Suku Jawa merupakan suku bangsa terbesar di Indonesia yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, Indramayu, dan Serang-Cilegon. Saat ini sekitar 40.22 persen penduduk Indonesia adalah Suku Jawa. Suku Jawa selain di Indonesia juga banyak mendirikan perkampungan yang berada di negara-negara lain, seperti diantaranya Kaledonia Baru, Oseania, dan Suriname di Amerika Selatan.
Suku Jawa menjelajah dan menyebar ke seluruh dunia sejak akhir abad 19 saat Indonesia masih berada dalam belenggu kolonialisme Belanda. Suku Jawa ketika itu dibawa ke berbagai wilayah kekuasaan Belanda tersebut sebagai pekerja paksa. Saat ini kelompok Suku Jawa terbesar – selain di Indonesia – adalah Perkampungan Jawa di Suriname dan masyarakatnya dikenal sebagai Jawa Suriname.
Jauh sebelum Indonesia terbentuk, Suku Jawa berkelana ke seluruh negeri sebagai pekerja bersama para kolonis Belanda. Pihak Pemerintah Kerajaan Belanda sejak tahun 1890-1939 telah mengirimkan sebanyak 32.956 orang tenaga kerja asal Pulau Jawa ke Suriname. Kedudukan Indonesia dan Suriname saat itu sama, sama-sama negara jajahan Belanda.
Suku Jawa didatangkan untuk bekerja di perkebunan di Suriname. Ketika itu, Suriname mengalami kekurangan tenaga kerja sebagai imbas dari dihapus dan dibebaskannya sistem perbudakan pada 1 Juli 1863. Dampak besarnya, banyak perkebunan yang tidak terurus dan terlantar. Alhasil, perekonomian Suriname yang hanya bergantung pada hasil kebun alami penurunan yang drastis.
Menurut disertasi Prof. Dr. Yusuf Ismaildi Universitas Leiden di Belanda, pertimbangan lain dari Pemerintah Kerajaan Belanda mengirim banyak tenaga kerja Jawa ke Suriname adalah kemelaratan parah di beberapa tempat di Pulau Jawa dan kepentingan perkebunan di Suriname. Oleh karena itu sebagian besar pekerja dari Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Sekitar 15 persen masyarakat Suriname adalah etnis Jawa yang telah berbaur dengan masyarakat lokal. Saat orang-orang Jawa bermigrasi ke Suriname, mereka turut serta membawa semua bahasa dan adat tradisi ke negara ini. Akibatnya banyak kemiripan kebudayaan antara Jawa di Indonesia dan Suriname. Dalam hal musik misalnya, campursari dan keroncong begitu populer di sana.
Penyanyi campursari Didi Kempot dan Waldjinah bahkan juga populer di Suriname. Didi Kempot dan Waldjinah ketika hidup sering diundang dalam acara-acara di Suriname. Lagu-lagu berbahasa Jawa sangat digemari di Suriname, meskipun terdapat sedikit perbedaan antara bahasa Jawa di Indonesia dan Suriname. Dalam kesehariannya, mereka berbicara dengan bahasa Jawa atau bahasa Belanda saat berbicara dengan etnin non-Jawa.
Sebagai pendatang, pekerja dari Suku Jawa sering terdiskriminasi dan banyak menerima stigma negatif dari penduduk lokal maupun Belanda. Mereka dicap sebagai pemalas, penganggu, dan tidak berguna. Hal ini tidak terlepas dari status mereka yang hanya seorang buruh kelas rendah. Bahkan parahnya, orang-orang Jawa masih dianggap sebagai budak oleh sebagian pihak sehingga tidak memiliki hak politik di Suriname.
Tidak berpangku tangan, untuk menghentikan diskriminasi dan menuntut keadilan bagi kelompoknya, orang-orang Jawa berjuang di kancah politik. Mereka mendirikan sebuah partai politik yang anggotanya didominasi oleh orang-orang dari Suku Jawa. Usaha dan perjuangan panjang mereka akhirnya membuahkan hasil. Banyak orang-orang dari Suku Jawa yang menduduki posisi penting di pemerintahan, salah satunya adalah Soewarto Moestadja yang menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri.