Laris Manis Bisnis Spot Wisata Instagramable, Berapa Omzetnya?

Penasaran berapa pemasukan dari bisnis spot wisata instagramable? Pasti lebih besar dari gaji presiden! Kira-kira berapa ya?

SHARE :

Ditulis Oleh: Echi

Instagram kian melesat, bisnis spot wisata instagramable di Indonesia makin meningkat.

Per 26 Juli 2017, tak kurang dari 45 juta orang menjadi pengguna instagram aktif di Indonesia. Bahkan, menurut Country Director Facebook Indonesia, Sri Widowati, Indonesia menjadi komunitas Instagram terbesar di Asia Pasifik. Rasanya tidak mengagetkan, siapa sih di zaman sekarang yang tak punya instagram? 

IGers Indonesia alias pengguna instagram di Indonesia pun terbagi menjadi banyak tipe, misalnya seperti foodie (orang yang sering memamerkan makanan), selfie (orang yang posting foto selfie dari berbagai angle), travelgram (orang yang sering bikin envy karena sering liburan), dan si instagenic. 

Tipe yang terakhir, menjadi tipe yang mulai jamak dijumpai di feed instagram. Mereka adalah orang-orang yang selalu eksis memamerkan foto dengan latar belakang instagenic. Biasanya, mereka tak perlu pergi jauh atau membayar mahal ke destinasi wisata untuk bisa dapatkan foto menarik, dinding tembok warna-warni atau kebun belakang rumah pun bisa jadi pilihan. 

Unsur aestetik menjadi faktor sebuah lokasi atau spot bisa disebut instagramable. Foto oleh @hanibjyn

Jika dulu jembatan atau pun dinding mural jadi incaran, sekarang para pemburu foto ini dihadapkan pada banyaknya pilihan spot wisata foto alami maupun buatan berbayar. Contoh spot foto alami misalnya, Puncak Gunung Semeru yang sekarang mulai dihias layaknya Puncak Everest. Spot foto tersebut sudah ada sejak lama, namun karena pengaruh trend foto instagramable, Puncak Semeru didekorasi dengan pernak-pernik menarik untuk berfoto di sana. Sedangkan contoh spot foto buatan misalnya Hobbiton House dan Kota Mini di Lembang. Kedua destinasi tersebut diciptakan secara khusus untuk wisata foto yang kemudian di dalamnya dikembangkan dengan menambahkan activity.

Tingginya kebutuhan para IGers mendapatkan foto dengan latar belakang menarik ini disambut dengan menjamurnya destinasi wisata spot foto instagramable. Kalau menurut kami, trend spot foto telah menjadi lahan basah bagi para pelaku wisata. Coba deh amati, sekarang pun banyak bermunculan spot-spot foto dadakan. Yang tadinya hanya perkebunan bunga biasa seperti kebun bunga Marigold Bali kini jadi buruan wisatawan. Pengunjung yang datang pun mulai dikenakan tiket masuk. Lebih gilanya lagi, banyak juga destinasi wisata yang berlakukan biaya tambahan tiap kali berfoto di depan spot-spot tertentu.

Jika melihat fenomena sekarang, kami penasaran, apakah destinasi wisata spot foto dibangun karena kebetulan? berapa kira-kira omzet per bulan? Siapa tahu, kita bisa ikutan mencicipi lahan basah bisnis spot foto instagramable ini. 

Nggak semua spot wisata instagramable itu muncul karena latah 

Keindahan alam yang diolah secara baik, menghasilkan manfaat yang positif. Sumber foto oleh gufronsalim.

Tidak ada yang instant, semua butuh proses. Bahkan, untuk membuat indomie instant saja ada langkah-langkah yang harus dilakukan. Betul? 

Begitu pun dengan kehadiran obyek wisata Puncak Becici, Dlingo, Bantul, Yogyakarta. Puncak Becici telah melalui tahapan-tahapan panjang sebelum menjadi destinasi wisata seperti sekarang. 

Kami berkesempatan berbincang santai dengan Ketua Pengelola Obyek Wisata Puncak Becici, Gandi Saputro, pada 13 Oktober lalu. Dari obrolan siang itu, kami tahu bahwa Puncak Becici hadir bukan karena latah mengikuti tren pasar wisata yang ada. Tapi, karena semangat perubahan kelompok tani hutan pinus Dlingo. 

Sebelum menjadi destinasi wisata seperti sekarang, Puncak Becici merupakan hutan pinus. Nggak banyak kegiatan dilakukan di sana, hanya para petani yang bekerja sehari-hari menjaga dan merawat hutan. Daerah sekitar pun tak seramai sekarang. Tak ada warung-warung yang menjajakan jajanan. Tak ada tukang parkir. Tak ada wisatawan. 

Yang memprihatinkan, hutan pinus di Desa Muntuk, Dlingo, Bantul ini malah dikenal sebagai “hotel kresek” atau kasarnya tempat bagi orang-orang yang tak mampu sewa hotel untuk hohohihe. Satu dua orang datang ke sana, meninggalkan kendaraannya di pinggir jalan. Sedangkan si pemilik malah asyk ber-hohohihe di balik lebatnya pohon pinus. 

Citra buruk sebagai “hotel kresek” ini pun memancing tindakan kriminal. Para pelaku kejahatan mulai melancarkan aksi pencurian helm atau pun kendaraan. Melihat fenomena negatif ini, Gandi Saputro bersama beberapa anggota kelompok tani lainnya merasa harus melakukan perubahan. Perubahan positif untuk kelestarian hutan dan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan pinus.

Bukan serta-merta membangun destinasi wisata Puncak Becici, tapi berawal dari sediakan kantong parkir untuk mejaga keamanan hutan pinus Desa Muntuk bagi siapapun yang datang bersantai di sana. Kemudian, seiring berjalannya waktu dan perubahan tren yang ada, para pengelola obyek wisata Puncak Becici berinisiatif dan berkreasi memanfaatkan hutan pinus menjadi suatu tempat yang membawa citra positif. Maka, pada 3 Februari 2017, pengelola Puncak Becici menerapkan retribusi tiket masuk, parkir, dan lainnya. 

Obama ketika mampir ke Puncak Becici dalam rangka liburannya ke Yogyakarta beberapa waktu lalu. Sumber foto oleh @saputrogandi

Puncaknya, saat Barack Obama berkunjung ke Puncak Becici pada libur lebaran lalu. Moment inilah yang turut mendorong kepopularitasan Puncak Becici. 

Destinasi wisata spot foto muncul setelah melalui perubahan besar

Puri Maerokoco yang menyimpan banyak potensi ketika mati suri. Sumber foto oleh sobatpetualang.com

Jika Barrack Obama jadi salah satu kunci sukses popularitas Puncak Becici, destinasi wisata Grand Maerokoco Semarang Jawa Tengah menjadi semakin besar setelah melewati proses perubahan dan branding yang dilakukan secara tepat dan cermat.

Ada di antara kamu yang pernah berkunjung ke Grand Maerokoco? Rapi dan menarik untuk foto selfie bukan?

Dulu, Grand Maerokoco belum secantik sekarang. Pada November 2014 silam, kami pernah mejelajah Grand Maerokoco (dulu bernama Taman Puri Maerokoco). Di sana memang terdapat anjungan rumah-rumah Jawa Tengah, miniatur laut jawa, dan dermaga yang hits dijadikan spot foto. Namun, kondisinya belum terawat dengan baik. Belum terdapat kantong parkir yang aman. Minim penjual makanan, dan yang pasti tidak sebersih sekarang.

Sejujurnya, kami pun terpukau dengan perubahan yang terjadi. Wajah baru Taman Puri Maerokoco yang berubah nama menjadi Grand Maerokoco sangat memesona. Perubahan ini tidak lepas dari tangan dingin, Direktur Utama PT PRPP, Ibu Titah beserta tim. 

Taman Puri Maerokoco yang dikenal sebagai Taman Mini Jawa Tengah ini diresmikan pada tahun 1993 sebagai taman budaya dan wisata edukasi yang menjadi andalan provinsi Jawa Tengah. Sempat mati suri, Taman Puri Maerokoco menjadi kurang terawat dan infrastruktur tidak terjaga dengan baik. Masuknya air rob, sarana dan prasarana yang terbatas, serta perawatan yang kurang menjadikan daya tarik Taman Puri Maerokoco sempat meredup.

Keberadaan Taman Puri Maerokoco yang terabaikan ini baru mulai mendapatkan perhatian pada tahun 2015. Semangat perubahan muncul saat adanya moment Loenpia Jazz pada 7 Juni 2015 di Taman Puri Maerokoco. Jika pada 2014 Taman Puri Maerokoco hanya dikunjungi sekitar 100-150 pengunjung per hari, maka tak kurang 11 hingga 12 ribu pengunjung hadir ke Puri Maerkoco menyaksikan Loenpia Jazz 2015. Moment inilah yang jadi sinyal, bahwa sesungguhnya Taman Puri Maerokoco belum mati. 

Semenjak saat itu, pengelola terus melakukan revitalisasi perubahan. Berbagai konsep disiapkan untuk mendukung perkembangan seperti Malam Minggon Maerokoco, pembuatan trekking mangrove, floating market, cafe jembatan, dan seawalk. 

Selain trekking mangrove sekarang pengunjung bisa merasakan naik kapal motor untuk keliling di miniatur Laut Jawa. Sumber foto oleh halallifestyle.id

Dari semua konsep tersebut, Trekking Mangrove Maerokoco yang menjadi titik balik perubahan besar. Hutan mangrove yang sudah mulai dikembangkan sejak tahun 2007 silam, dimanfaatkan sebagai area trekking. Di sana terdapat jembatan bambu yang dibangun memutari miniatur Karimunjawa dan Mandilika. Spot trekking mangrove inilah yang menjadi destinasi hits instagram hingga sekarang. 

Anak-anak kekinian yang mencari spot foto instagramable ramai berdatangan. Tak berhenti di situ, jembatan di sekitar miniatur laut jawa yang tadinya terbengkalai diubah menjadi cafe yang instagramable. Kemudian, terdapat Seawalk dan floating market yang laris manis jadi antrean berfoto. Tidak ketinggalan, anjungan-anjungan per kabupaten pun diperbaiki dengan maksimal.

“Pembangunan yang sudah dilakukan ini baru 30% dari keseluruhan perencanaan. Tentunya saya dibantu oleh tim, jadi inovasi-inovasi dan kreatifitas terus kita kembangkan setiap hari kalau perlu,” tambah Ibu Titah kepada kami. 

Karena Taman Budaya peninggalan Pak Harto makin bergeliat, maka sudah saatnya menghilangkan image Taman Puri Maerokoco yang terbengkalai dengan me-rebrand dan berganti nama Grand Maerokoco, yang berarti taman megah Maerokoco.  

Benarkah viralitas spot foto destinasi wisata di instagram berbanding lurus dengan jumlah pengunjung? 

Indikasi ramainya destinasi wisata terlihat dari bertebarannya foto-foto instagram netizen di spot wisata tersebut. Di instagram saja viral, bagaimanakah keadaannya di dunia nyata? Apakah juga seramai di instagram?

Keseruan pengunjung menikmati ambience area Puncak Becici. Foto oleh Echi/Phinemo.com

Kalau kamu mencari foto dengan hashtag #Maerokoco di instagram, ada total 11.238 post. Sedangkan saat Kamu menambahkan #puncakbecici di kolom pencarian, total 33.235 post foto ada di instagram. Apakah kenyataannya juga sebanyak itukah orang yang datang ke sana? 

Nyatanya, jumlah pengunjung lebih dari itu. Dari data yang dipaparkan Direktur PRPP Grand Maerokoco, Titah, pengunjung Grand Maerokoco mengalami peningkatan setiap tahunnya. Tahun 2014 total 25 ribu pengunjung, tahun 2015 total 73 ribu pengunjung, tahun 2016 total 131 pengnjung, kemudian per September 2017, total sebanyak 340 ribuan orang datang berwisata ke Grand Maerokoco. Jumlah yang fantastis. 

Dayung sampan menjadi salah satu activity yang bisa dilakukan, serunya bukan main. Foto oleh @hr.chand

Sedangkan untuk Puncak Becici sendiri, meski destinasi wisata ini baru resmi dibangun pada 3 Februari 2017, ternyata sudah menarik perhatian banyak pengunjung. Menurut data yang diberikan pengelola Obyek Wisata Puncak Becici, Tri Yulianto, pada Juni 2017, total sebanyak 72.971 pengunjung datang ke Puncak Becici. 

Berapakah keuntungan yang diraup pengelola? Pasti lebih besar dari gaji presiden!

Kalau melihat angka-angka yang kami paparkan di atas, sudahkah ada gambaran berapa omzet yang didapatkan setiap destinasi wisata tersebut? 

Berbicara masalah omzet, masing-masing omzet yang didapatkan setiap daya tarik wisata tentu berbeda. Banyaknya jumlah pengunjung berbanding lurus dengan tingginya omzet yang didapatkan. Itu pun tergantung dari harga tiket masuk yang berlaku, dan pemasukan yang didapatkan lainnya. 

Di atas, kami menyebutkan total 72.971 pengunjung datang ke Puncak Becici pada Juni 2017. Tarif retribusi tiket masuk dibandrol sebesar 2 ribu rupiah per pengunjung, kasarannya omzet yang didapatkan Puncak Becici sebesar 14.594.200 rupiah. Tapi, nilai tersebut belum dijumlahkan dengan biaya parkir kendaraan, persewaan hammock, dan izin melakukan kegiatan. Menurut pengelola obyek wisata Puncak Becici, Tri Yulianto, total, pendapatan kotor Puncak Becici per Juni 2017 sebesar 232.293.000 rupiah. 

Bersantai ria di atas hammock bisa jadi pilihan habiskan akhir pekan di Puncak Becici

Sedangkan, Grand Maerokoco, setelah mengalami peningkatan jumlah pengunjung setiap tahunnya, pendapatan yang didapatkan pun meningkat. Jika tarif retribusi tiket masuk yang dikenakan kepada pengunjung sebesar 12 ribu rupiah, maka dengan total pengunjung 340 ribu pada September 2017, pendapatan kotor Grand Maerokoco sebesar 4 M. Itu pun belum termasuk pemasukan dari yang lainnya. 

Penambahan dekorasi dibeberapa sudut menambah kesan artistik spot Grand maerokoco sekarang. Sumber foto oleh @salwalina

Wah, ternyata benar, pendapatan yang diperoleh suatu taman wisata ternyata lebih besar dari gaji Presiden Jokowi yang hanya sebesar Rp62.496.800 per bulan.

Sudah mendapatkan pendapatan yang besar, tapi apakah destinasi wisata tersebut sudah memenuhi legalitas perizinan pembangunan destinasi wisata?

Kami mewawancarai Kepala Bidang Pengembangan Destinasi Pariwisata Jawa Tengah, Priambudi. Dalam wawancara yang dilakukan pada 19 Oktober 2017 lalu, kami mendapatkan informasi berkaitan dengan aturan pembangunan daya tarik wisata. 

Menurut Priambudi, suatu atraksi wisata bisa dikatakan sebagai daya tarik wisata apabila telah memenuhi 7 kriteria Sapta Pesona, yaitu keamanan, ketertiban, kebersihan, kesejukan, keindahan, keramahan, dan kenangan. Namun pada prakteknya, tujuh kriteria tersebut disederhanakan kembali menjadi 3 poin utama, yakni lokasi wisata bisa digunakan untuk berfoto selfie, tersedia tempat makan, dan pusat oleh-oleh. Meski demikian, 3 poin tersebut harus tetap mengacu pada Sapta Pesona. 

Apabila terdapat swasta yang mendirikan destinasi spot foto dan telah memberlakukan retribusi tiket masuk, maka destinasi wisata tersebut wajib melaporkan dan mengajukan perizinan. Hal ini sudah menjadi aturan yang telah ditetapkan dalam undang-undang nomor 10 tahun 2009 tentang acuan layak tidaknya pengembangan destinasi wisata. Jika memperhatikan aturan-aturan tersebut, Puncak Becici dan Grand Maerokoco telah melengkapi kriteria tersebut.

Di bawah naungan Koperasi Notowono, RPH Mangunan, KPH Yogyakarta, Puncak Becici terus bergerak dan melakukan pembenahan untuk semakin mempercantik diri. Tentunya dengan selalu memperhatikan 7 poin Sapta Pesona yang ada. Keseriusan pengelola dalam meningkatkan kualitas Puncak Becici ini ditunjukkan dengan keikutsertaan Puncak Becici dalam kontes Anugerah Pesona Indonesia. 

Dampak perkembangan destinasi wisata instagramable bagi lingkungan, apakah hanya untuk kemakmuran ekonomi sekitar?

Jika semua hal tersebut sudah berjalan dengan selaras, maka masyarakat sekitar lah yang paling banyak peroleh dampaknya. Dengan adanya destinasi wisata yang dikelola dengan baik, warga sekitar pun bisa sejahtera, perekonomian terus bergeliat. Warung-warung dibangun, destinasi wisata pun membutuhkan tenaga kerja untuk mengelola tempat wisata. 

Menurut Gandi Saputro, total terdapat 13 warung yang berjualan di kawasan Puncak Becici dan beberapa lainnya di luar kawasan. Di sana mereka menjajakan makanan, souvenir sebagai oleh-oleh, bahkan perlengkapan berfoto seperti tongsis. Kalau mau menarik mundur ke belakang, mungkin semua warung tersebut tidak akan pernah ada jika Puncak Becici tidak dikembangkan seperti sekarang. 

Geliat ekonomi mulai terlihat di sekitar lokasi wisata. Foto oleh Echi/phinemo.com

Bagi lingkungan pun, keberadaan destinasi wisata pun ikut meramaikan lokasi area destinasi. Dulu, saat Puri Maerokoco masih belum terjaga dengan baik, taman budaya tersebut kotor tidak terurus. Lingkungan sekitar pun seolah mati minim kegiatan. Apalagi Puncak Becici, yang tadinya hanya lahan hutan pinus tempat hohohihe, kini berubah jadi spot seru untuk habiskan waktu bersama keluarga, teman, atau pun pasangan. 

Puncak Becici dan Grand Maerokoco bisa menjadi panutan untuk destinasi wisata yang mulai berkembang lainnya. Menciptakan destinasi wisata untuk kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat memang baik, tapi dengan menerapkan 7 sapta pesona dengan baik, bukan hanya makmur ekonominya, lingkungan pun akan terjaga. 

Meski demikian, sebagai pengunjung yang budiman seperti Hani Bijayani, seharusnya para pengunjung memperhatikan lingkungan sekitar. Jangan hanya karena pengen hits, tapi malah akhirnya merusak spot yang ada. Bagaimanapun, kebersihan dan terawatnya suatu destinasi wisata merupakan cerminan pengunjungnya. 

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU