Berjalan-jalan di atas pasir putih, menatap yang biru langit bumi. Kumpulan suara ombak yang ku dengar selalu bisa mendamaikan hati. (Pantai Pasir Putih – Devictiv)
Pertama dengar kata “Toran”, saya sempat mengernyitkan dahi karena merasa sangat asing dengan destinasi yang satu ini. Pulau Toran ini memang tidak setersohor gugusan pulau lain di sekitaran Sumatera Barat seperti Pulau Pagang, Pulau Mandeh, Pulau Sirandah, Pulu Pasumpahan dan lain-lain. Tapi siapa sangka keindahan Pulau Toran ini tak kalah menawan dari pulau-pulau popular tadi.
Mengunjungi pulau yang belum banyak terekpos seperti itu memiliki sensasi tersendiri. Jangan dibayangkan bahwa di Pulau Toran saya dapat bertemu dengan wisatawan lainnya apa lagi turis. Disana, satu-satunya pengunjung yang menikmati hamparan pasir putih bertabur terumbu karang itu hanyalah para nelayan yang sedang beristirahat. Nelayan yang saya temui di sana begitu ramah, mereka menyapa kami dengan senyum hangatnya. Saya juga sempat berbincang-bincang dengan mereka di sebuah rumah tak permanen atau lebih tepatnya pondok yang sengaja mereka bangun dari papan kayu sebagai tempat mereka bermalam. Dari hasil perbincangan dengan salah satu nelayan di sana, saya dapatkan informasi bahwa Pulau Toran biasanya memang hanya digunakan sebagai tempat persinggahan bagi nelayan yang tengah berlayar saja, jarang sekali ada wisatawan yang berkunjung ke pulau tersebut karena biasanya wisatawan lebih memilih pulau yang telah dipersiapkan sebagai pulau wisata seperti pulau Pagang, Pasumpahan, Sirandah, atau Mandeh.
Pulau Toran ini masih sangat asri karena para nelayan lokal dengan kesadaran sendiri menjaga lingkungan serta kebersihan pulau. Selain berlayar mencari ikan, nelayan-nelayan tersebut juga mengumpulkan sampah plastik dari laut untuk dikumpulkan di depan pondok lalu kemudian dibawa pulang ke Bungus untuk selanjutnya dijual kepada pengepul sampah. Dengan begitu Pulau Toran dan sekitarnya terbebas dari sampah plastik.
Saya dan tim termasuk beruntung karena tiba di Pulau Toran tepat beberapa saat sebelum matahari terbenam yaitu sekitar kurang lebih pukul lima sore, jadi kami sempat menyaksikan secara langsung betapa megahnya karya seni Sang Maha Kuasa dilihat dari tepian Pulau Toran. Semburat warna jingga tajam namun tetap anggun terlihat menghiasi sudut langit dari pulau tersebut yang berhasil menghipnotis setiap penikmatnya dengan gumam lembut rasa syukur.
Untuk sampai di Pulau Toran, dari Kota Padang saya dan beberapa teman menggunakan motor sekitar satu jam menuju ke sebuah perkampungan nelayan di pinggir Kota Padang bernama Bungus. Jalan yang dilalui cukup berdebu sehingga sangat disarankan untuk menggunakan masker. Sesampai di Bungus kami langsung menuju ke rumah salah satu warga untuk mencari transportasi penyeberangan. Penduduk di perkampungan ini sangat ramah, mereka bersedia membantu kami mencari kapal yang dapat digunakan untuk menyeberang sehingga tidak memakan waktu lama kami sudah tiba di sebuah rumah nelayan yang siap mengantarkan kami berkat petunjuk dari warga tersebut. Harga sewa perahu yang diberikan pun terbilang murah karena saat itu kami cukup membayar sewa perahu dengan harga 1 juta rupiah untuk perjalanan pulang pergi dengan total 18 penumpang.
Sesampai di pelabuhan Bungus perjalanan dilanjutkan dengan menggunakan perahu nelayan selama 3 sampai 4 jam. Eits, tapi jangan mundur dan menyerah dulu, karena meskipun terbilang cukup jauh, percaya deh bahwa selama perjalanan itu saya tidak merasa jenuh sama sekali karena sepanjang perjalanan disuguhi berbagai macam “vitamin mata” seperti air terjun yang terlihat di atas perbukitan, beberapa gugusan pulau kecil yang kami lewati, perahu-perahu nelayan yang berpapasan di tengah laut lepas, kapal-kapal tanker yang banyak terdapat di sekitar pelabuhan Bungus.
Di sepanjang perjalanan saya juga dapat bercengkrama mesra dengan ayunan ombak yang menyenangkan, ada sensasi tersendiri saat perahu nelayan yang saya tumpangi benar-benar berada tepat ditengah laut lepas apalagi saat perahu bertemu dengan ombak, lalu berlayar seolah kita tengah terbang di atas lautan dengan sesekali kita harus mengatur posisi duduk ke bagian belakang perahu supaya air laut tidak masuk lagi kedalam badan perahu akibat melewati ombak besar tersebut. Faktor yang tidak kalah membuat jantung saya berdesir deg-degan adalah tidak adanya pelampung yang kami kenakan saat itu karena perahu ini memang tidak dirancang untuk pelancong, tapi kami tetap berpikir positif saja. Setelah ‘digoyang’ oleh ombak laut sekian lama, akhirnya kami semua selamat sampai kembali lagi ke daratan Bungus.
Sangat banyak! Begitu banyak hal menarik saya jumpai di sini. Bayangkan saja, begitu perahu mulai mendekati pulau, yang terlihat ketika kita coba menilik ke dasar laut adalah air laut yang sangat jernih, sehingga kita dengan leluasa dapat mengamati kehidupan terumbu karang di bawah laut dari atas perahu secara langsung. Tidak hanya sampai di situ, begitu turun dari perahu, saya langsung merasakan betapa nikmatnya menginjakkan kaki di hamparan pasir putih dihiasi begitu banyak terumbu karang yang terdampar. Di perairan sekitar Pulau Toran memang masih banyak tumbuh beraneka macam tumbuhan karang, bahkan di sana juga terdapat sebuah terumbu karang berbentuk seperti tugu.
Setelah puas bermain voli pantai dan membangun istana pasir, saya tidak lupa menyempatkan untuk mengelilingi pulau dengan berjalan kaki. Tidak ada rasa lelah, yang ada hanyalah rasa bersyukur dan terus berdecak kagum sembari mengucap syukur atas kebesaranNya karena saya benar-benar dapat merasakan sedang berada diperbatasan darat dan laut.
Pulau ini tak terlampau besar, cukup 45 menit untuk mengelilinginya. Tapi kalau teman-teman berniat mengelilingi Pulau Toran, perlu berhati-hati ketika berkeliling sembari membawa kamera, karena ombak disana cukup besar dan akan didapati beberapa batang kelapa yang terseret ombak, ditakutkan batang kelapa tersebut membahayakan kita sehingga membuat kita terjatuh lalu berakibat pada basahnya kamera.
Bagi yang pandai berenang, sangat disarankan untuk mencoba sensasi snorkeling di sini, tapi harus membawa alat sendiri dari rumah mengingat di Pulau Toran ini belum ada tempat penyewaan perlengkapan apa pun.
Bonus dari Pulau Toran yang saya dapatkan adalah adanya berbagai macam binatang laut lucu di pantai pasir putih yang banyak ditumbuhi pohon kelapa tersebut seperti umang-umang / mpong-mpong (binatang pantai yang banyak dijual sebagai mainan anak-anak) dengan beberapa bentuk, ada juga kerang dengan panjang kira-kira 25 cm, lalu beberapa binatang menyerupai kepiting namun dengan ukuran sangat kecil yang mampu berlari begitu kencang, serta binatang-binatang pantai lainnya. Jika kita beruntung, nelayan yang kami temui di sana mengatakan bahwa kita bisa bertemu dengan penyu yang hendak bertelur, tapi sayang saat itu saya tak cukup beruntung.
***
Jika ingin mencoba menikmati eksotisnya Pulau Toran yang tersembunyi ini silakan menikmati kealamiannya tersebut tanpa merusak apa pun didalamnya. Sebagai tips, sebaiknya jauh-jauh hari sebelum teman-teman berkunjung ke pulau ini ada baiknya memberitahu terlebih dahulu kepada nelayan di Bungus supaya dapat dicarikan waktu yang tepat untuk kita berkunjung mengingat Pulau Toran belum berfungsi sebagai pulau tujuan wisata.