Pada Kamis, 20 Februari 2020 lalu, empat orang wisatawan asing di Bintan mengurungkan niat untuk snorkeling setelah melihat pesisir Pantai Trikora tercemar oleh limbah minyak berwarna hitam pekat. Berdasarkan dari penuturan warga setempat diketahui bahwa limbah minyak di kawasan pesisir Pantai Trikora setiap tahun, terutama saat musim angin utara.
Salah satu tempat snorkeling di Bintan yang menjadi langganan limbah minyak adalah Bintan Nemo, kawasan wisata bahari yang mengusung konsep wisata kelong atau rumah panggung di atas laut. Lokasi tepatnya berada di Pantai Trikora Dua. Sebagi akibat adanya limbah minyak yang mencemari, Bintan Nemo terpaksa harus ditutup sampai waktu tertetentu.
Warga setempat dan pengelola tempat wisata mengaku hanya bisa pasrah karena sudah tidak tahu lagi harus berbuat apa. Jumlah limbah minyak yang mencemari pesisir Pantai Trikora tidaklah sedikit, terdapat sekitar lebih dari dua ton limbah minya. Tidak ada upaya dari instansi pemerintah terkait untuk bergerak dan memberi solusi terkait pencemaran berat ini, sehingga warga setempat maupun pengelola tempat wisata pun hanya bisa menunggu hingga limbah hilang sendiri.
Pencemaran minyak di lautan tergolong sebagai pencemaran lingkungan tingkat berat yang dapat mengancam kelangsungan hidup berbagai biota laut dan manusia. Jika tidak ditangani secara serius, pencemaran ini dapat mematikan hampir seluruh biota laut seperti ikan dan terumbu karang di dalamnya. Efeknya, keindahan bawah laut di Bintan dan pamornya sebagai lokasi snorkeling akan segera memudar.
Tidak hanya itu, jumlah tangkapan ikan nelayan juga dipastikan menurun. Alergi dan berbagai penyakit dapat menyerang warga yang hidup dan memanfaatkan sumber daya di sekitar pesisir laut Bintan. Dampak jangka panjang yang mungkin terjadi di masa depan adalah menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat karena lesunya perekonomian dari pariwisata daerah dan perikanan.
Plt Gubernur Kepulauan Riau H. Isdianto sangat mengecam keras tindakan pencemaran lingkungan yang terjadi di pesisir pantai Bintan. Namun dirinya mengaku tak bisa berbuat banyak karena sumber pencemaran berasal dari wilayah perairan Operational Port Limited (OPL) atau perairan internasional yang berbatasan dengan Malaysia dan Singapura.
Diperlukan langkah konkret dari pemerintah pusat dan kementerian terkait yang bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk menindak tegas para pelaku usaha yang membuang limbah minyaknya ke lautan lepad sehigga mencemari pesisir Bintan. Menurut Isdianto, pemerintah daerah memiliki keterbatasan dalam hal kewenangan yang menyangkut perairan internasional.