangat ramah kepada pengunjung. Bahkan dalam adat Aceh ada istilah pemulia jame, memuliakan tamu. Bila kita bertamu, dan menginap, jamuan makan untuk kita pastilah lebih dari pada kebiasaan makan sehari-hari. Bahkan dengan berat hati, terpaksa saya akui, kadang kala malah lebih memuliakan tamu dibanding keluarga sendiri hehehe.

Nah, sampai disini dulu cerita saya mengenai Aceh, sebuah kampong di ujung barat negara yang indah ini. Apakah kalian masih takut ke Aceh? Atau masih bingung ke Aceh karena tak punya jilbab? Tenang, nanti kalau kalian (para wanita dan yang berjiwa wanita) ke Aceh dan tak punya kerudung atau jilbab, akan saya pinjami punya istri saya untuk kalian. Akan tetapi, bila tak mau, pun tak mengapa. Sepanjang kamu berpakaian sopan, maka kami pun akan segan. Tapi bila kamu berpakaian “panas” maka kami pun akan tergoda #makinkacau.

Yakin tidak mau ke sini? Foto dari Hikayat Banda

Kesimpulannya? Saya kembalikan semuanya kepada kalian semua. Saya tunggu kedatangan kalian semua di Aceh ya.

YR

Bna, 8/10/15

***

Tulisan ini adalah hasil karya Yudi Randa. Kamu bisa membaca tulisan menarik lain darinya di hikayatbanda.com

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU