Konflik Manusia Dan Hewan, Salah Siapa?

Hewan yang turun ke perkampungan karena kelaparan akibat kehabisan makanan di hutan ditangkapi dan disiksa. Sampai kapan konflik ini berlanjut?

SHARE :

Ditulis Oleh: Umu Umaedah

CC flicker 2.0 Budi Nusyirwan

 

Dimana nurani manusia ketika menyiksa seekor kera yang sudah tak berdaya di depan umum? Mungkin hewan tidak memiliki akal, tapi mereka masih bisa merasakan sakit!

Inilah kisah yang terjadi di jalanan Mumbai, India. Sorak sorai penonton dan tepuk tangan terdengar seperti pada kemeriahan pertandingan sepak bola. Mereka berkumpul mengerumuni seekor monyet yang sudah tak berdaya di tengah mereka. Kera tersebut dan beberapa kawanannya diduga menjadi penyebab kerusakan serius di pemukiman masyarakat Mumbai. Mengakibatkan makanan dan bantal yang akan dijual menjadi rusak. Tindakan segerombolan kera ini bagi warga sangat meresahkan. Warga sepakat untuk  menangkap kera-kera tersebut. Dengan menggunakan umpan, kera tersebut berhasil ditangkap, diikat, dan selanjutnya disiksa, bahkan sampai diarak keliling kampung.

 

Konflik manusia dan hewan dipicu kerusakan ekosistem

Kejadian turunnya kera-kera dari hutan seperti di Mumbai pun sering terjadi di Indonesia. Pada akhir Januari 2016, segerombolan kera dari Gunung Arca di Kampung Baros, Desa Negalsari, Sukabumi turun dari gunung dan mengacak-acak pemukiman warga. Ini diakibatkan terganggunya ekosistem di gunung karena penebangan pohon. Di Desa Rantau Kadam, Kecamatan Karang Dapo, Sumatera Selatan, Indonesia, seekor beruang dari hutan menyerang warga. Selain itu beberapa hewan buas lainnya seperti harimau banyak yang turun dari gunung ke pemukiman warga. Hal ini pun terjadi karena terganggunya ekosistem di gunung. Banyak warga yang melakukan pembakaran lahan dan hutan di wilayah tersebut. Tempat hidup mereka gundul dan pasokan air menipis. Sedangkan  di Jambi, kemunculan gajah, buaya, dan beruang di kampung, membuat warga resah. Lagi-lagi masalah kebakaran hutan menjadi pemicu.

Sadarkah bahwa di balik konflik manusia dan satwa-satwa liar adalah hasil dari tindakan tak bertanggung jawab dari manusia sendiri? Turunnya mereka ke perkampungan dan mengacak-acak kampung untuk mengais makanan, salah siapa?

Contoh ketidakmanusiawian lain terjadi di Kalimantan Timur, sejumlah orang melakukan pembantaian orangutan pada Juni 2015 lalu. Mereka dengan sengaja memburu orangutan dan berfoto dengan bangganya untuk kemudian dipamerkan ke sosial media.

Orangutan memang kerap diburu secara liar di Kalimantan. Tidak hanya sekali, dua kali bahkan cukup sering kasus ini kembali berulang. Mereka diburu tidak untuk diperjualbelikan, namun juga dibantai untuk dikonsumsi.

Tak ada makanan lagi kah, sampai hewan-hewan tersebut menjadi santapan?

***

Konflik manusia dan hewan mungkin tak akan terjadi ketika masing-masing orang mulai sadar akan rasa saling menjaga sebagai sesama mahluk. Ini menjadi masalah yang perlu diperhatikan setiap kalangan: masyarakat sekitar, pemerintah, pebisnis, ataupun para traveler. Sebagai traveler khususnya pendaki, menjaga kelestarian hutan dan gunung menjadi syarat utama yang wajib ditekankan. Jangan membuang sampah sembarangan di gunung yang dapat mengubah perilaku hewan, jangan menebang pohon sembarangan, ataupun menyalakan api sembarangan yang mungkin akan mengakibatkan kebakaran hutan. Ketika kamu bisa menjadi pejalan yang baik, sebaiknya kamu pun bisa menjadi pelindung alam yang bijak.

 

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU