Traveling isn’t only about carrying a rucksack, taking pictures, finding a new place, but also about getting the taste and smell of the local food into the spirit of a new place.
Ungkapan itulah yang selalu menginspirasi setiap perjalanan saya. Bagaimana sebuah tempat yang paling pelosok pun tampak begitu menarik. Kadang ketidakteraturan lalu lintas di suatu tempat malah terlihat sangat unik untuk diamati. Bagaimana rutinitas warga setempat bisa lebih memikat untuk ditelusuri ketimbang menikmati tempat wisata yang ramai dikunjungi.
Keramahan dan ketulusan orang lokal menyadarkan saya bahwa masih ada kehangatan di luar rumah. Betapa keterbatasan bahasa bukan lagi halangan untuk terus menjelajah. Dan ketika mencicipi jajanan di sana, ingatan saya kembali kemasa kecil, saat saya bisa memilih makanan sesuka hati.
Ketika saya berkunjung ke Phuket, salah satu kota kecil dibagian selatan Thailand, ada beberapa kuliner yang selalu membuat saya ingat akan Phuket. Mungkin saya bisa menemukan kuliner ini di tempat lain seperti di Bangkok atau di Indonesia, tetapi originalitas rasa, keramahan mereka ketika menyuguhkan, serta kehangatan yang tercipta di sana tidak bisa saya temukan ditempat lain.
Kata para travel blogger, kita belum pergi ke Phuket kalau belum mencoba Banana Pancake. Camilan ini sangat mudah dijumpai di Phuket. Bentuknya seperti martabak telor dengan kulit luar yang manis dan didalamnya terdapat potongan – potongan pisang, seperti kue leker di Indonesia. Kita juga bisa menambahkan berbagai varian rasa, seperti nutela, milo, selai nanas, strawberry, keju, dan susu. Kita cukup mengeluarkan 50 baht untuk satu porsi banana pancake rasa coklat.
Apabila Banana Pancake sangat mudah dijumpai di Phuket, namun tidak demikian dengan Mango Sticky Rice. Saya tidak sengaja menemukan camilan ini disuatu food court di depan Masjid Aowalulhedaya, Rawai, Muang Phuket. Seperti namanya, Mango Sticky Rice merupakan perpaduan antara mangga, ketan dengan campuran kuah santan kental, dan taburan kacang hijau kupas diatasnya. Sebenarnya saya tidak terlalu menyukai ketan, tetapi ketika saya mencicipi Mango Sticky Rice ini, rasanya mulut ini tidak ingin berhenti untuk mengunyah. Ketan putih yang gurih, bercampur dengan mangga segar yang manis terasa begitu enak dan lembut dimulut. Kacang hijau kupas yang renyah kemudian hadir sebagai penyempurna rasa. Aroy .. Kalau kata orang Thailand, yang artinya enak. Harga satu porsi Mango Sticky Rice ini 60 Baht.
Hal yang menyenangkan ketika traveling adalah ketika kita bisa makan seperti orang lokal. Pagi itu kami memutuskan untuk sarapan di Chaofa Pancake yang berada di Talat Nuea, Mueang Phuket District, Phuket. Menu sarapan yang ditawarkan disini adalah roti canai. Ketika kita memesan Roti Canai, kita bisa menambahkan daging sapi, ayam atau telur ceplok setengah matang. Saya memilih Roti Canai dengan tambahan telur ceplok setengah matang, dan kuah kari kental sebagai bumbu pendampingnya. Rasa kuah kari kental yang gurih manis berpadu dengan rempah yang begitu kuat mengingatkan saya pada rendang. Namun, ketika saya mencelupkan roti canai pada kuah kari dan kemudian mengunyahnya, sesaat saya melupakan tentang rendang. Tesktur roti yang sedikit renyah bercampur dengan kari yang kental ditambah telur setengah matang yang lumer dimulut merupakan perpaduan yang pas. Saya belum pernah merasakan sensasi makan roti seenak ini. Mungkin ini sedikit berlebihan, tetapi ada perasaan puas, senang, dan bahagia ketika memakannya. Perfect!
Satu porsi roti canai telur dan segelas Thai tea dihargai 80 baht.
Ketika saya mengelilingi Phuket,saya merasa saya sedang berada di Indonesia. Kenapa? Karena saya menjumpai banyak penjual sate sosis dipinggiran jalan. Sama halnya seperti di Indonesia, sate sosis yang dijual disini pun memiliki berbagai macam bentuk. Ada sate sosis sapi, sate babi, sate sosis ikan, bakso, dan tempura. Penyajiannya dengan cara digoreng atau bisa juga dibakar. Harganya hanya 10 baht untuk 1 tusuk sate. Kalau sate babi sepertinya sedikit lebih mahal, karena saya tidak membeli jadi saya tidak tahu harganya. Yang membedakan sosis di Phuket dan di Indonesia adalah sausnya. Kita bisa menikmatinya dengan menambahkan saus naam jim, saus dengan rasa gurih, manis, pedas, dan campuran irisan daun seledri. Sepertinya saus ini dibuat dari gula pasir yang dipanaskan dengan air dan ditambahkan sedikit sambal cabai. Camilan ini mantep banget, saya paling suka dengan rasa sausnya. Sepertinya membeli 3 tusuk sate tidak akan cukup.
Dari Phuket kita melanjutkan perjalanan menuju Hatyai menggunakan bus kecil. Sebelumnya kita mampir di terminal dulu untuk pindah bus yang lebih besar. Karena bus yang mengantarkan kita ke Hatyai baru berangkat 1 jam kemudian, kami duduk – duduk disekitar terminal sambil membeli makan untuk sarapan. Sayangnya sisa uang baht saya hanya mampu untuk membeli satu bungkus manisan mangga yang dijual didekat bangku – bangku tunggu. Manisan mangga yang saya makan sangat renyah, tidak asam, tidak begitu manis, dan yang penting tanpa pewarna dan pemanis buatan. Ternyata manisan mangga enak juga untuk sarapan. Saya membeli manisan mangga ini seharga 10 baht.
Mungkin Thai tea bukan termasuk dalam jenis makanan, tetapi minuman ini membuat saya selalu merindukan keramahan dan kedamaian yang saya rasakan ketika disana. Thai Tea yang saya coba di kedai roti canailah yang paling enak. Perpaduan sepatnya teh dan susu kental manis yang begitu pas bisa membuat saya bahagia. Saya hanya perlu membayar 20 baht untuk segelas kebahagian yang tidak terlupakan itu.
The tasty food is a food that can make you happy. If you can enjoy your trip and find the tasty food there, then you completely have your perfect journey!