Misteri Gunung Lawu angker telah menjadi mitos yang mengiringi setiap pendaki yang hendak mendaki Gunung Lawu. Namun hingga kini masih juga belum ditemu muaranya mengapa bisa gunung ini terkenal angker dan penuh dengan kisah-kisah mistis.
Untuk lebih mendalami mengapa banyak mitos yang menyebarkan bahwa Gunung Lawu angker, mari kita telisik melalui awal mula legenda dari Gunung Lawu tersebut dahulu.
Kisah berawal dari masa berakhirnya kerajaan Majapahit, yakni pada tahun 1400 M. Kala itu, orang yang menduduki kursi kerajaan adalah Prabu Bhrawijaya V, beliau adalah raja terakhir dari kerajaan Majapahit.
Singkat cerita, saat Raden Fatah memasuki usia dewasa, ternyata Raden Fatah memeluk agama Islam, ia membelot dari agama sang ayah yang beragama Budha. Bersamaan dengan meredupnya kerajaan Majapahit, Raden Fatah pun mendirikan kerajaan Demak yang berpusat di Glagah Wangi, sekarang lebih dikenal Alun-Alun Demak. Kenyataan yang membuat Prabu Bhrawijaya V merasa gundah.
Pada suatu malam, Prabu Bhrawijaya V bersemedi, dalam semedinya, beliau mendapatkan petunjuk yang mengatakan bahwa kerajaan Majapahit akan meredup dan cahaya beralih ke kerajaan anaknya, yakni kerajaan Demak. Sesaat itu pula Prabu Bhrawijaya V meninggalkan kerajaan Majapahit, menuju Gunung Lawu untuk menyendiri.
Sesaat setelah meninggalkan kerajaannya, sebelum naik ke Gunung Lawu, Prabu Bhrawijaya V bertemu dengan dua orang pengikutnya, kepala dusun dari wilayah kerajaan Majapahit, masing-masing dari mereka adalah Dipa Menggala dan Wangsa Menggala.
Karena mereka berdua tidak tega melihat Prabu Bhrawijaya V berjalan sendirian, mereka pun ikut menemani Prabu Bhrawijaya V naik ke puncak Gunung Lawu.
Setelah sampai di puncak Hargo Dalem, Prabu Bhrawijaya V berkata kepada 2 pengikut setianya. Selesai mengucapkan kalimat itu, Prabu Bhrawijaya V pun menghilang. Hingga kini, jasad beliau tidak pernah ditemukan oleh siapa pun.
Setelah Prabu Bhrawijaya V melakukan moksa dan menghilang, tersisalah 2 pengikut setianya, Sunan Gunung Lawu dan Kyai Jalak. Sejarah bercerita, mereka berdua menjalankan amanat Prabu Bhrawijaya V, mereka menjaga gunung Lawu.
Dengan kesempurnaan ilmu yang mereka punya, Sunan Gunung Lawu menjelma menjadi makhluk ghaib dan Kyai Lawu menjelma menjadi seekor burung Jalak berwarna gading.
Kisah tentang burung Jalak Gading ini masih berlanjut hingga saat sekarang, banyak orang percaya bahwa burung Jalak Gading sering muncul dan meberi petunjuk jalan menuju puncak Gunung Lawu kepada para pendaki yang memiliki tujuan baik.
Sedangkan, apabila pendaki memiliki niatan buruk, Kyai Jalak tidak akan merestui mereka, akibatnya, para pendaki yang memiliki niatan buruk akan terkena nasib nahas.
Misteri Gunung Lawu angker kian diperkuat oleh adanya kehadiran Pasar Setan. Kabar ini sudah tidak asing lagi di telinga para pendaki, sebuah pasar yang tak terlihat dengan kasat mata ini berada di jalur Candi Cetho, lereng Gunung Lawu, sebuah lahan yang ditumbuhi ilalang.
Berbicara tentang jalur Candi Cetho, sebetulnya, jalur ini adalah jalur yang paling pendek dan cepat menuju puncak Lawu, karena perjalanan dimulai dari 1.470 mdpl. Akan tetapi, jalur pendek ini sekaligus menjadi jalur yang paling berbahaya.
Sebab, tanjakan-tanjakan di jalur ini sangat terjal, jurang curam menganga di pinggiran track, kabut tebal sering turun membuat jarak pandang menjadi begitu pendek dan memperbesar resiko tersesat, serta kepercayaan yang mengatakan bahwa jalur ini adalah perlintasan alam ghaib dan kehadiran pasar setan.
Oleh sebab itulah, mengapa jalur ini berbahaya dan tidak begitu favorit. Para pendaki lebih senang memilih dua jalur lainnya, yaitu jalur Cemoro Kandang dan jalur Cemoro Sewu.
Sebagian pendaki mengaku pernah mendengar suara bising, seakan berada di pasar, saat melewati sebuah lahan tanah yang berada di lereng Gunung Lawu. Terdengar pula suara yang sedang menawarkan dagangannya, mau beli apa?.
Konon, apabila di sana Anda mendengar suara-suara aneh tersebut, maka Anda harus membuang salah satu barang yang Anda punya, sebagaimana orang yang sedang bertransaksi dengan cara barter.
Selain kisah di atas, masih ada banyak lagi beragam mitos yang beredar di masyarakat bahwa Gunung Lawu ini memanglah terkenal angker dan memiliki sejumlah misteri yang mengiringi.
Mitos lain menyebutkan bahwa jangan mendaki dengan baju berwarna hijau. Ada pula yang menyatakan bahwa jangan membawa rombongan yang berjumlah ganjil. Kisah lain menyebutkan bahwa mandi air berkhasiat di Gunung Lawu sangat bermanfaat.
Terlepas dari segala misteri dan kekayaan mitos yang dimiliki Gunung Lawu, hendaknya kita sebagai pendaki selalu waspada.
Waspada di sini bisa berarti untuk terus selalu menjaga sikap selama naik gunung. Hal-hal sederhana seperti tak berkata kasar, tidak berbuat senonoh, serta tidak membuang sampah sembarangan bisa jadi laku baik yang mesti para pendaki terapkan.
Lagipula sejatinya, bukankah perilaku terbaik tersebut memang mestinya telah mengada dalam laku sehari-hari kita sebagai manusia(?)