Jika tikus di rumah-rumah menjadi musuh, maka tidak dengan tikus-tikus di Arunachal Pradesh, India. Di sana, tikus-tikus bukan untuk dibunuh karena dianggap hama, melainkan diburu untuk dikonsumsi.
Tradisi makan tikus ini dilakukan oleh suku Adi dan Apatani di Arunachal Pradesh. Fenomena makan tikus ini berhasil dikemas dengan rapi dalam sebuah riset yang dilakukan oleh seorang peneliti dari Universitas Oulu Finlandia, Victor Benno Meyer-Rochow.
Ia tak menjelaskan kapan tradisi makan tikus ini pertama kali dilakukan. Tapi, Benno Meyer-Rochow meyakini bahwa tradisi makan tikus tersebut dilakukan bukan karena kelaparan kekurangan bahan pangan. Hal ini disebabkan, di daerah sekitar Arunachal Pradesh masih bisa dijumpai hewan buruan lain yang lebih umum untuk dikonsumsi seperti kambing dan rusa.
Mungkin Anda berpikir “apa enaknya makan daging tikus?“, menjijikkan, jorok, dan tidak baik buat kesehatan. Nyatanya, masyarakat suku Adi dan Apatani beranggapan kalau daging tikus itu lezat.
Bukan hanya dibakar atau langsung dimakan, tikus hasil buruan akan diolah dengan tambahan berbagai bumbu supaya lebih sedap. Hampir semua bagian tubuh dimasak dan disantap. Hanya gigi dan tulang yang tak ikut dimakan.
“tikus adalah daging paling enak yang pernah saya miliki dalam hidup saya. Daging direbus dengan tomat, teksturnya mirip daging babi, namun sangat lembut, seperti bahu babi yang dimasak secara bertahap. Luar biasa halus, lembut dan nikmat.” pengakuan salah seorang warga yang pernah mencoba tikus dalam jurnal penelitian Benno Meyer-Rochow.
Meluasnya penggunaan tikus sebagai makanan didorong pemikiran bahwa tikus belum termasuk spesies terancam punah. Selain itu, tikus merupakan hama bagi produk makanan yang disimpan, seperti biji-bijian, umbi-umbian, dan lainnya. Makan tikus dianggap lebih masuk akal daripada hanya membunuh dan tidak digunakan atau meracuninya dan meninggalkan bangkainya dimakan oleh organisme lain.
Meskipun selalu dikonsumsi sepanjang tahun, tikus terbaik di dunia didapatkan pada masa perayaan Unying-Aran. Unying-Aran ini merupakan festival berburu tikus yang dilakukan setiap 7 Maret. Usai memburu tikus-tikus, hasil tangkapan diberikan kepada keluarganya untuk diolah.
Tikus pun menjadi hidangan yang spesial bagi para tamu yang datang ke Arunachal Pradesh, India. Mendapatkan suguhan tikus atau pun kado berupa tikus merupakan suatu kehormatan. Masyarakat setempat percaya bahwa tradisi makan tikus akan meningkatkan hubungan antara masyarakat setempat.
Fenomena makan tikus bukan hanya ada di Arunachal Paradesh, India saja. Negara-negara di Asia lainnya seperti Myanmar, Laos, Vietnam, China, Thailand, dan Filipina pun mengonsumsi tikus. Bahkan, di Indonesia tepatnya di Sulawesi pun, tikus menjadi salah satu menu makanan yang lezat.