“Taman ini dulunya adalah area pemakaman. Zaman dulu memang selalu ada area pemakaman di samping tempat ibadah,” seorang anak muda berkacamata bercerita pada sekumpulan orang yang berdiri mengerumuninya. Mereka berada di Taman Srigunting, samping Gereja Blenduk Kota Lama, Semarang.
Anak muda tadi lalu mengajak sekumpulan orang di depannya menyeberang jalan, ke depan bangunan tua bercat putih di depan Gereja Blenduk. Dibuatnya sekumpulan orang tadi menjadi letter U.
“Kalau ini Gedung Jiwasraya, bangunan pertama di Semarang yang memiliki lift. Dulu naik turunnya lift masih manual, pakai tenaga manusia,” jelas si anak muda.
Lalu dari depan Gedung Jiwasraya, ia menunjuk ke arah atap Gereja Blenduk sembari bercerita.
“Gereja itu dinamakan ‘Gereja Blenduk’ karena atapnya yang berbentuk kubah, jadi masyarakat lokal menyebutnya ‘blenduk’ (Bahasa Indonesia: ‘berbentuk membulat’ – red). Nama aslinya adalah GPIB Immanuel, gereja protestan tertua di Semarang. Gereja itu mempunyai menara yang pada awal pembangunannya dimaksudkan sebagai persiapan melawan Inggris, karena pada saat itu ada isu bahwa tentara Inggris akan menyerang Kota Semarang.”
Baca 17 hal menarik di Semarang yang tak boleh dilewatkan dengan klik di sini.
Anak muda tadi adalah Dimas Suryo, salah seorang pendiri Bersukaria Walk. Tiap minggunya, Bersukaria Walk rutin mengadakan sesi walking tour keliling suatu kawasan, biasanya kawasan bersejarah, di Semarang. Rutenya berganti-ganti tiap minggunya, diumumkan di akun Instagram mereka.
“(Bersukaria Walk- red) nggak mematok harga khusus, seikhlasnya peserta saja. Silakan kalau merasa dapat manfaat dari walking tour kami, bolehlah bayar lebih, kalau nggak pun nggak masalah, kami ikhlas aja. Tujuan awalnya memang bukan untuk komersil, kami ingin mengenalkan pada orang-orang tentang tempat-tempat nggak umum di Semarang yang asyik dijelajahi,” jelas Dimas saat kami temui di Toko Oen Semarang, pada kesempatan berbeda.
Dimas menjelaskan, Bersukaria Walk adalah bagian dari Bersukaria Tour, usaha tour operator yang ia jalankan bersama beberapa temannya. Kurang lebih sudah 1 tahun Bersukaria Walk ia jalankan.
“Saya dan teman-teman bergantian menjadi guide tiap minggunya. Total sampai sekarang, kami sudah punya 9 rute; Kota Lama, Pecinan, Kereta Api, Candi Baru, Raja Gula, Multikultural, Kampung Kota, Kauman, dan Jalan Bojong.”
Ketika ditanya tentang antusiasme masyarakat mengenai konsep walking tour yang Bersukaria Walk tawarkan, sudah cukup menggembirakan.
“Tiap minggu pasti ada peminatnya, se-enggaknya 5-7 orang. Bahkan ada yang sudah mencoba 9 rute yang kami tawarkan.”
Menurut Dimas, konsep walking tour sebagai aktivitas di tempat wisata sudah booming di Eropa sejak tahun 2000-an. Di Indonesia, salah satu penyedia jasa walking tour yang Dimas tahu adalah Jakarta Good Guide.
“Kalau Jakarta Good Guide itu jalan tiap hari, kebetulan saya pernah berkesempatan ikut tour mereka,” jelas Dimas.
Saat ditanya mengenai rencana terbaru dalam waktu dekat, Bersukaria Walk akan membuka rute baru di Semarang kawasan atas.
“Kami sedang survei untuk membuka rute di Jatingaleh. Dulunya di sana ada pertempuran bersejarah antara 8000 pasukan gabungan Belanda dan Perancis, melawan 1000 pasukan Inggris. Ajaibnya, pasukan Inggris yang jauh lebih sedikit bisa mengalahkan pasukan Belanda dan Perancis. Apa yang terjadi saat itu, Kamu harus ikut walking tour kami,” pungkas Dimas sambil tertawa.
Ketua Badan Pengelola Kawasan Kota Lama (BPK2L) yang juga Wakil Wali Kota Semarang, Hevearita G Rahayu, mengapresiasi aktivitas walking tour yang rutin diselenggarakan Bersukaria Walk.
“Kami sangat mendukung aktivitas semacam itu, bagus untuk pariwisata,” ungkap Ita, sapaan akrab Hevearita.
Baca ulasan lengkap mengenai rekomendasi cara beda mengeksplor Semarang dengan klik di sini.
Kota Lama Semarang sekarang memang sedang dibenahi terkait persiapan menjadi ‘World Heritage UNESCO’ pada tahun 2020.
“Tahun 2017 ini kami ingin fokus membenahi infrastrukturnya terlebih dulu seperti jalan dan drainase, agar nanti sanggup mendukung apapun kegiatan yang diselenggarakan di Kota Lama. Kreasi atraksi wisata yang rutin semacam itu memang sangat menarik, itu menjadi fokus kami berikutnya,” jelas Ita.
Lebih lanjut Ita menuturkan, banyak hal yang sudah dan sedang dipersiapkan pihaknya untuk menjaring wisatawan dari semua kalangan, baik tua maupun muda. Sebagai contoh, di Kota Lama Semarang, sekarang ada pedestrian dengan bola-bola besar penghalang naiknya pesepeda motor. Hal ini cukup menggembirakan mereka yang ingin menikmati Kota Lama dengan berjalan kaki.
Ke depannya, BPK2L disebut Ita sedang merancang acara rutin pada Jumat, Sabtu dan Minggu semacam semawis di kawasan pecinan, yang akan menampilkan produk-produk UMKM dan kuliner. Selain itu, saat ini juga sedang proses pematangan konsep pembuatan open space theater di Kota Lama, sehingga nantinya memungkinkan untuk digelar atraksi seni dan budaya tiap hari.
“Agar Kota Lama hidup, ‘living heritage’, semua pihak terkait di sini harus bersinergi. Pada dasarnya pemerintah hanya supporting, masyarakatlah yang harus lebih aktif,” pungkas Ita.
Di awal tahun 2017, Menteri Pariwisata Arief Yahya menyebutkan 3 hal terpenting untuk mengembangkan pariwisata, yaitu 3 A; Aksesbilitas, Amenitas dan Atraksi.
Aksesbilitas adalah tingkat kemudahaan wisatawan mencapai objek wisata. Beberapa hal yang mempengaruhi aksesbilitas suatu tempat adalah kondisi jalan, jaringan transportasi hingga jarak dan waktu tempuh.
Amenitas, merupakan sarana pra-sarana yang harus ada, untuk memenuhi kebutuhan wisatawan, seperti sarana kebersihan, kesehatan, keamanan, komunikasi, tempat penginapan, rumah makan hingga souvenir.
Sementara atraksi adalah semua yang terdapat di daerah wisata yang dapat menarik wisatawan untuk berkunjung. Sesuatu yang dapat menarik wisatawan meliputi benda-benda tersedia di alam, hasil ciptaan manusia dan tata acara hidup masyarakat. Selain itu, atraksi dibedakan menjadi dua, yaitu situs atraksi (tempat menarik,tempat dengan iklim nyaman, pemandangan indah, tempat bersejarah) dan kegiatan atraksi (festival, pameran, dll).
Strategi 3A tersebut adalah kunci, baik untuk mendatangkan maupun untuk membuat wisatawan kembali. Apalagi jika kita membicarakan pangsa pasar terbesar saat ini, para generasi millennial, orang-orang yang lahir pada rentang tahun 1980 – 2000.
Riset Agoda menggambarkan bagaimana wisatawan era sekarang butuh hal menarik di tempat tujuannya berlibur dan mengeksplornya, tak sekadar sebuah tempat dengan hanya ada situs atraksi (tempat berpemendangan indah), tanpa adanya kegiatan atraksi (festival, pameran, maupun aktivitas lainnya).
Hal ‘kecil’ yang dilakukan Dimas Suryo bersama teman-temannya di Bersukaria Walk, maupun seperti yang dilakukan Jakarta Good Guide di Jakarta, membuat wisatawan memiliki alasan lain untuk berkunjung ke destinasi wisata. Tak sekadar jalan berkeliling dan foto-foto, lebih dari itu mereka bahkan mendapat wawasan baru tentang tempat yang mungkin tak pernah mereka dapat di buku sejarah sekolah.
Aksesbilitas, Amenitas dan Atraksi, ke-3 hal tersebut patut menjadi perhatian pihak terkait, utamanya pengelola wisata. Alangkah baiknya jika semua hal tersebut saling berkesinambungan, tak boleh ditinggalkan salah satunya. Memiliki atraksi yang menarik tapi aksesbilitas dan amenitas yang buruk, wisatawan akan berpikir 2 kali untuk datang. Begitupun jika ada aksesbilitas dan amenitas yang baik, tapi tak ada atraksi berkesan di tempat tersebut, dijamin wisatawan tak akan kembali lagi.