Kala musim haji tiba, maka Arab Saudi akan dipenuhi dengan lautan manusia sehingga membuat kemacetan yang cukup parah ketika hendak keluar dari kawasan tersebut. Hal inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh para penjual jasa ojek di Makkah.
Pada hari ketika jamaah telah selesai melempar jumroh aqobah, jmereka kemudian mulai bergerak menuju Masjidil Haram untuk melakukan thowaf Ifadoh, sebagian jamaah lainnya ada yang menunda thowaf ini dan kembali ke maktab masing-masing.
Pada saat seperti inilah kemudian kepadatan mengular di sepanjang jalan di sekitar Masjidil Haram. Kesempitan ini kemudian dijadikan kesempatan dan peluang bagi para ojek di Makkah untuk menawarkan jasanya.
Menggunakan ojek di sana, dinilai jamaah lebih menguntungkan karena fungsinya yang beroda dua, dan lebih efektif menerjang kepadatan jalan, dibanding dengan menggunakan angkutan umum lain seperti taksi.
Namun hal inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh orang-orang di sana, yang sebelumnya buruh atau tenaga proyek. Orang-orang inilah yang menjadi ojek dadakan di Makkah dan ´bertugas´ mengantar jamaah sampai ke tempat tujuan.
Meskipun ada banyak angkutan umum, banyak jamaah umrah maupun haji lebih suka menggunakan ojek karena dianggap praktis dan cepat sampai tujuan.
Namun banyak tukang ojek yang menarik tarif tak masuk akal. Selain itu, mereka juga sering menyerempet bahaya dengan mengendarai motor secara sembrono dan kadang melanggar aturan jalan satu arah.
Dilansir Arab News, polisi lalu lintas Mekah pun turun melakukan tindakan pengamanan dengan menyamar sebagai jamaah. Meski pun demikian, polisi merasa kewalahan untuk mengontrol para tukang ojek karena jumlahnya terlalu besar.
Selama ini, jamaah yang akan menghabiskan 10 hari terakhir di Bulan Suci di Mekah ditarik tarif yang tinggi dan tidak sebanding dengan jarak yang ditempuh.
Untuk perjalanan dengan jarak 5 kilometer, jamaah ditarik hingga 500 riyal atau sekitar Rp 1,7 juta. Tarif ini tidak sebanding dengan tiket pesawat yang bisa ditebus 300 riyal atau sekitar Rp 1 juta.
Tarif selangit ini tentu diluar nalar, namun tidak bagi para penawar jasa ojek di Makkah tersebut. Hal ini, bagi mereka, barangkali, justru menjadi peluang untuk mendapat penghidupan yang lebih layak.