"Tawuran" Salah Satu Cara Warga Toraja Bersilaturahmi

Warga Toraja punya caranya sendiri utuk melampiaskan kegembiraan, yaitu dengan "tawuran".

SHARE :

Ditulis Oleh: Shabara Wicaksono

Aksi Van Damme di sebuah film Kick Boxer sungguh luar biasa. Setelah film ini, karirnya melejit begitu cepat.

Aku bukan penggemar film martial art. Bukan pula penggemar Van Damme. Aku hanya seorang penggemar film. Film penuh pesan perjuangan.

Kick boxing berasal dari negeri gajah putih, Thailand. Di sana kick boxing dikenal dengan nama Muaythai atau Thai Boxing. Olahraga ini berkembang sejak hampir 1000 tahun yang lalu dan telah menjadi olahraga nasional bangsa Thailand.

Thai boxing sendiri memiliki sejarah yang panjang di Thailand, militer Thailand menggunakan bentuk modifikasi dari Thai Boxing yang disebut Lerdrit. Thai Boxing tradisional, seperti yang diajarkan sekarang, sedikit berbeda dari aslinya, menggunakan tendangan dan tinju dalam sebuah arena dan menggunakan sarung tinju seperti yang digunakan pada tinju di negara barat.

Sekarang semua orang di Thailand sangat akrab dengan olahraga Muaythai ini sejak masih anak-anak. Bahkan tiap desa sering melakukan kejuaraan-kejuaraan untuk mempunyai juara-juara yang tangguh.

Beladiri serupa ternyata juga terdapat di tanah air, meski dengan maksud dan tujuan berbeda. Di Toraja, ada sebuah tradisi unik bernama Sisemba.

Tiap tahun, warga Kande Api menggelar tradisi pesta panen dengan membawa berbagai macam makanan khas seperti nasi bambu atau peong.

Diiringi dengan tari Ma’gallu, serta Ma’ lambuk atau menumbuk padi secara beramai-ramai para petanipun berpesta.

Aku suka cara mereka bersenang-senang.

Seorang pemuka adat memberi wejangan adat atau Ma’parappa yang berisi pesan pesan leluhur tentang aturan bertani. Warga yang memadati lokasi pesta panen, disuguhkan tarian Ma’gallu yang dibawakan oleh remaja putri.

Tarian ini bermakna sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas hasil panen yang berlimpah. Warga memberikan uang sawer sebagai tanda kegembiraan dan terima kasih.

Sebagian warga lain menggelar tradisi Ma’lambuk atau menumbuk padi. Ada yang menarik di sini. Mereka menganut prinsip persamaan gender.

Setahuku biasanya wanitalah yang memukul lesung padi. Di sini kaum pria memukul lesung dengan irama tinggi, diikuti gerakan menyerupai tarian serta teriakan khas Toraja. Warga setempat meyakini, jika irama ketukan lesung dapat mengusir hama padi. Semakin tinggi irama ketukan, maka semakin banyak hama yang diusir.

“Paling unik tentu, tradisi aksi adu kaki Sisemba atau adu tendang masal”

Orang yang tak mengetahui mereka sedang melangsungkan upacara adat mungkin mengira mereka sedang tawuran.

Warga dari kampung tetangga, saling berhadap hadapan untuk melumpuhkan, dengan cara beradu kaki secara massal. Peserta yang jatuh tak lagi diperbolehkan diserang. Agar tak mudah jatuh, mereka saling berpegangan tangan sambil menyerang dengan tendangan kaki.

Aku tak heran banyak warga yang mengalami cedera, mulai dari keseleo hingga luka luar akibat saking kerasnya tendangan lawan.

Satu yang membuatku salut, walau terlihat kasar dan keras, namun warga yang saling tendang di lapangan bebas, tak membawa dendam hingga keluar arena. Usai Sisemba mereka bubar dan kembali akrab. Adu kaki justru merupakan cara efektif untuk mengakrabkan diri dan saling mengenal dengan warga desa lain.

“Tradisi Sisemba sama sekali bukan permainan anarkis

Sisemba adalah sebuah keharusan bagi warga setempat demi mendapatkan hasil panen yang berlimpah ditahun akan datang. Kudengar, jika sisemba tak melaksanakan, panen mereka akan gagal.

Dulu pernah di suatu waktu, tradisi ini tidak digelar. Petaka pun datang. Panen mereka gagal total. Serangan hama merebak. Hingga saat ini warga Desa Kande Api, masih melestarikan tradisi Sisemba.

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU