Adolf Hitler, pemimpin Jerman Nazi ini dikenal sebagai sosok yang diktator. Dalam memimpin Jerman Nazi atau Third Reich yang berarti kerajaan ketiga, Hitler mengusung konsep Lebensraum – hak suatu bangsa atas ruang hidup – untuk membenarkan invasi yang dilakukannya di negara Eropa Timur seperti Yugoslavia (kini terpecah menjadi banyak negara Eropa Timur), Rusia dan Polandia.
Dalam misi besar Hitler menguasari tanah baru Eropa terselip keinginan kecil untuk mendapatkan bahan baku margarin. Menurut profesor sejarah sains di Hamburg University dan salah satu pengarang buku The Third Reich Antartica: The German Antarctic Expedition 1938-1939, Cornelia Ludecke, margarin sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan perang. Maka, sekitar 80 tahun lalu atau tepatnya pada musim panas 1938, Hitler membentuk tim ekspedisi rahasia ke Antartika mencari minyak ikan paus. Pada masa itu, minyak ikan paus merupakan salah satu bahan baku utama untuk margarin.
Hermann Göring dipilih sebagai penanggungjawab misi tersebut yang kemudian mengembangkan “German Fat Plan” untuk tingkatkan efisiensi konsumsi mentega, susu, krim, keju, lemak babi, minyak salad, deterjen, cat, dan lilin. Ide utama dimunculkannya “German Fat Plan” ini adalah untuk mencari minyak ikan paus sebagai pengganti produk berbahan dasar minyak dan lemak apabila sumber bahan baku impor terputus selama perang.
Sebelumnya, Jerman diketahui membeli minyak ikan paus dari Norwegia. Namun, karena tak ingin mengeluarkan banyak uang, Hitler memutuskan untuk memproduksi minyak ikan paus sendiri.
Lalu, pada musim panas 1938, Hitler meluncurkan tim ekspedisi pemburu minyak ikan paus yang dipimpin oleh Kapten Alfred Ritscher, komandan angkatan laut Perang Dunia I. Ia memilih kru ekspedisi rahasia ini berdasarkan pengalaman mereka di kutub, bukan keanggotaan partai Nazi. Meski demikian, tetap ada satu orang pejabat Nazi yang ditugaskan untuk mengawasi ekspedisi. Ia bahkan mewajibkan semua pasukan ekspedisi untuk mendengarkan siaran pidato Hitler via radio.
Pasukan ekspedisi membuat kapal penangkap ikan yang diberi nama Schwabenland. Di dalam ini terdapat pabrik pengolah minyak ikan. Setelah tiga bulan perbaikan untuk mengubah Schwabenland menjadi kapal pemecah es, kapten memulai pelayaran dari Hamburg pada 17 Desember 1938 bersama 82 ilmuwan, petugas dan tentara.
Pasukan ekspedisi hitler ini pun menjelajahi samudera Antartika karena kala itu penangkapan ikan secara komersial di Atlantik dan Pasifik Utara dilarang. Oleh sebab itu, ide untuk mendirikan markas di Antartika tampaknya adalah hal yang baik.
Kapal mencapai garis pantai Antartika sebulan kemudian. Mereka lalu mulai melakukan pengintaian udara menggunakan kapal terbang. Ini memiliki dua tujuan: memotret area demi penelitian ilmiah dan kartografi, serta mengklaim wilayah tersebut sebagai milik Nazi. Namun, tidak semua hal bisa berjalan sesuai rencana.
Pada suatu penerbangan, kru ekspedisi rahasia Hitler ini kehabisan bahan bakar. Mereka pun terpaksa membuang beberapa barang untuk meringankan beban pesawat. Salah satu barang yang dibuang adalah logam swastika, simbol Nazi. Niatnya, swastika tersebut disebar sebagai penanda kepemilikan wilayah. Sayang, hingga kini logam simbol Nazi tersebut tak pernah ditemukan.
Ekpedisi kapal Schwabenland, pemburu minyak ikan paus sebagai bahan margarin ini tidak berjalan lama. Mereka kembali ke Jerman pada 5 Februari 1939.