Beda Open Trip, Private Trip, dan Share Cost Menurut Founder Travacello

Beda Open Trip, Private Trip, dan Share Cost yang masih menimbulkan kerancuan pengertian akhirnya terjawab sudah dengan penjelasan dari founder Travacello, Jonathan Thamrin. Beginilah perbedaan pengertiannya.

SHARE :

Ditulis Oleh: Echi

Beda Open Trip, Private Trip, dan Share Cost menurut Jonathan Thamrin. Foto dari sini

Sekarang, para pencinta jalan-jalan dimanjakan dengan banyaknya opsi gaya perjalanan sesuai dengan bujet dan kebutuhan. Ada yang memilih mengikuti open trip, share cost, atau pun private trip. Dari ketiga gaya perjalanan tersebut, tak sedikit orang yang bingung beda open trip, private trip, dan share cost.

Pengertian open trip dan share cost menjadi dua hal yang masih menimbulkan kerancuan. Ada yang beranggapan, open trip dan share cost adalah dua hal berbeda dengan konsep yang sama. Padahal keduanya memiliki perbedaan.

Untuk menjelaskan apa beda open trip, private trip, dan share cost, kami telah menghubungi founder Travacello, Jonathan Thamrin, pada Kamis, (9/3).

Baca juga: Begini caranya tour operator menghadapi menjamurnya bisnis open trip

“Share cost sebenarnya adalah trip di mana seluruh biayanya benar-benar dibagi rata kepada seluruh orang yang ikut. Misalnya, saya akan ke Raja Ampat, saya sudah hitung semua pengeluaran mulai dari harga sewa kapal, penginapan. Saya udah hitung nih, biaya sekali makan per orang berapa. Pokoknya total keseluruhan biaya kita anggap 10 juta, kemudian agar dapat lebih murah katakanlah 1 juta per orang, maka saya mencari orang. Dan membagi rata semua biaya tersebut tanpa peroleh keuntungan uang sama sekali atas jasa yang dilakukan seperti cari tahu tempat persewaan kapal, penginapan, dsbnya,” jelas Jonathan Thamrin. 

Dengan demikian, share cost bisa diartikan sebagai cara jalan-jalan dengan cara membagi biaya perjalanan sama rata kepada semua peserta. Tak ada keuntungan yang didapatkan selain bisa ketemu teman dan menghemat biaya perjalanan. Konsep share cost ini sangat membantu mereka yang jalan-jalan dengan bujet pas-pasan.

Jonathan Thamrin mengatakan, “Peserta share cost ini bisa jadi berasal dari teman sendiri, atau temannya teman, dan bisa juga berasal dari group FB atau komunitas. Nanti mereka janjian untuk berkumpul misalnya di bandara atau pelabuhan. Biaya dikeluarkan selama perjalanan tersebut dicatat rapi dalam excel kemudian dibagi rata kepada semua peserta.”

Biasanya, para pelaku share cost ini mencari teman perjalanan via grup perjalanan di Facebook atau pun bergabung dalam komunitas pencinta jalan-jalan di Indonesia. Dengan dana yang seminim mungkin bisa mencari teman share cost untuk berbagi pengeluaran bersama.

Namun, tingginya bisnis wisata saat ini telah membawa sedikit pergeseran tentang makna share cost itu sendiri. Jika awal mula share cost hanya cara untuk mendapatkan perjalanan dengan bujet minim karena dibagi bersama-sama teman seperjalanan tanpa mengambil keuntungan material sepeser pun, belakangan ini para pelaku share cost memanfaatkan gaya perjalanan ini untuk mendapatkan keuntungan pribadi.

“Dari berbagai informasi yang saya dapat, sekarang ini banyak juga orang yang membuka share cost namun dia sebagai koordinator share cost memperoleh keuntungan gratis jalan-jalan. Jadi, si koordinator ini tidak mengeluarkan uang untuk biaya perjalanan melainkan biaya tersebut ditanggung oleh para peserta share cost”

Pemahaman inilah yang belakangan mulai diyakini banyak orang. Padahal, konsep awal kemunculan share cost hanyalah cara untuk saling berbagi dengan teman seperjalanan bukan mencari untung dengan membuka usaha jasa wisata.

Sedangkan untuk konteks usaha jasa wisata dengan mengambil keuntungan material disebut dengan open trip. Hampir mirip dengan share cost, yang membedakan open trip ini telah dikoordinir dengan baik oleh para pelaku bisnis wisata.

Traveler tak perlu lagi ribet mengurus tiket, penginapan hingga itinerary. Semua sudah diatur oleh tour operator, sedangkan peserta open trip hanya cukup membayar sekian rupiah sebagai gantinya.  Segala kebutuhan selama perjalanan telah terorganisir dengan baik, maka tak salah jika apa yang dilakukan mereka ini memperoleh keuntungan secara material.

Baca juga: Lebih pilih jalan sendirian, ikut open trip, atau biro perjalanan? 

Begitupun dengan private trip. Gaya perjalanan ini pun tak jauh beda dengan open trip. Hanya saja, fasilitas yang disediakan menyesuaikan dengan kebutuhan peserta. Ingin lakukan perjalanan dengan berapa orang, siapa peserta yang boleh ikut di dalamnya, dan berapa lama, semua disesuaikan dengan kemauan peserta private trip.

Jonathan Thamrin menambahkan, “Para traveler yang suka jalan-jalan sendirian lebih cocok kalau ikut open trip karena di sana dia akan bertemu banyak teman baru dan biaya yang dikeluarkan pun lebih hemat. Sedangkan untuk mereka yang memiliki karakter introvert dan kurang suka membaur dengan orang lain, mungkin lebih cocok untuk mengikuti private trip.”

Private trip akan memberikan keleluasaan kepada peserta untuk memilih teman seperjalanan, penginapan mana yang diinginkan, dan berapa lama perjalanan.

Sedangkan bagi Jonathan Thamrin pribadi, dari ketiga gaya perjalanan tersebut, open trip dan private trip jadi opsi yang dipilihnya. Saat ingin menikmati perjalanan di tengah kesibukan yang padat, lebih mudah ikut open trip. Tinggal memilih jadwal yang sesuai, semua bisa berjalan lancar, simpel dan tidak ribet.

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU