“Jogja tak ada matinya”, dengan lantang pengamen jalanan dengan tato naga di lengannya berkata. Ucapan lantang dengan ekspresi penuh senyum menggambarkan kebanggaan terhadap Kota Pelajar itu.
Dikala kota-kota besar berlomba-lomba menampilkan kemewahan berbalut modernisasi, Jogja tetap konsisten dan berpondasi pada kebudayaan yang telah mengakar secara turun temurun. Bukan kesan ketinggalan zaman dan kesan kolot yang terbentuk, justru keteguhan terhadap tindak tunduk kearifan budaya lokal ini yang menjadi magnet bagi wisatawan lokal dan asing.
Berikut beberapa hal yang saya temui di Jogja, namun tak dapat dijumpai di kota-kota lainnya.
1. Kusir delman yang berseragam khas Jawa, lengkap dengan blangkon, baju lurik, dan sandal slop. Uniknya tidak hanya satu dua kusir yang berkostum demikian, hampir sebagian kusir yang saya temui berkostum demikian. Gagah dan ramah, seperti bagian dari kusir Keraton.
2. Bertemu dengan para dedemit atau hantu di km 0 Jogja. Mereka tampak menyeramkan, tetapi akan antusias jika diajak selfie oleh pengunjung.
3. Para abdi dalem Kraton yang akan menjawab semua pertanyaanmu seputar Keraton dan Jogja, bahkan jika beruntung kamu akan menerima wejangan atau nasihat dari beliau. Sebagian di antara mereka sudah sepuh.
4. Macam-macam kelompok seniman jalanan di depan istana Negara Jogjakarta. Dari yang tradisional seperti tari-tarian, hingga seniman rock & roll. Sebagian seniman memang berpenampilah garang, tapi jika kamu mencoba menyapa dan berbasa-basi, kamu akan tahu bertapa lembutnya hati mereka.
5. Berjalan di kawasan Istana Kepresidenan menuju ke jalam Malioboro, kamu akan menemukan ibu-ibu penjual sate yang membawa dagangannya di atas kepala. Tak hanya itu, mereka sangat gesit dan spontan lari marathon ketika mendengar kata satpol PP.
6. Ketika bertanya arah dan jarak kepada warga lokal, sejauh apapun, akan dijawab “oh dekat”.
7. Alun-alun kidul menjadi tempat mengerikan bagi solo traveler karena 80% pengunjung duduk-duduk dan bersantai dengan pasangannya, terutama ketika malam minggu.
8. Kopi panas yang dimasukkan arang panas. Karena bunyinya “josss…” maka disebut sebagai kopi jos, aneka gorengan gurih cocok untuk menemani minuman panas super manis ini.
9. Kampung cyber, kampungnya orang-orang melek teknologi. Kekentalan budaya dan kearifan lokal kejawen tidak menutum mata mereka untuk ikut berkembang mengikui era globalisasi.
10. Salah satu kota yang saya tahu memiliki banyak sebutan; Kota Pelajar, Kota Budaya, Kota Seniman, Kota Bakpia, Kota Gudeg.
11. Jika Bali identik dengan Joger sebagai produknya, maka Jogja punya Dagadu yang banyak dijajakan sepanjang jalan Malioboro.
12. Kamu bisa menyantap makan malam langsung di dapur atau pawon, bercampur dengan juru masak, panci dan wajan, juga wastafelnya.
13. Kamu bisa masuk ke dalam kampung yang 100% warganya adalah pengrajin batik di Giriloyo.
14. Kamu bisa flashback tragedi meletusnya Gunung Merapi di Museum Gunung Merapi.
15. Kamu bisa melihat berbagai patung replika dari prasasti kerajaan terdahulu di Museum Ullen Sentalu.
16. Mitos larangan menggunakan baju berwarna hijau ketika berkunjung ke Pantai Parangtritis.
17. Silsilah keluarga kerajaan yang hampir mustahil kamu hafal ketika sekali berkunjung ke Keraton.
18. Kamu bisa menjadi saksi cinta Rama dan Shinta lewat Sendra Tari Ramayana.
Melihat sisi unik Jogja yang tak dapat ditemui di sudut kota manapun, justru membuat saya untuk segera beranjak dari kota ini. Bukan karena tak betah atau segan degan kebudayaannya, tapi justru semakin menggali rasa penasaran saya akan destinasi lain. “Kira-kira hal unik apa lagi ya yang bisa saya temukan di kota lain?”
Baca juga artikel : 5 Alasan Jogja Menjadi Destinasi Bagi Solo Traveler Pemula
5 Pelajaran Berharga Saat Solo Traveling Ke Jogja