Mengarungi jeram dengan perahu karet bagi sebagian orang cukup menantang, namun saya pikir saya ingin lebih dari itu.
River tubing, mengarungi jeram menggunakan tube bagi saya terlihat 10 kali lebih menantang.
Setidaknya dibutuhkan waktu 2 jam perjalanan menuju PLTA Timo Semarang dari tempat berkumpul rombongan kami di Tembalang Semarang. Setibanya di basecamp, perjuangan belum usai. Perlu menempuh 10 menit jalan kaki dari basecamp menuju lokasi tubing.
Saya cukup menikmati perjalanan ini. Meski matahari cukup terik, panorama hijau sepanjang jalan menuju lokasi tubing sanggup menyegarkan mata.
Sayup-sayup terdengar suara gemuruh air. Sungai lokasi tubing mulai terlihat dan ternyata, alirannya sangat deras!
Tak ada kata mundur. Malu dengan anggota rombongan lain. Saya menguatkan mental dengan berkata pada diri sendiri ‘nggak apa-apa, kan pakai baju pelampung, nggak akan tenggelam,’ sembari terus komat-kamit membaca doa.
Sebelum dilepas ke air, ada sedikit pengarahan dari instruktur.
‘Kalau nanti jatuh dari ban, jangan panik, terus ikut arus. Tetap waspada dengan bebatuan. Setelah menguasai medan, segera berusaha menepi, akan ada tim pengawas berjaga di sepanjang tepian.’
Terima kasih untuk bapak instruktur yang justru membuat jantung ini makin berdetak kencang.
River tubing memang sedikit berbeda dengan rafting biasa, perbedaan terlihat jelas pada perahu yang digunakan. Pada river tubing, kita hanya memasrahkan diri terbawa arus dan tak menggunakan dayung. Kedua tangan berpegangan pada tepian tube.
Peralatan terpasang dengan lengkap. Helm terkancing. Setelah cukup lama mengantri, tiba giliran saya.
Terdengar teriakan aba-aba si instruktur.
Setelah itu, semua pemandangan di kanan kiri sungai terlihat kabur. Tube meluncur begitu saja, sangat kencang. Saya tersedak karena beberapa kali air terciprat masuk melalui hidung.
Samar-samar terlihat jeram di depan sana. Kami bersiap. Tangan ini makin erat memegang tepian tube.
Namun karena posisi yang kurang seimbang kami terjatuh dari tube setelah melewati jeram pertama. Air sungai merangsek masuk kedalam mulut dan hidung. Saya mencoba untuk tak panik, namun tetap saja, berada dalam kondisi seperti itu, siapa yang bisa tetap tenang.
Diterpa air bertubi-tubi saya tak bisa melawan. Saya tak berani membuka mata, yang terpikir adalah saya harus secepatnya menepi. Saat kepala menyembul keluar sekilas terlihat beberapa pengawas di sisi kiri.
Wajah saya tertampar air lagi.
Setelah mulai dapat menguasai keadaan saya berenang perlahan ke tepi. Beberapa pengawas mengulurkan tangan. Nafas saya terputus-putus, seperti baru lari marathon.
Sangat melelahkan, namun kau tahu, ini tak akan menghentikanku.
Beberapa teman yang lain juga nampaknya tak berhasil, mereka terguling dari tube. Saya terkikik kecil, melihat orang yang berusaha menepi setelah terguling ternyata nampak lucu, padahal butuh perjuangan ekstra agar dapat menepi.
Saya dan rekan nampaknya ketagihan.
Sejurus kemudian kami sudah mengarungi jeram lagi di atas tube. Setelah percobaan kedua, kami menemukan trik agar tak terjatuh. Pantat dan punggung belakang tak boleh dijatuhkan begitu saja, harus agak diangkat. Jika ada jeram biasanya banyak batu. Maka, posisi duduk kita harus diangkat sesuai dengan lokasi batu.
Jatuh di awal itu pelajaran, guna pengalaman menghadapi kesulitan di depan.
Saya dan rekan akhirnya tetap tak berhasil mencapai titik muara paling akhir, namun itu tak penting. Terpenting dari semuanya, kami semua tiba di muara dengan selamat meski kedinginan karena basah kuyup.
Kepala terasa ringan setelah berteriak sepuasnya saat mengarungi jeram. Serasa hidup tanpa beban.
Kami semua menggigil dengan senyum puas di bibir, dengan sejuta cerita dikepala setelah menjajal serunya river tubing di PLTA Timo ini.
activate javascript