Bisa kamu bayangkan seorang mahasiswa berlibur sembari mengasuh 2 anak kecil? Saya mengalaminya.
Sekitar beberapa minggu lalu, aku bersama kedua keponakan Vania dan Earnest keliling kawasan Semarang. Aku yang saat itu diminta untuk menemani tak ada persiapan apapun, karena pikirku tinggal menuruti keinginan bocah-bocah 10 tahun ini ingin pergi kemana.
Sabtu sore perjalanan dimulai, berangkat dari rumah kakak perempuan di Genuk menuju Lawang Sewu sebagai tujuan pertama. Percakapan kecil ringan dengan kedua keponakan membuka keasyikan perjalanan. Seperti pertanyaan keingin-tahuan Earnest tentang Crane yang membentang diatas jalan yang dilalui saat melewati sekitaran Simpang Lima. Earnest yang memang ku tahu cukup aktif dan punya keiingin-tahuan lebih dengan beberapa hal yang baru. Pertanyaannya terus berlanjut tentang Crane sampai ‘Fungsinya apa om? Yang jalanin siapa? Naiknya gimana om?’ dan beberapa pertanyaan lainnya. Setelahku jawab satu per satu ku dengar percakapan kedua keponakan, namun tak begitu aku dengarkan karena harus fokus dengan jalan yang saat itu cukup padat kendaraan.
Sekitar 30 menit perjalanan kami sampai di tempat tujuan. Sebelum masuk kutawarkan pada kedua keponakan mau masuk ke Lawang Sewu dulu atau mau bermain-main di area Tugu Muda. Sengaja aku tawarkan, selain saat itu Lawang Sewu terlihat sangat ramai, sekaligus mencoba mengajarkan Earnest dan Vania untuk membuat keputusan sendiri.
Keputusan akan kemana dan bagaimana perjalanan kita adalah kita sendiri yang menentukan. Meskipun banyak cerita dan catatan perjalanan sebelumnya untuk acuan, ini adalah perjalanan kita.
Kami akhirnya memutuskan untuk masuk ke Lawang Sewu dulu karena rasa penasaran ingin tahu bagaimana di dalamnya. Setelah membeli tiket, kembali aku membuat kedua keponakanku memilih. Aku arahkan keduanya menuju papan informasi tentang Lawang Sewu yang juga ada peta bangunan-bangunannya. Gedung pertama yang kami kunjungi adalah tempat yang serupa museum tentang sejarah Lawang Sewu. Karena kami tak menyewa guide -jika menyewa guide kami harus menambah Rp 30.000,-, berbekal informasi dari internet aku coba menjelaskan sedikit sejarah Lawang Sewu sebisaku pada kedua keponakan. Kedua keponakan terlihat mendengarkan, dan sesekali tertarik mendekati beberapa benda-benda antik yang dipajang disana.
Masuk waktu Sholat Maghrib, aku meminta kedua keponakan untuk bertanya kepada petugas yang di dekat pintu masuk. Awalnya takut, namun dengan sedikit bujukan akhirnya kedua keponakan berani mendekati petugas dan bertanya. Selepas Sholat Maghrib, menyempatkan sebentar jalan-jalan mengelilingi Tugu Muda. Sekedar mencari gambar untuk oleh-oleh.
Hari kedua liburan, kedua keponakan memilih untuk mengunjungi Museum Ronggowarsito. Mendapat saran dari ibunya Earnest, dan kupikir juga cukup menarik untuk menambah pengetahuan anak seusia kedua keponakanku.
Kunjungan ke Museum Ronggowarsito juga merupakan pertama kalinya aku kesini, kali kedua Earnest yang sebelumnya sudah pernah kesini acara dari sekolah. Sepantasnya aku merasa malu, setelah kemarin juga kali pertama ke Lawang Sewu. Setelah sekian tahun merantau di Semarang.
Earnest karena sudah pernah mengunjungi ku minta untuk belajar menjadi guide, sedangkan aku hanya mendampingi. Berkali-kali kedua keponakan bertanya bergantian tentang beberapa koleksi yang disimpan di museum. Vania terlihat tertarik dengan koleksi fosil gajah purba yang disusun kembali menyerupai bentuk aslinya. Kemudian antusias melihat berbagai macam pakaian adat yang ada di Indonesia.
Earnest tak mau kalah, tak hentinya bertanya tentang penjelasan sejarah perkembangan makhluk hidup purba dan manusia purba. Mengamati beberapa diorama tentang perlawanan pada masa penjajahan Belanda dan Jepang, hingga mencoba beberapa alat musik koleksi disana seperti angklung.
Lebih dari satu jam berkeliling melihat koleksi museum, sebelum menuju pintu keluar terdapat satu poster yang menarik perhatian Vania dan Earnest. Adalah bioskop mini yang menampilkan film 3D tentang dinosaurus dan hewan purba lainnya. Tak bisa menahan keingin-tahuan anak-anak ini, akhirnya mereka berhasil membujukku untuk membelikan tiketnya.
Cukup miris ketika sampai setengah jalan, banyak koleksi museum yang terlihat tak terawat. Kondisi gedung juga cukup memprihatinkan, banyak kerusakan di sana-sini, terutama bagian atap. Sudah waktunya pemerintah mengambil tindakan, karena menurutku museum merupakan sarana wisata pendidikan yang harus diperhatikan dan dilestraikan. Tak hanya untuk kalangan anak-anak rasanya, orang dewasa pun juga belum tentu tahu informasi-informasi yang tersedia di museum.
Museum Ronggowarsito bahkan merupakan museum terbesar di Indonesia dari segi koleksi dan luas areanya. Mencakup banyak koleksi benda-benda purba dan budaya.
***
Perjalanan singkat dan ‘ringan’ namun banyak pengalaman yang dapan ku ambil. Banyak juga informasi baru yang tak hanya kedua keponakanku dapatkan, tapi akupun merasakan bertambah informasi. Bahkan tak terbayangkan sebelumnya begitu menyenangkan liburan dengan keponakan kali ini.
Bercanda dan selalu tertawa saat berkeliling melihat Museum Ronggowarsito membuatku ingat untuk jangan sampai kehilangan maksud dari liburan itu sendiri. Bersenang-senang dan bahagia.