Pada bagian sebelumnya, saya telah membahas mengenai trem, transportasi massal andalan kota Semarang di era kolonial yang dioperasikan oleh Semarang-Joana Stoomtram Maatschappij (SJS). Di bagian kedua (terakhir) ini, saya menelusuri jalur trem jurusan Jurnatan – Bulu – Banjirkanal Barat atau yang sering disebut trem Bodjong Express, dimulai dari aloon-aloon.
Foto kuno sekitar tahun 1925 (sumber: KITLV). Foto kini tanggal 29 Agustus 2015.
Petualangan dimulai dari Jl. Alun-alun Timur tepatnya di gedung Telefoonkantoor (kantor telepon) yang sekarang dipakai oleh Telkom. Dulu, trem melintas di antara kantor pos dan kantor telepon. Karena kondisi lingkungan yang telah padat bangunan dan PKL, saya tidak bisa ambil foto dengan sudut jarak jauh seperti di foto kuno.
Foto kuno sekitar tahun 1930-1940 (sumber: OASE). Foto kini tanggal 29 Agustus 2015.
Berlanjut ke Jl. Pemuda sisi depan Hotel Dibya Puri. Di foto kuno tampak ada trem yang melintas akan berbelok ke alun-alun menuju ke Stasiun Jurnatan. Andai sampai sekarang masih ada trem, sepertinya akan keren sekali seperti di foto kuno di atas.
Lalu menyerongkan badan dan kamera ke sedikit ke kanan. Tampak ada bangunan Hotel Dibya Puri alias Du Pavillion yang sekarang mangkrak dan tertutup papan reklame. Sayang sekali.
Foto kuno sekitar tahun 1929 (sumber: OASE). Foto kini tanggal 29 Agustus 2015.
Foto kuno sekitar tahun 1953 (sumber: OASE). Foto kini tanggal 29 Agustus 2015.
Menyempatkan diri juga mampir ke Masjid Besar Kauman alias Masjid Agung Semarang (jangan keliru dengan Masjid Agung Jawa Tengah). Salah satu masjid kuno di Semarang yang masih berdiri dan masih asli walau dengan beberapa tambahan. Dulu di depan masjid ini adalah alun-alun tapi sekarang sudah tidak ada.
Foto kuno sekitar tahun 1936-1940 (sumber: Kaskus). Foto kini tanggal 29 Agustus 2015.
Selesai salat ashar, kembali berjalan kaki menyusuri Jl. Pemuda. Sampailah di depan Toko Oen yang legendaris. Jalur trem dulu turut melintas di depan toko ini. Mungkin dulu jika kita nongkrong dengan sinyo dan noni Belanda di sini, kita akan disuguhi pemandangan trem berlalu-lalang. Sekarang, pemandangan mobil parkir di depan toko lah yang akan didapat, seperti tampak di foto di bawah.
Foto kuno sekitar tahun 1930 (sumber: OASE). Foto kini tanggal 29 Agustus 2015.
Lanjut berjalan lurus hingga sampai di perempatan Duwet (pertemuan Jl. Pemuda (Bodjong), Jl. Gajahmada (Duwet), dan Jl. Gendigan). Tidak banyak berubah. Beberapa bangunan kuno pun masih bisa ditemui di sekitar situ.
Foto kuno sekitar tahun 1930 (sumber: KITLV). Foto kini tanggal 29 Agustus 2015.
Berlanjut ke sekitar depan dealer salah satu merk motor terkenal. Menghadap ke timur laut, mengarahkan kamera kearah depan kantor PGN. Dulu di depannya ada stopplaats (pemberhentian) trem yang sekaligus menjadi percabangan jalur trem ke arah Bulu milik SJS dan ke arah Stasiun Pendrikan milik perusahaan SCS (Semarang-Cheribon Stoomtram Maatschappij). Kondisi bangunan di sekitar sudah banyak berganti bangunan modern.
Foto kuno sekitar tahun 1904 (sumber: KITLV). Foto kini tanggal 29 Agustus 2015.
Jalan di sebelah kanan foto di atas adalah Jl. Pierre Tendean. Siapa menyangka dulu ada sungai mengalir di situ? Sekarang tidak tahu apakah sungainya ditimbun tanah ataukah masih ada di bawah aspal jalan. Jalur trem yang tampak di foto kuno adalah jalur milik SCS menuju Stasiun Pendrikan.
Foto kuno sekitar tahun 1900 (sumber: KITLV). Foto kini tanggal 29 Agustus 2015.
Menyeberang ke pulau jalan untuk memfoto pertemuan Jl. Pemuda dan Jl. Pierre Tendean. Di foto kuno, jika diperhatikan dengan seksama tampak dua trem milik SJS dan SCS sedang menuju arah yang sama. Di foto kini yang tampak adalah bus Trans Semarang koridor IV.
Foto kuno sekitar tahun 1927 (sumber: KITLV). Foto kini tanggal 29 Agustus 2015.
Setelah itu, berjalan kaki lagi lurus ke arah barat daya. Ambil foto menghadap timur laut agar tampak Mal Paragon. Dulunya merupakan gedung Societeit de Harmonie yang pasca kemerdekaan berubah nama jadi GRIS, lalu dibongkar dan berubah wujud jadi mal.
Sempat iseng mencoba JPO baru yang belum benar-benar jadi. Memotret kondisi Jl. Pemuda dari ketinggian.
Bodjongweg, 29 Agustus 2015. Akan tampak lebih keren kalau trem masih melintas di situ.
Foto kuno sekitar tahun 1925-1930 (sumber: KITLV). Foto kini tanggal 29 Agustus 2015.
Menyusuri Jl. Pemuda antara Mall Paragon sampai Tugu Muda masih bisa ditemui beberapa bangunan kuno yang masih terawat dan terpakai hingga kini. Antara lain, SMA 3 Semarang, SMA 5 Semarang, Balai Kota, dsb. Ada juga yang sudah berupa replika seperti replika gerbang panti asuhan Kristen yang sekarang jadi gerbang DP Mal.
Foto kuno sekitar tahun 1920 (sumber: KITLV). Foto kini tanggal 29 Agustus 2015.
Sampailah di ujung Jl. Pemuda pertemuan dengan Tugu Muda atau yang dulu disebut Wilhelmina Plein. Di foto di bawah ini, tampak trem melintas di depan Lawang Sewu di masa lalu. Sekarang, tampak Trans Semarang melintas di depannya.
Foto kuno sekitar tahun 1920 (sumber: KITLV). Foto kini tanggal 29 Agustus 2015.
Memasuki area Wilhelmina Plein alias Tugu Muda yang dikelilingi bangunan-bangunan peninggalan era kolonial Hindia Belanda. Di sisi timur ada gedung Lawang Sewu yang pastinya semua orang sudah tahu. Dulunya merupakan kantor Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS).
Di sisi selatan ada Museum Mandala Bakti. Dulunya merupakan gedung pengadilan yang disebut dengan Raad van Justitie.
Foto kuno sekitar tahun 1910-1940 (sumber: Tropen Museum). Foto kini tanggal 29 Agustus 2015.
Foto kuno sekitar tahun 1901-1902 (sumber: KITLV). Foto kini tanggal 29 Agustus 2015
Di sisi barat ada kompleks Wisma Perdamaian (disingkat Wisper) yang merupakan rumah dinas gubernur Jateng. Dulu disebut De Vredestein. Di sebelah selatan Wisper (sebelah kiri foto) ada Jl. Mgr. Soegijopranoto (Boeloeweg). Jalur trem dari Bodjongweg melintasi Wilhelmina Plein lalu berbelok ke Boeloeweg. Di ujung Jl. Mgr. Soegijopranoto atau sekarang Pasar Bulu, diperkirakan posisi Halte Boeloe berada.
Foto tanggal 29 Agustus 2015.
Berlanjut berjalan menyusuri Jl. Mgr. Soegijopranoto menuju Jl. Kokrosono di pinggir Banjir Kanal Barat. Di Kokrosono inilah perkiraan Stasiun Wester Bandjirkanaal, yang merupakan stasiun ujung, berada. Tidak ada foto kuno/jejak yang dapat ditemukan selain keterangan di peta kuno.
Foto kuno sekitar tahun 1895-1908 (sumber: KITLV). Foto kini tanggal 29 Agustus 2015.
Petualangan penelusuran jalur trem pun berakhir. Namun, karena sudah sampai di situ, sebelum pulang saya pun sekalian ambil foto jembatan Banjirkanal Barat yang dulu termasuk dalam Groote Postweg (Jalan Raya Pos).
