Bangsa kita adalah bangsa yang latah. Yang terbaru adalah tren tempat wisata warna-warni, saat yang satu berhasil, hampir semua objek kini diwarnai seperti pelangi.
Melihat deretan rumah warna-warni memang terlihat lebih menyegarkan mata dan enak dipandang dibandingkan perkampungan kumuh dan lusuh. Contoh perkampungan yang sukses mengubah wajah lusuhnya menjadi lebih berwarna adalah Kampung Jodipan Malang dan Kampung Pelangi Semarang.
Dari sisi ekonomi, perkampungan warna-warni perlahan menghasilkan pundi-pundi uang dari banyaknya wisatawan yang berkunjung ke sana. Ada warga yang sediakan lahan parkir, menjual makanan, hingga sediakan spot foto berbayar sukarela.
Kemudian, dari segi pariwisata, kampung warna-warni pun mampu mendongkrak pamor wisata kota setempat. Semarang misalnya, jika Semarang dulu hanya dikenal dengan Lawang Sewu dan Klenteng Sam Poo Kongnya saja, kini banyak orang jauh-jauh ke Semarang ingin menilik Kampung Pelangi.
Dalam kasus pengubahan wajah perkampungan dengan menghiasinya menggunakan cat warna-warni memang memberikan dampak positif dari segi ekonomi dan juga pariwisata lokal.
Meski demikian bukan berarti semua objek wisata menjadi lebih menarik dengan cat warna-warni. Ada juga tempat wisata yang lebih terlihat cantik dengan warna natural.
Coba amati foto di bawah ini. Kedua foto diambil di tempat yang sama yaitu di Sungai Amprong Malang.
Wajah Sungai Amprong di Malang menunjukkan pemandangan yang berbeda. Batuan kali besar yang ada di sepanjang Sungai Amprong tadinya tak diwarnai. Kini, bebatuan kali tersebut berubah menjadi lebih berwarna. Para wisatawan yang sedang lakukan arung jeram pun terlihat sumringah berfoto di depan batu warna-warni.
Dilihat dari tren kekinian saat ini, pemandangan mencolok wisata warna-warni memang menarik untuk dilihat. Tapi, dari sisi estetika naturalitas alam, bebatuan warna-warni ini malah menghilangkan kesan wisata alam, malah terlihat seperti wisata buatan.
Contoh tempat wisata warna-warni lainnya yang tengah hebohkan warganet adalah Pantai Tanjung Siambang, Dompak, Tanjung Pinang, Kepulauan Riau.
Foto bebatuan pantai yang diwarnai pelangi tersebut menimbulkan pro dan kontra antara warganet. Ada yang tidak setuju dengan pewarnaan tersebut karena dianggap sebagai bentuk vandalisme, ada juga yang mendukungnya sebagai bentuk pengembangan pariwisata.
Melansir dari Kompas dalam artikelnya berjudul “Pantai Cantik Ini Diprotes Netizen karena Dicat Warna-warni“, tindakan mewarnai tersebut telah mendapatkan izin dari pemerintah. Menurut Kepala Dinas Pariwisata Kepulauan Riau, Buralimar, aktivitas tersebut merupakan ide kreatif dari kelompok sadar wisata masyarakat Teluk Siambang yang ingin menjadikan Teluk Siambang Pulau Dompak menjadi destinasi wisata baru.
Apa yang dilakukan kelompok sadar wisata Teluk Siambang ini memang perlu diacungi jempol karena mereka sudah bergerak dan berinisiatif untuk mengembangkan pariwisata lokal. Yang perlu dipertimbangkan, mengkreasikan tempat wisata yang hits sebetulnya tak harus menjadikannya warna-warni.
Memang benar, mengikuti tren cenderung jadi ‘jalan aman’, minim resiko karena setidaknya ada referensi untuk dijadikan contoh sukses. Tapi nampaknya, esensi dan estetikanya juga harus diperhatikan. Apakah mewarnai tempat wisata adalah keharusan untuk menarik perhatian? Tak adakah cara lain untuk membuat tempat wisata jauh lebih menarik?
Setiap tempat pasti memiliki keunggulannya masing-masing, kearifan lokal yang layak dijadikan potensi pariwisata. Hal inilah yang menjadi tugas warga setempat mengangkatnya, karena bagaimanapun juga mereka yang paling mengenal tempat tersebut.
Daripada bujet yang ada dialokasikan untuk menghias pantai dengan warna tak alami, bukankah jauh lebih baik mengalokasikannya ke fasilitas penunjang wisatawan supaya lebih nyaman berlama-lama di sana. Misalnya membangun gazebo atau toilet umum. Kalaupun ingin menghias pantai agar terlihat lebih berwarna, membuat hiasan alami atau mewarnai gazebo atau rumah-rumah kecil di pinggir pantai seperti yang ada di Pantai Muizenberg Afrika Selatan juga bisa jadi pilihan.