Eksistensi Pohon Baobab (Adansonia digitata sp) terancam. Satu persatu pohon purba yang jadi ikon benua Afrika ini mati. Menyedihkannya, hingga kini para peneliti belum mengetahui penyebabnya.
Seorang Profesor di Babes-Bolyai University, Adrian Patrut dan timnya melakukan penelitian terhadap pohon-pohon Baobab untuk mengetahui usia pohon melalui penanggalan radiokarbon.
Penanggalan radiokarbon sendiri merupakan metode penanggalan radiometrik yang menggunakan isotop karbon-14 (14C) untuk menentukan usia material organik dengan batasan hingga 60.000 tahun sebelum sekarang (Before Present disingkat dengan BP di mana ‘sekarang’ didefinisikan pada 1950-red)
Profesor Patrut dan rekan-rekannya mengukur dan menghitung ketebalan, tinggi, volume, dan kesehatan relatif dari lebih dari 60 pohon baobab terbesar yang tersebar di Afrika dan pulau-pulau di dekatnya antara tahun 2005 dan 2017.
Untuk mengidentifikasi usia setiap pohon, para peneliti mengumpulkan sampel kayu untuk menentukan penanggalan radiokarbon. Sampel tersebut didapatkan dari bagian luar setiap batang baobab, rongga bagian dalam batang pohon, dan sayatan yang dalam batang.
Setiap sampel dengan hati-hati dikemas dan dikirim ke laboratorium di AS untuk penanggalan radiokarbon.
Menyedihkannya, selama penelitian tersebut Profesor Patrut menemukan fakta bahwa pohon baobab yang dijadikan subyek penelitian mati tanpa menunjukkan tanda penyakit atau pun sebab lainnya.
Dilaporkan oleh Prof. Patrut, total 9 dari 13 pohon tertua dan 5 dari 6 pohon terbesar telah mati atau setidaknya bagian / batang tertua mereka telah runtuh selama 12 tahun terakhir.
Pohon tertua dalam penelitian ini adalah Panke, baobab suci raksasa di Zimbabwe. Para peneliti memperkirakan pohon ini berusia setidaknya 2.450-2.500 tahun, sehingga kehidupan Panke dimulai kira-kira pada saat yang sama ketika kehidupan Buddha berakhir. Tapi, batang batang Panke yang besar terguling dan mati antara 2010 dan 2011.
Lalu, pada November 2017, pohon Baobab terbesar dikabarkan telah hancur sepenuhnya. Pohon Baobab tersebut adalah Platland atau biasa dikenal dengan nama Sunland. Pohon ini merupakan yang terbesar di dunia. Bahkan, Platland bisa menampung hingga 15 orang.
Pohon Baobab Platland memiliki keliling 33 meter, tinggi 19 meter, dan berusia 1.000 tahun lebih. Sejak pertengahan 2016, pohon ini mulai membusuk dan November 2017 dinyatakan mati.
Kematian pohon Baobab secara besar-besaran dalam kurun waktu satu dekade dianggap suatu hal yang tak wajar. Bagaimana tidak, pohon yang harusnya bisa berusia ribuan tahun tersebut mati dalam kurun waktu yang berdekatan.
Diketahui, sebagian besar pohon mati dan sekarat terletak ribuan kilometer jauhnya dari satu sama lain, sehingga penyebab kematian misterius baru-baru ini bukan karena efek penyakit.
Para ilmuwan pun menduga, matinya pohon baobab dalam jumlah yang relatif banyak ini kemungkinan besar disebabkan oleh perubahan iklim. Dalam satu dekade terakhir di Afrika bagian Selatan memang tercatat peningkatan suhu dan berkurangnya curah hujan. Sementara Baobab sangat bergantung pada musim hujan tahunan.
Selain itu, penelitian sebelumnya telah menemukan fakta bahwa jumlah pohon baobab yang menurun tak diimbangi dengan regenerasi pohon yang baik.