Wabah Virus Corona (Covid-19) yang muncul pertama kali sejak Desember 2019 lalu di Kota Wuhan, China benar-benar memberikan imbas besar kepada perekonomian global. Ganasnya dampak wabah Covid-19 telah meluluhlantahkan sektor pariwisata dunia, tak terkecuali Indonesia. Hal ini memaksa bisnis Travel Agen gulung tikar karena sepinya minat wisata.
Nasib para pengusaha bisnis Travel Agen bagaikan sudah jatuh tertimpa tangga. Covid-19 yang mewabah begitu cepat ke seluruh dunia membuat minat masyarakat untuk berwisata terus menurun, akibatnya penjualan paket wisata pun ikut merosot. Ditambah lagi dengan pemberlakuan larangan bepergian di sejumlah negara. Tentu saja kondisi ini membuat rugi bisnis Travel Agen.
Gloria Guevera selaku Direktur World Travel and Tourism Council pernah menegaskan setidaknya terdapat 50 juta orang akan kehilangan pekerjaan di sektor wisata. Melemahnya kondisi perusahaan Travel Agen membuat para karyawannya terancam kehilangan pekerjaan karena PHK. Pilihan PHK memang tidak mudah, namun harus diambil untuk mengurangi pengeluaran perusahaan sehingga tetap bisa selamat di tengah krisis.
Dikutip dari detikcom, Sekjen Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo), Pauline Suharno menyebut upaya pemerintah untuk memberikan insentif berupa diskon tiket pesawat untuk memulihkan dunia pariwisata kurang tepat. Pengusaha pariwisata, terlebih Travel Agen lebih membutuhkan keringanan biaya operasional agar bisa bertahan.
Insentif dari pemerintah tersebut untuk marketing, sedangkan untuk saat ini harga semurah apapun tidak akan membangkitkan minat orang untuk bepergian. Setidaknya sampai wabah Covid-19 berakhir. Belum terlihat rencana pemerintah untuk meringankan beban pengusaha sektor wisata. Dimana negara-negara lain sudah melakukannya.
Beberapa negara seperti Malaysia, Singapura, dan Hongkong memberikan keringanan operasional perusahaan. Mulai dari pemotongan nilai pajak properti dan penghasilan, penurunan bunga kredit bank khusus industri pariwisata, penurunan tarif dasar listrik, bantuan tunai, pinjaman modal untuk UMKM, hingga potongan biaya sewa kantor.
Sejauh ini memang belum ada perusahaan yang gulung tikar, namun upaya efisiensi telah dilakukan agar tetap bisa bertahan. Sejak Februari 2020, hampir tidak ada sama sekali pemasukan. Biaya operasional pelaku usaha travel hanya tersisa 20 persen, sehingga memang cukup sulit untuk bisa membayar operasional, termasuk gaji pegawai.
Bhima Yudhistira, ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mengatakan bahwa jika sampai Mei 2020 wabah Covid-19 belum juga berakhir maka besar kemungkinan akan banyak perusahaan yang gulung tikar karena omzet turun drastis. Gelombang PHK pun tidak dapat dihindari lagi. Jika masih terus berlanjut sampai Juni 2020, akan ada banyak pengusaha yang mengajukan pailit dan NPL bank pun akan meningkat.