Tren kuliner di Indonesia bergerak begitu dinamis. Masuknya kuliner-kuliner impor dari Korea Selatan, Jepang, Thailand, dan banyak lagi lainnya sangat mengancam eksistensi kuliner asli Indonesia. Jika tidak berinovasi dan berkreasi mengikuti dinamika perubahan yang terjadi, sudah bisa diprediksi, kuliner asli Indonesia akan terlupakan. Lantas, bagaimana caranya mempertahankan keaslian cita rasa kuliner Indonesia namun tetap bisa bersaing dengan kuliner impor lainnya?
Baca juga: Kuliner khas Indonesia yang mulai tergeserkan di zaman sekarang
Siapa yang tak suka disuguhi berbagai pilihan kuliner dari banyak negara? Sebagai pencinta kuliner yang punya penasaran tingkat dewa, kedatangan kuliner import tentu sang membahagiakan. Tak perlu ke Jepang untuk tahu bagaimana rasanya sushi. Pun, tak harus menabung berbulan-bulan buat Korea Selatan kalau cuma ingin cicipi tteok-bokki, gimbap, atau Jajangmyeon. Di Indonesia semua kuliner impor kekinian bisa ditemukan dengan mudahnya.
Saking gampangnya, kini lebih mudah menjumpai restaurant Jepang atau kedai street food penjual makanan asli Korea, timbang menemukan wedang tahu, kue clorot, atau sebotol limun sarsaparilla yang dulu sangat hits pada zamannya. Menghilang di pasaran, tergeserkan dengan kuliner kekinian, kuliner tradisional yang jadi ciri khas bangsa Indonesia mulai terlupakan.
Baca juga: kuliner tradisional Malang yang punya cita rasa melegenda
Permasalahannya, supply and demand pada pasar kuliner tradisional masih kecil. Banyak pencinta kuliner yang lebih tertarik mencicipi hal yang baru dengan penampilan menarik dan rasa unik. Kuliner tradisional yang begitu-begitu saja rasanya dengan tampilan yang menurut generasi kekinian, ala kadarnya, kurang berhasil memikat pasar yang didominasi generasi kekinian: millenial.
Demi menjaga keberlangsungan kuliner ini, apakah tidak sebaiknya, kuliner-kuliner tradisional juga diinovasikan, seperti yang dilakukan Semarang Wingkorolls dan Lunpia Cik Meme.
Adakah yang sudah pernah mencicipi sepotong wingko babat? Wingko babat merupakan kuliner tradisional khas Semarang yang kerap dijadikan oleh-oleh. Sayangnya, popularitas wingko babat sebagai oleh-oleh Semarang masih kalah telak dengan lunpia.
Di tengah era kue kekinian bercita rasa modern, Semarang Wingkorolls malah hadir dengan cita rasa tradisionalnya. Wingko babat khas Semarang disajikan dalam gulungan soft cake dengan tampilan yang modern. Generasi kekinian yang belum pernah mencicipi legitnya wingko babat, bisa merasakannya dalam satu gigitan wingkorolls.
Meski demikian, Marketing Semarang Wingkorolls, Tegar Bramastyo mengungkapkan, inovasi kuliner tradisional memang harus dilakukan supaya bisa bersaing dengan dinamika kuliner kekinian. Tapi, kualitas rasa dan keaslian cita rasa pun harus tetap dijaga.
Misalnya wingko, wingko dalam soft cake wingkorolls pun tetap membawa rasa tradisional wingko. Supaya kekinian, maka wingko babat dipadukan dengan soft cake dan berbagai topping seperti keju dan cokelat. Namun, jangan memaksakan untuk memadukan rasa tradisional dan modern, jika memang rasanya tidak match.
Inovasi yang dilakukan Semaraang Wingkorolls dalam menggabungkan kuliner modern dengan tetap pertahankan cita rasa tradisional ini setidaknya mampu mengalahkan kue-kue artis kekinian lainnya. Sekarang ini, Semarang Wingkorolls memiliki 3 outlet di Semarang. Bahkan, baru-baru ini, Semarang Wingkorolls digandeng Kemenpar untuk mempromosikan brand Wonderful Indonesia di pasar global dan brand Pesona Indonesia di pasar domestik.
Semangat menjaga cita rasa tradisional di tengah persaingan pasar kekinian pun dilakukan oleh Lunpia Cik Meme. Lunpia sebagai makanan khas dan oleh-oleh asli Semarang ini memang mudah ditemukan di kota Semarang. Tapi, menemukan lunpia dengan rasa asli Semarang dipadukan berbagai isian, rasanya cuma ada di Lunpia Cik Meme.
Cik Meme sebagai pemilik Lunpia Cik Meme sering bereksperimen untuk membuat lunpia dengan varian rasa yang baru. Jika lunpia yang ada di pasaran biasanya hanya berisi campuran daging ayam atau pun sapi, Lunpia Cik Meme bisa memadukan lunpia rebung dengan aneka seafood, misalnya udang atau ikan kakap.
Inovasi yang dilakukan Lunpia Cik Meme ini tidak sembarangan dilakukan. Pilihan kombinasi variasi isian rebung harus menyesuaikan cita rasa tradisional. Jika memang tidak sesuai, maka inovasi tak akan dilakukan. Hal ini merupakan salah satu bentuk penjagaan kualitas rasa lunpia sesuai dengan resep yang diwariskan oleh pendahulunya.
Saat ini Lunpia Cik Meme memiliki setidaknya 6 varian lunpia seperti lunpia Raja Nusantara, Lunpia Kajamu (kambing jantan muda), lunpia fish kakap, lunpia kepiting, lunpia original, lunpia plain (khusus vegetarian). Banyaknya pilihan rasa inilah yang akhirnya mampu menarik banyak pembeli yang memiliki selera berbeda-beda.
Semangat dan kegigihan Cik Meme dalam pertahankan cita rasa warisan leluhurnya membuat dia dianugerahi pengharagaan Kartini Awards 2015. Bahkan, lunpia Cik Meme mengklaim sebagai ikon kuliner kota Semarang. Integritasnya perjuangkan keaslian lunpia Semarang patut jadi inspirasi bagi pelaku usaha kuliner tradisional di tengah ramainya kuliner kekinian.
Kesuksesan Semarang Wingkorolls dan Lunpia Cik Meme jadi contoh nyata pentingnya inovasi kuliner tradisional di tengah persaingan pasar kuliner modern. Mereka terus membenahi kualitas, selalu melakukan inovasi tanpa meninggalkan warisan tradisional.
Karena, kuliner import kekinian hadir bukan untuk menggantikan keberadaan kuliner tradisional Indonesia. Bukan mengganti es teh manis dengan thai tea, atau mengganti lunpia dengan takoyoki. Kuliner kekinian hadir hanya sebagai selingan rasa. Boleh saja meniru varian rasa, tapi jangan sampai meninggalkan keaslian cita rasa kuliner tradisional yang diwariskan oleh kita.